Esok harinya aku bangun pukul 05.00. Karena aku sedang berhalangan, aku hanya berganti pembalut dan tidak salat seperti teman-teman yang lain.
"Kagak mandi lu?" Tanya seseorang yang suaranya kukenal sekali begitu aku keluar dari kamar mandi.
"Males ah. Dingin." Dalihku.
"Jorok ih!" Ejek Anty.
"Bodo!!"
"Gue kangen sama lo, Mir," kata Anty sok mellow. "Padahal kita tidur di satu tempat yang sama yak?" Kekehnya.
"Aku kangen kasur kamar di rumah," ucapku. "Abis ospek masih sempet pulang ga ya? Pengen rebahan. Remuk badanku rasanya."
"Lah, Selasa ini kan kita langsung mulai kuliah, Mir. Besok Senin doang liburnya. Yakin lo mau balik sehari doang?"
Aku terdiam lesu. Aku benar-benar sedang kangen rumah. Tak mudah rasanya meninggalkan kenyamanan rumah meski aku sudah mulai punya banyak teman di sini. Aku memang agak susah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru apalagi saat jauh dari rumah.
"Sabar. Nanti pas liburan semester kan libur sebulan kita. Puas-puasin deh lo di rumah." Anty seolah tahu isi hatiku. Dia memberi tepukan penyemangat di pundak.
"Yaelah, Ty, libur semester masih lama." Rengekku.
"Kalo udah mulai kuliah juga jadi ga berasa," hibur Anty.
Aku terdiam lagi sambil berdoa dalam hati semoga waktu berjalan begitu cepat biar aku bisa cepat pulang ke rumah.
"Gimana temen-temen sekelompok lo?" Tanya Anty agar tak ada jeda hening di antara kami. "Yang main capoeira itu temen sekelompok lo kan?"
Aku mengangguk. "Anto."
"Lumayan manis tuh dia."
Aku mendecak. "Mending jangan deh. Dia tuh tipe yang suka pamer. Selera ceweknya pasti sok ketinggian."
Anty ber-oh ria dengan gerak bibir.
"Temenku ampas semua, Ty. Yang cowok-cowok maksudnya."
"Temen-temen gue untungnya beres semua sih. Tapi wajahnya ga ada yang tipe gue."
Aku tergelak. "Kamu masih sempet ngeceng di saat begini?"
"Lah, daripada sepet ngurusin ospek mendingan cuci mata tebar pesona dong." Anty membela diri yang menurutku ada benarnya.
"Iya juga sih."
Kamipun akhirnya memilih mengobrol di sebuah tempat di depan vila. Kami memilih tempat yang agak jauh dari kerumunan panitia dan beberapa maba yang sudah bangun. Untungnya aku menemukan dua buah ayunan. Meski dudukannya masih agak sedikit basah karena embun, tapi ayunan itu adalah tempat yang cocok bagi kami untuk mengobrol.
"Denger-denger semalem ada yang kesurupan?" Kata Anty seraya mengayunkan ayunan yang didudukinya.
"Hah? Masa?" Aku terkejut.
"Tadi pas gue mau ke kamar mandi gue ga sengaja denger ada yang cerita gitu."
"Yang cerita siapa? Panitia?"
"Iya. Ada sesama panitia yang cerita begitu. Kalo ga salah kejadiannya jam 12 malem gitu."
"Kok ga rame ya? Biasanya kan kalo ada yang kesurupan gitu pasti rame kan?"
Anty mengedikkan bahu. "Mungkin kejadiannya ga di dalem vila. Bisa aja di belakang atau dimana gitu."
Kami pun tidak melanjutkan obrolan mengenai kesurupan itu lagi karena toh tidak ada kehebohan yang terjadi. Aku beranggapan kalaupun kasus itu betul-betul terjadi pastilah sengaja ditutupi oleh panitia agar kami tidak ketakutan dan panik. Oleh sebab itu, para panitia tidak mau bertindak heboh.
"Btw, lo ngasih surat buat siapa, Mir?" Anty akhirnya buka suara lagi.
"Surat- Oh, yang challenge surat cinta buat panitia itu?"
Anty mengangguk.
"Mmm, ada deh." Aku pura-pura berahasia.
"Halah, palingan si Tsubasa Tsubasa itu kan? Siapa namanya? Yang anak 2004 Sasindo itu?" Tebak Anty dengan tepat.
"Kok kamu tau sih?" Aku sebal karena rahasiaku sudah terbongkar.
"Yaelah, udah keliatan jelas dari muka lo."
"Emang mukaku kenapa? Ada Tsubasanya?"
Anty terbahak. "Kagak. Cuma yang gue inget selama ospek lo tuh ngomongin dia mulu. Lo sadar ga sih?"
Aku menggeleng sambil senyum malu. "Emang iya ya aku ngomongin dia mulu?"
Anty memutar bola matanya. "Lo selalu bilang: Ty, hari ini aku liat dia pas lagi moto maba dari atas ring. Ty, hari ini aku liat dia lagi senyum. Ty, hari ini dia keliatan berkharisma banget. Bla bla bla..." Anty berusaha menirukan ucapanku tapi dengan versi lebaynya.
Aku menggaruk kepala sambil nyengir. "Ya gimana ya? Dia keliatan beda aja gitu dari senior lain."
"Padahal dia ga ganteng-ganteng amat deh."
"Kan ga perlu ganteng kalo buat bikin jatuh cinta."
"Najis!!" Anty pura-pura muntah.
Aku tertawa terbahak. "Terus kamu sendiri ngasih surat ke siapa?"
"Mmm, ra-ha-si-a!" Balas Anty sambil mengerling. Aku sebal karena aku sama sekali tak ada tebakan dia mengirimkan surat cinta untuk siapa. Anty tak pernah cerita apapun soal siapa panitia yang menarik baginya.
"Jangan-jangan kamu ngirim surat buat si panitia wajah gorila makanya kamu sok-sok rahasia-rahasiaan gitu ya?" Godaku.
"Dih, najis!!" Teriak Anty. "Kagak ada yang lebih jelek lagi apa?"
"Kagak ada. Dia udah yang paling jelek."
"Parah lu!"
Lalu kami berdua pun larut dalam derai tawa bersama hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 07.00. Ada seorang panitia yang berteriak memberikan pengumuman bahwa itu adalah saatnya kami sarapan sehingga kami semua yang masih ada di area depan vila diharap masuk.
Kami menghabiskan sarapan hingga pukul 08.00. Setelah itu masih ada acara games, kesan pesan panitia tentang kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra, pemilihan ketua angkatan, makan siang, salat, kemudian ketika waktu menunjukkan pukul 14.00 truk terbuka yang membawa kami pulang sudah tiba di lokasi makrab. Setelah diberi waktu bersiap-siap selama tiga puluh menit, kami pun kembali pulang menuju kota Purwokerto. Aku tiba di kos sekitar pukul 16.00. Aku mengistirahatkan diri selama sejam baru setelahnya aku mandi.
Aku tersenyum. Akhirnya kegiatan ospek sudah purna seluruhnya. Aku jadi tak sabar menunggu lusa, hari dimana aku akan memulai kuliah perdanaku. Aku sudah dapat jadwal dan ruang kelas yang harus kutempati. Aku akan resmi jadi mahasiswa. Mahasiswa.
Saat aku hendak menyiapkan semua hal yang kuperlukan untuk kuliah, aku tak sengaja melihat ke arah keranjang cucian kotor.
*Astaga! Sebelum resmi jadi mahasiswa pikirin itu dulu, Mir, kudu digimanain!*
Aku mendesah. Sepertinya niatku untuk rebahan seharian besok bakalan gagal total. Aku harus nyuci sebelum pakaian kotorku semakin menggunung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.