Butuh beberapa saat bagi Song Mino untuk memahami kalimat dari Ibu Dosen nya barusan.
10 juta won? Bukan jumlah uang yang kecil, dan seumur hidup Mino bahkan tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki uang sebanyak itu. Oh come on Mino bukan nya polos, toh ia memang tidak pernah punya uang sebanyak itu dalam hidupnya. Jangan kan 10 juta, satu juta won saja jarang sekali.
"Anda jangan bercanda Bu" Sahut Mino akhirnya, memilih untuk kembali pada realita dan kenyataan hidup yang sebenarnya. Ia memang butuh uang tapi tidak seperti ini juga kan?
Bae Irene terkekeh dikursinya, kedua tangannya yang masih memegang erat kemudi terlihat sedikit kaku dimata Mino.
"Bercanda katamu? Apa wajahku ini terlihat sedang bercanda?" Tanya Irene sinis. Ia tidak pernah bermain-main terlebih dalam masalah uang, kenapa juga harus bercanda?.
"10 juta won Bu, dengan gaji sebesar itu pekerjaan kaya gimana yang mau Ibu kasih ke saya? Saya aja masih kuliah, ijazah cuma Sekolah Menengah----"
"Saya hanya menawarkan, kalau kamu mau .... Kalau tidak yasudah" Elak Irene akhirnya. Kembali menatap jalan raya yang semakin sepi. Song Mino menahan nafasnya dengan berat ditempatnya.
"Saya berhenti di halte depan Bu" Sahut Mino akhirnya. Irene menoleh singkat kearahnya.
"Saya antar kamu sampai ke rumah kamu--"
"Flat saya ada di gang, dan mobil Ibu ga bisa masuk kesana" Lanjut Mino yang akhirnya membuat Irene menganggukan kepalanya setuju.
SUV itu kemudian berhenti tepat didepan sebuah halte bus yang terlihat lengang. Irene menengadahkan kepalanya menatap halte itu dan kemudian mematikan mesin mobilnya. Song Mino yang kemudian melepaskan kunci safetybelt dari tubuhnya menoleh lagi kearah Irene.
"Kalau saya mau .... Kapan saya bisa dapatkan uangnya?" Tanya Mino akhirnya.
Bae Irene yang mendengar jawaban yang sepenuhnya terdengar lugu itu hanya menyeringai lalu mendecak ditempatnya. Ia menoleh lagi kearah pria muda dengan tubuh menjulang yang kini duduk disampingnya itu dengan pandangan meneliti.
Dia memang sedang butuh uang dan Irene tidak salah sasaran. Pria muda ini memang sedang kesulitan keuangan.
"Maaf Bu ... Maksud saya---"
"Secepatnya. Kapan kamu butuh uangnya?" Tanya Irene yang malah membalikan pertanyaan Mino. Ia tidak suka basa basi untuk masalah ini jadi kalau memang pria muda ini menyanggupi ia tidak akan lagi berbasa basi.
"Bu ... Ibu serius kan? Kalau saya bilang saya butuh uangnya besok bagaimana?"
"Baik. Besok temui saya di kampus--"
"Enggak Bu ... Jangan dikampus" Elak Mino yang kemudian menyeringai malu. Sekalipun jika uang itu memang benar-benar nyata dan besok ia bisa memegangnya Mino rasa terlalu riskan kalau Bu Irene menyerahkan uang itu dikampus. Bagaimana kalau mahasiswa lain tahu, terlebih Chanyeol. Mino bisa saja menjelaskan tapi orang lain tidak akan mengerti begitu saja kan?.
"Ah kau benar, terlalu beresiko. Kalau begitu besok pagi kau tunggu di halte ini. Sebelum ke kampus aku akan menyerahkan uang itu padamu" Sahut Irene akhirnya. Yakin, tanpa keraguan.
Mino yang mendengarnya hanya terdiam. Jadi ini nyata?
"Mahasiswa Song?"
"Ah ... Terima kasih tumpangannya bu. Sampai bertemu besok" Sahut Mino tergagap. Irene yang melihatnya hanya menyeringai, perempuan itu bahkan mengekeh begitu melihat sikap gugup Mino yang begitu jelas bisa ia lihat.
🍂 Shelter 🍂
Pukul 09.00 pagi. Di halte.
Mino duduk dengan gelisah disalah satu kursi tunggu penumpang, ia duduk di pojokan dengan topi yang sengaja ia pakai. Sesekali tangannya bahkan menarik-narik ujung topi agar semakin menyembunyikan wajahnya dari para penumpang yang akan naik bus.
Tapi sedetik kemudian ia malah mendengus dengan kelakuannya sendiri. Berkali-kali Mino bahkan harus melirik kearah jam usang yang melingkar ditangannya dan mendecak.
Ini sudah hampir masuk perkuliahan dan ia rasa perempuan itu hanya sekedar membual dengan ucapannya.
Seketika Mino bahkan menyesal. Sudah terlalu percaya pada ucapan manis perempuan itu, perlahan ia menepuk dahinya. Menyadari sikap bodohnya yang terlalu luar biasa.
10 juta won? Mimpi saja kau Mino!.
"Maaf saya terlambat"
Suara itu mengalihkan perhatian Mino. Sekali lagi, suara lembut dan tidak mudah bisa ia lupakan begitu saja.
Suaranya indah.
"Saya fikir Ibu bohong" Jujur Mino. Ia menyeringai, menggeser duduknya membiarkan dosen muda itu kemudian menaruh tubuhnya disamping Mino. Perempuan yang selalu terlihat rupawan itu kemudian meraih sesuatu dari clutch bag nya dan menarik satu buah amplop cokelat yang menggembung dari sana. Ia meraihnya dan kemudian menyerahkannya pada Mino yang mematung.
"10 juta won, kalau tidak percaya hitung saja dulu" Sahut Irene yang kemudian menyerahkan amplop itu secara paksa ketangan Mino yang tiba-tiba saja gemetar.
Demi Tuhan mimpi apa Mino semalam? Uang 10 juta won kini ada digenggamannya.
Dengan ragu pria muda itu meraih amplop cokelat itu, membukanya perlahan dan mematung menatap tumpukan uang didalamnya. Ia buru-buru menutupnya dan mengeratkan pegangannya. Mengabaikan wajah Irene yang menyeringai kearahnya.
"Jangan bilang kamu baru pegang uang sebanyak itu?" Tuduh Irene begitu melihat wajah Mino yang langsung berubah tidak nyaman. Song Mino yang mendengarnya hanya menaikkan dagu nya dan mendengus malu yang malah semakin membuat Irene mengekeh.
"Itu benar"
"Astaga .... Baiklah, pergunakan uang nya dengan baik. Ini gaji mu yang dibayar diawal"
Song Mino yang mendengarnya hanya mengangguk, jantungnya berdebar ketika kedua tangannya kembali merasa amplop tebal itu untuk yang kesekian kalinya.
Ini bukan mimpi.
"Tapi ... Pekerjaan saya?"
Irene yang mendengarnya hanya menyeringai. Lalu menaikkan tali clutch bag nya dengan sikap yang anggun.
"Uangnya sudah kau terima, jadi kau tidak berhak mundur dari pekerjaan ini nantinya"
"Apa pekerjaan nya Bu?" Tanya Mino dengan semangat yang tiba-tiba saja meluap, tenaga nya bahkan seperti disuntikkan beribu volt saat ini.
Uang sudah ditangan, ia bisa melunasi semua tunggakan biaya kuliah dan biaya sewa flat nya sampai beberapa bulan kedepan. Ah Mino juga sepertinya bisa mengirim sedikit uang pada Dannah dan ibunya. Sekedar membantu uang kuliah adiknya. Bahkan mungkin sisanya yang masih terlalu banyak bisa ia gunakan untuk membeli alat lukis yang baru.
Sepatu baru. Cat kayu, kanvas.
"Nanti saya beritahu"
Mino yang mendengarnya sontak menaikkan alis. Memajukan dagunya dengan sikap bingung.
"Ibu ga lagi minjemin uang kan?" Tanya nya dengan raut wajah polos. Irene yang mendengarnya hanya menyeringai, perempuan itu kemudian berdiri dan Mino yang masih bingung ikut berdiri.
"Nanti malam saya jemput kamu disini. Jam sembilan, jangan terlambat" Ucapnya yang kemudian berlalu tanpa berbicara lagi. Meninggalkan Mino yang mematung masih dengan wajah polos terkejut nya.
"Baik bu"
Irene yang mendengarnya kemudian berhenti dan menolehkan kepalanya kearah Mino yang membungkuk. Perempuan Bae itu menyeringai lagi.
Membayangkan rencana yang sudah ia susun akan ia laksanakan nanti malam.
Pria muda ini tidak bisa menolaknya. Uangnya sudah ditangan.
Bersambung
Sorry atas keterlambatan update. Semoga masih ada yang setia nunggu story ini ya.
Happy reading bucin minrene..
Tinggalkan jejak biar saya tahu keadaan kalian ^^
![](https://img.wattpad.com/cover/223304264-288-k358385.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELTER [🔞]
FanfictionBijaklah dalam memilih bacaan. 🔞 no under age, hargai Author dengan cara menjauhi story ini kalau kalian tidak suka dengan konten dewasa or Anti NC Song Mino tahu, kalau Bae Irene hanya ingin memuaskan nafsunya. Ia sadar kok, mereka hanya saling me...