08. imunisasi

7.6K 521 12
                                    

Jangan lupa vote sebelum/sesudah membaca cerita ini, usahakan untuk komen dan follow akun author eca_saf

Terima kasih
&
Selamat membaca

Seperti hari jum'at sebelumnya, pagi ini aku dan Faza kembali mengunjungi KSA batalyon untuk imunisasi. Biasanya anak itu sedikit sulit jika kuajak untuk imunisasi, tapi entahlah hari ini ia tampak bersemangat.

Area KSA sudah dipenuhi oleh ibu-ibu hamil, ibu yang membawa balita, atau ada juga yang mengantarkan keluarganya yang sakit. Aku sendiri biasanya setelah imunisasi memilih langsung pulang ketimbang ikut nimbrung dahulu dengan ibu-ibu lainnya. Karena, Mas Jafran tak mengizinkanku untuk terlalu sering ikut nimbrung, selain yang dibahas pasti menjurus ke gosip anakku Faza juga akan lebih sering membuat ulah kepada anak-anak kecil dibawahnya.

"Faza baru datang, tumben siangan" ucap ibu tetangga sebelahku, namanya Dinda seringku sebut mamah Muti, ya karena mamahnya Muti teman anakku. Istri dari Bang Dafa lettingnya mas Jafran.

"Iya Mbak, tadi beres-beres mainan Faza dulu"

"Ante uti mana? (Tante Muti mana?)" Serobot Faza.

"Tuh Muti, gih sana main" jawabnya sambil menunjuk arah objek yang dimaksud.

"Nda za main ya (bunda Faza main ya)"

"Iya, engga boleh nakal. Temannya di baikin engga boleh di nakalin"

"Siap"

Faza berlari kearah teman-temannya dan bergabung bersama mereka. Sementara aku memilih melanjutkan bincang-bincang santaiku dengan Mbak Dinda.

Mbak Dinda ini lebih tua dari ku tiga tahun, kalau berbincang dengannya aku lebih banyak mendapat masukan. Orangnya humble, ramah, masuklah dengan sifatku yang pendiam, dan pemalu. Ia juga bisa menjadi seorang kakak untukku, selama ini kami banyak bertukar pikiran atau saling mengingatkan, ia juga banyak memberiku pengenalan hidup dari pengalamannya. Aku senang bisa berbincang dengannya, sebab selama tinggal dirumdin aku tidak cukup banyak mengenal penghuni Asrama. Aku juga bukan tipikal orang yang sering keluar rumah jadi agak terhambat untuk bersosialisasi dengan warga lain.

"Kemarin itu mbak coba-coba beli bajunya Muti lewat online shop, eh yang datang tidak sesuai pesanan. Mana engga bisa dibalikin ya, kesel juga"

"Aku si jarang beli online shop mbak, lebih sering ke pasar. Lagi pula Faza senang sekali kalau dibawa kepasar"

"Enak kamu dek, Fazanya engga suka rewel kalau dibawa kepasar, lah Muti baru aja turun angkot sudah nangis minta pulang. Heran aku tuh sama anak itu sulit untuk diajak ketempat ramai"

Aku hanya manut-manut mendengar ucapan mbak Dinda. Iya, saat ini kami sedang membahas topik berbelanja dionline shop dan dipasar tradisional.

"Nda za apat ue dai mba sus itu (bunda Faza dapat kue dari mbak suster itu)" lapor Faza kepadaku sambil menunjuk salah satu suster.

Aku tersenyum menerimanya dan mengucapkan terima kasih kepada suster yang menangani pasien imunisasi. Snack-snack kecil seperti ini sudah biasa didapat oleh anak-anak dan ibu hamil yang periksa imunisasi, sekedar untuk ngemil dan  membahagiakan anak-anak.

"Mam nih"

"Engga, za mau ain agi ama uti (engga, Faza mau main lagi sama Muti)"

"Jangan jauh-jauh bentar lagi Faza dipanggil dokternya"

"Iya"

Anak itu kembali ngacir dengan teman-teman sebaya lainnya, dan aku kembali berbincang dengan Mbak Dinda dan ibu-ibu yang lain.

"Faza sehat ya, timbangannya naik delapan ons Minggu ini. Catatannya jangan terlalu banyak minum air es dan permen takut gigippnya rusak dan ngilu ya"

"Iya doktel"

"Pinter ya"

"Terima kasih ya dokter, mari izin mendahului"

"Iya Bu"

Aku keluar dari ruangan imunisasi bersama Faza yang setia dalam gendonganku.

"Mbak Dinda, aku duluan ya"

"Iya, hati-hati ya"

"Dadah za"

"Dah.. mut"

Faza bernyanyi riang walau bahasanya terkadang tak kumengerti. Anak itu sedang senang-senangnya menyanyi lagu militer yang sering diputar ayahnya kalau sedang diam dirumah atau didalam mobil.

"Dek Jafran" teriak seseorang perempuan dari arah belakangku.

"Siap. izin petunjuk mbak?"

Ibu yang memanggilku ternyata seorang ibu ketua kompi C, namanya mbak Husna istri dari danki Jakhwan. Rumahnya lumayan cukup jauh dari rumahku, tapi ia sering ke rumah sekedar berbincang atau berkerja sama dalam urusan dunia Persit.

"Saya dapat perintah dari Bu dayon untuk menyampaikan pesan kepada adek, untuk ke rumah beliau sore ini"

Siap. Terima kasih mbak"

Tumben sekali ibu menyuruh orang untuk menyampaikan pesan agar aku pulang ke rumah ibu. Biasanya ibu akan mengabariku lewat pesan singkat via WhatsApp.

"Sama-sama mari dek"

Aku mengangguk mengiyakan. Dan kembali melanjutkan jalanku yang tertunda bersama Faza.

Sebaiknya aku lebih cepat untuk berjalan agar lebih cepat pula sampai ke rumah. Sebelum ke rumah ibu aku harus menyiapkan masakan dan keperluan mas Jafran, hari ini ia harus pergi ke masjid mengikuti solat Jum'at yang sudah menjadi kebiasaan umat islam kaum laki-laki disetiap jum'atnya.

Aku juga harus mempersiapkan ide untuk mengelabuhi Faza agar tak nangis meraung-raung ketika ayahnya pergi ke masjid. Bukan tak ingin mengizinkannya ikut bersama mas Jafran, aku hanya khawatir ia akan membuat kerusuhan disana. Faza suka sekali dibawa mas jafran ketika ke masjid, tapi solat jum'at bukanlah hal yang tepat untuk membawanya.

Sepertinya hari ini, aku harus menyeret Faza ke rumah sebelah. Yaitu rumah Muti, menitipkannya disana sampai sang ayah pergi ke masjid.

"Nda jajan"

Padahal Snack ditangannya masih ada, bahkan belum tersentuh tapi anak ini sudah meminta jajan. Memang Faza jarang meminta jajan sebab aku lebih sering bereksperimen membuat makanan ringan dan juri penilaiannya adalah Faza.

Untuk sesekali tak apalah...

"Mau jajan apa?"

"Men (permen)"

"Kata dokter tadi apa, engga boleh makan permen nanti giginya rusak"

"Es"

"Engga boleh juga, selain batuk nanti giginya linu"

"Ciki"

Hufttt. Ini yang membuatku lebih sering membuat cemilan sendiri dari pada jajan diwarung, yang diminta adalah makanan yang tidak sesuai dengan kriteria untuk Faza. Es, ciki, permen adalah ketiga makanan yang kularang, apalagi mas Jafran ia sangat melarang Faza untuk memakan jajanan itu katanya engga sehat, enaknya tidak seberapa sakitnya mahal.

Kalau kubelikan, aku akan dimarahi mas Jafran. Kalau dibiarkan, anak ini akan menangis teriak-teriak. Terkdang jadi diriku tak enak selalu berada di fase serba salah.

Baiklah, hari ini aku sedang berbaik hati maka jalan terbaik adalah membeli bembeng. Persetan dengan coklat yang bisa merusak gigi, aku rela dimarahi mas Jafran dari pada melihat anak ku guling-guling diaspal yang sedang panas-panasnya.

TBC

Terima kasih sudah membaca maaf jika ada kesalahan kata² atau penyebutan istilah dalam penulisan karya. Salam hangat dari author ✌️

Me And You Future ~ Sah Bersama Mu?? 2 (Completed)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang