"Seberapa dekat lo sama Ervan?"
...
"Akhirnya gue bisa terbebas dari rumus-rumus matematika," ucap Nasya dengan melahap habis bakso yang ada di hadapannya.
Sekarang Nasya dan Kayla sedang duduk di kursi kantin sekolah mereka. Setelah tiga jam hanya memikirkan jawaban dari rumus-rumus rumit yang entah bagaimana menemukan hasilnya. Akhirnya mereka bisa merasakan kebebasan.
"Lo juga, Kay. Otak lo kok betah sih ngelihat angka-angka kek gitu," cerocos Nasya.
"Dulu gue juga gak suka sama matematika. Tapi setelah ngelihat nilai gue yang anjlok semua gue jadi sadar kalo gue harus berubah," jawab Kayla.
"Kenapa lo gak milih kelas IPA aja sih?" tanya Nasya.
"Kalo gue gak masuk IPS, gue nanti malah kasian sama lo. Siapa yang ngasih contekan saat lo gak bisa ngerjain matematika?" kata Kayla dengan berlagak sombong.
Nasya memutar bola matanya, lalu berkata, "Gue masih bisa nyontek sama yang lainnya lagi."
Kayla tersenyum tipis."Emang ada yang mau ngasih lo contekan? Ayrin yang pinternya di atas gue aja belum tentu ngasih lo contekan."
Lawan bicaranya itu kini mengerucutkan bibirnya. "Nyesel gue ngomong kayak gini tadi."
"Hahah ... Gue becanda lagi, Nas," ucap Kayla dengan tertawa karena melihat ekspresi Nasya yang menurutnya lucu.
Nasya melihat arah sekelilingnya membiarkan Kayla tertawa. Matanya berhenti pada satu objek yang dia yakini akan membuat Kayla berhenti tertawa dan akan sangat marah jika Kayla melihatnya.
Ya, siapa lagi jika bukan Raga.
"Kak Bagas!" Nasya melambaikan tangannya pada Bagas.
Kayla yang mendengarnya pun sedikit terkejut. Jika di sana ada Bagas, tentu saja juga ada Raga. Kayla menatap keji ke arah Nasya yang saat ini tersenyum sinis padanya.
"Gila, curang banget lo, Nas," lirih Kayla.
Nasya hanya tersenyum tipis ketika melihat Kayla yang sudah seperti harimau yang ingin marah. Bagas dan ketiga temannya itu sampai di meja mereka. Bagas duduk di samping Nasya dan Raga duduk di samping Kayla. Sedangkan Haikal dan Bayu sedang sibuk mengantri makanan.
"Berapa sendok sambal tuh?" tanya Raga di samping Kayla.
Gadis itu hanya diam, tak peduli.
"Cuma dua kok, Kak," jawab Nasya.
Raga mengangguk, lalu berkata, "Nanti pulang sekolah gue anterin. Gak ada penolakan. Jangan sampai lo jalan sama cowok lain. Siapa tuh kemarin yang jalan sama lo?"
Kayla mengerutkan dahinya. Perasaan kemarin dia tidak keluar rumah sama sekali.
"Kapan? Kemarin aku gak keluar rumah sama sekali."
Raga memutar bola matanya. "Itu pas gue di skors. Yang lo bilang mau belajar bareng."
"Oh, Ervan," jawab Kayla.
"Oh, Ervan," beo Raga.
"Nih gue bawain lo makan, Ga. Badan lo udah kurus banget kayak sapu lidi gitu gak mau makan lagi?" ucap Bayu yang baru saja datang.
Raga mendongakkan kepalanya melirik ke arah Bayu. "Lo mau gue tonjok?"
"Weh, jangan boss. Iya, deh maafin. Gue mah cuma bercanda."
Apanya yang kurus? Raga bahkan tidak terlihat kurus sama sekali dengan ototnya yang terlihat sedikit besar. Kayla memperhatikan tubuh pria itu.
"Apanya yang kurus sih?" tanya Kayla tanpa gadis itu sadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raga
Teen Fiction(OPEN PRE ORDER) ⚠️ RAGA MASIH BISA DIPESAN DI RDIAMOND PUBLISHER "Gue udah pernah bilangkan sama lo. Gue egois kalo sama orang yang gue sayang. Apapun yang udah gue genggam gak kan gue lepas buat orang lain," kata Raga. ... Raga Satya Pandega. Ket...