Jangan selalu mempunyai fikiran kalau hidupmu lah yang paling sulit. Jangan pernah merasa kalau dirimu lah yang paling sengsara di dunia ini.
Kau hanya satu buih dari gumpalan serpihan yang berserakan di atas bumi.
Kau hanya salah satu diantara sekian banyak manusia yang berjalan diatas bumi.
Jadi, tidak ada alasan untuk menyerah dan meratapi nasib.
Itu prinsip Mino. Prinsip yang sukses membuatnya bertahan menjalani kehidupan minimalisnya sampai saat ini. Mino hanya ingin bertahan, Mino hanya ingin menjalani hidup ini sesuai dengan takdir dan keinginannya sendiri.
Nasib memang sudah digariskan, takdir memang sudah ditentukan tapi kehidupan tetap saja ada ditangan kita sendiri. Kita yang membawanya.
Kearah yang baik atau sebaliknya.
"Tau apa kau tentang dunia pernikahan? Jangan bersikap seolah kau tahu segalanya"
Song Mino, tersenyum kecil. Lalu melengos dengan decakan pelan dari bibir. Oh come on tidak harus menikah untuk mengetahui seperti apa peliknya dunia pernikahan. Tidak harus tenggelam kedasar lautan hanya untuk mengetahui seberapa dalamnya laut itu sendiri.
"Aku memang belum menikah, dan kalaupun aku menikah nanti. Aku tidak akan memperlakukan istriku seperti apa yang kau lakukan pada Irene" balas Mino. Kali ini dengan suara yang mantap dan yakin sepenuhnya.
Entah kenapa Mino semakin merasa ditantang kelelakiannya oleh pria ini. Pria yang notabene satu darah dengannya.
Sifat dasar yang akan muncul saat berhadapan diantara saudara laki-laki.
Siwon mendecih mendengarnya. Anak muda zaman sekarang dengan semua sikap sombongnya yang seolah bisa menggenggam dunia dengan kedua tangan?
Hah. Menggelikan.
Pria Choi itu hanya mengedik acuh lalu kembali diam. "Kita sudah sampai, semua nya sudah menunggumu. Ayo" ajaknya yang kemudian melepaskan safetybelt nya tapi bahunya tertahan begitu Mino menumpukan tangannya.
"Menurutmu apa aku harus masuk? Aku bahkan tidak mengenal mereka" tanya Mino. Sangsi sekaligus bingung dengan apa yang harus ia lakukan nantinya. Dan ia hanya mengenal Siwon disini.
Pria Choi itu memandangnya selama sepesekian detik lalu menghempaskan nafas beratnya.
"Masuk saja. Mereka tidak akan membunuhmu ko" sahutnya seraya berjalan pelan memasuki mansion keluarga Choi. Mino buru-buru mengikuti langkah Siwon memasuki rumah besar bergaya mediteranian dengan hiasan-hiasan khas keluarga chaebol.
Lantai marmer yang beberapa dilapisi karpet bulu khas Khasmir. Dinding pualam yang membuat suasana megah dan dingin tercipta begitu langkah Mino semakin masuk kedalamnya. Terlalu banyak keindahan dirumah ini, terlalu silau kedua mata Mino melihat kekayaan dunia yang nyata-nyata terpampang.
Membuatnya sadar.
Betapa miskinnya Mino.
"Dia datang ayah"
Suara itu. Keluar dari bibir Siwon, yang langsung membuat Mino kembali memfokuskan fikirannya begitu ia sadar sudah berada di satu ruangan yang sangat terlihat sekali ekslusif nya. Kursi-kursi beludru dengan dominasi warna gelap dan dinding tebal bercorak kayu mahoni. Sangat khas sekali ruangan seorang chaebol.Siwon menepuk pundak Mino dan memberi isyarat pada nya untuk mendekat, tapi sebelumnya ia mendekatkan kepalanya.
"Usianya tidak akan lama lagi. Bersikap lembutlah padanya, bagaimanapun juga dia ayahmu" gumam nya pelan. Dan langsung meninggalkan Mino dengan dua orang yang kini menatap kearahnya dengan pandangan yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELTER [🔞]
FanfictionBijaklah dalam memilih bacaan. 🔞 no under age, hargai Author dengan cara menjauhi story ini kalau kalian tidak suka dengan konten dewasa or Anti NC Song Mino tahu, kalau Bae Irene hanya ingin memuaskan nafsunya. Ia sadar kok, mereka hanya saling me...