Sinb melangkah dengan hati-hati. Sesekali matanya melirik ke kanan dan kiri memastikan situasinya aman.
"Mau kemana?"
Sinb menghentikan langkahnya.
Ia tersenyum canggung menatap Putra Mahkota Jae yang sudah berdiri di sebelahnya.
"Hanya ingin ke taman istana. Terlalu bosan ada di dalam kamar" balas Sinb dengan kepala menunduk pasrah jika kembali dilarang keluar.
"Ayo"
Sinb mendongakkan kepalanya cepat. Menatap Putra Mahkota Jae dengan sebelah alis terangkat merasa bingung.
"Tunggu apa lagi?"
Sinb tersenyum senang mengerti maksud Putra Mahkota Jae.
Sinb berjalan di belakang Putra Mahkota Jae dengan bibir yang masih menampilkan senyum lebar.
Keduanya duduk di bangku yang menghadap air mancur di pusat taman dengan tenang tanpa ada yang membuka suara.
Sinb sibuk mengedarkan matanya ke segala penjuru taman yang dipenuhi bunga-bunga yang sangat cantik.
Sedangkan Putra Mahkota Jae menatap hamparan bunga tulip yang masih kuncup dengan pandangan sendu.
"Ibuku sangat suka bunga tulip"
Sinb memusatkan pandangannya ke arah Putra Mahkota Jae yang duduk di sebelah kanannya masih menatap lurus ke arah hamparan bunga tulip.
"Ibuku adalah ibu yang baik, perhatian, penyayang, selalu mengerti apa yang aku butuhkan. Aku sangat menyayangi ibuku. Tapi rasanya aku tak pantas mengatakan hal itu. Ibuku meninggal karena aku. Karena melindungiku dari pedang yang terarah padaku. Ibuku pergi selama-lamanya. Ibu. Ibuku"
Sinb menarik Putra Mahkota Jae kedalam pelukannya. Tangannya mengelus punggung Putra Mahkota Jae menenangkan.
"Tak apa jika Putra Mahkota Jae bersedih. Tapi saya mohon jangan menyalahkan diri sendiri. Semua yang terjadi merupakan takdir yang sudah Tuhan gariskan. Bukan salah siapapun. Saya mohon Putra Mahkota Jae tidak membebani diri sendiri dengan rasa bersalah"
Putra Mahkota Jae balas memeluk Sinb dengan erat. Menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher gadis itu. Punggungnya mulai bergetar. Akhirnya kesedihan yang dipendamnya selama ini pecah. Putra Mahkota Jae melepaskan semua beban yang ada di hatinya karena menyalahkan diri sendiri setelah kehilangan ibu yang sangat disayanginya.
🌻🌻🌻
"Apa yang kau lakukan?" tanya Putra Mahkota Jae tepat di belakang Sinb yang membelakanginya.
Sinb memegang dadanya yang berdebar hebat karena terkejut.
"Ya Tuhan kakiku lemas" gumamnya pelan yang masih bisa didengar oleh Putra Mahkota Jae.
Matanya membulat sempurna saat dirinya sudah berbalik dan menemukan Putra Mahkota Jae yang berdiri tepat di hadapannya.
"P Putra Mahkota Jae. Ada apa?"
Putra Mahkota Jae mengabaikan pertanyaan Sinb. Tangannya mengambil alih sodet yang ada di tangan kanan perempuan itu.
"Putra Mahkota Jae apa yang kau lakukan? Biar saya saja" ucap Sinb dengan panik.
"Ckk. Berisik"
Sinb memekik kaget saat tanpa aba-aba Putra Mahkota Jae menggendong Sinb seperti karung lalu mendudukkannya di kursi pantry.
"Kau bilang kakimu lemas. Tunggu disini" perintah Putra Mahkota Jae yang dibalas helaan napas pasrah oleh Sinb.
Sinb melirik ke arah pintu dapur yang menampakkan para pegawai istana yang menatap tak enak karena harusnya menjadi tugas mereka untuk menyajikan makanan.