Bab 24| Tipe Temen: Julia (2)

168 29 0
                                    

Meski Julia termasuk tipe orang yang rajin mencuci baju- setidaknya lebih rajin daripada aku yang mencuci baju hanya seminggu dua kali- tapi dia malas sekali mencuci peralatan makannya setelah dipakai. Kerajinannya mencuci baju berbanding terbalik dengan kemalasannya mencuci piring. Julia sering sekali meninggalkan piring dan sendok bekas pakainya di bawah keran di belakang. Tak pelak tentu saja kebiasaan itu akhirnya membuat lalat-lalat, semut-semut, bahkan kecoa dan binatang lain sering mampir untuk menjilati sisa-sisa makanan yang masih menempel di sana. Tentu saja aku yang geli terhadap semua serangga itu gusar. Sering sekali kuperingatkan Julia untuk langsung mencuci peralatan makannya setelah dipakai.

"Yaelah, Jul, itu piring sama sendok langsung dicuci ngapa?" Kataku.

"Hehehe. Males, Mir. Ntar aja lah kalo udah mau waktunya makan lagi baru aku cuci." Begitu dalihnya.

Astaga. Orang ini jorok sekali.

"Masalahnya kalo ga buruan dicuci nanti keburu disemutin, Jul. Nanti malah semutnya kemana-mana." Tegasku.

"Ah, kasih obat semprot aja juga semutnya kabur, Mir. Lagian kalo abis makan langsung dicuci tuh akunya susah gerak, Mir. Aku kan kekenyangan."

Apa? Dia berkata begitu seolah disuruh mencuci piring segunung padahal dia hanya perlu mencuci piringnya sendiri dan piring itu dia pakai sendiri. Apa sulitnya sih?

Jujur aku memang bukan orang yang rajin amat soal bebersih tapi aku paling jijik kalau ada benda-benda yang bisa meninggalkan bau atau mendatangkan bala seperti sampah atau sisa makanan. Tapi entah kenapa meski sudah sering kutegur Julia tetap saja dengan kebiasaan buruknya itu. Padahal dia sering sekali mengeluh kalau hendak makan dia harus mencuci piring dulu dan dia kesal karena sisa makanan di piringnya sudah mengerak dan sulit dibersihkan. Lah, memangnya dia pikir aku sudi mencuci piring untuknya? Tidak, tentu saja tidak. Cukup sekali saja.

Aku ingat hari itu hari Jumat. Julia sudah berpesan padaku bahwa siang sepulang kuliah dia akan pulang ke kampung halamannya, Ciamis. Jadi aku tak perlu mencarinya kalau sampai malam dirinya belum pulang. Aku juga ingat kalau pagi itu dia sarapan ketoprak hasil menitip pada Radit sebelum menjemputku untuk ke kampus. Radit memang seringkali membelikanku sarapan sebelum kami berangkat bersama karena biar kami tak menghabiskan waktu untuk membeli sarapan dulu. Oh ya, jangan tanya bagaimana gondoknya Radit saat ku-SMS bahwa Julia menitip makanan lagi bahkan kini saat sarapan.

"Itu kertas minyaknya aturan jangan dibuang, Jul. Mending kamu tetep pake alas kertas minyak pembungkusnya terus nanti bawahnya dikasih piring. Jadi kamu ga perlu nyuci piring." Kataku saat melihat Julia sedang menuangkan ketopraknya di atas piring.

"Oh iya ya, Mir. Ga kepikiran tadi." Dia cuma nyengir dan lanjut menuangkan ketoprak dari kertas pembungkusnya ke atas piring.

Aku cuma bengong diam. Ya sudahlah toh sudah terlanjur dituang. Berikutnya Julia selesai makan lebih dulu. Aku memang makannya lama.

"Mir, aku berangkat dulu ya." Pamit Julia begitu selesai makan.

"Buru-buru amat?" Kataku.

"Iya, ada kuis di makul pertama. Aku takut telat. Udah ya, bye!" Julia kemudian buru-buru turun ke bawah dan ternyata dia sudah ditunggu temannya yang naik motor.

"Mudiknya hati-hati, Jul." Kataku setengah berteriak dari balkon.

"Siap, Mir." Kemudian dia pun berlalu.

"Si Julia ngapain buru-buru amat perginya?" Tanya Radit yang sedari tadi menunggu di depan sambil bermain ponsel. "Sampe ga ngeh kalo ada aku duduk di teras?"

"Ciie, sekarang minta disapa sama Julia? Padahal katanya bete kalo ngomong sama Julia gara-gara dia sering nitip makan?" Aku menggodanya.

Radit mendecak. "Bukan gitu ih."

"Lha terus apa?" Aku tersenyum simpul saat melihat ekspresi Radit yang mulai ditekuk karena kesal. "Julia mau balik ke Ciamis katanya kelar kuliah siang ini."

"Berarti ntar malem kamu sendirian dong? Yakin nanti kalo mau tidur ga bakal SMS aku minta temenin?" Kini Radit yang menggodaku.

"Emangnya aku Julia?"

Radit terkekeh mendengar kata-kataku. "Eh, berarti ntar malem kalo kita mau beli makan ga ada yang nitip ya?" Ucap Radit dengan eskpresi senang.

"Lah, palingan bebas semingguan. Besok-besok kalo dia udah disini lagi ya nitip lagi." Aku terkikik.

"Ga papa lah daripada terus-terusan nitip. Eh, udah buruan. Kamu makan lama bener sih?" Radit menengok arloji di tangan kirinya dan panik. "Udah mau jam delapan loh ini!"

"Iya, iya, ini juga udah kelar. Tinggal buang sampahnya doang kok."

Tapi betapa terkejutnya aku saat aku hendak membuang sampah di bagian belakang kosanku. Aku melihat piring dan sendok kotor bekas Julia makan tadi tergeletak begitu saja di tempat cucian.

"JULIAAAAAA!!!" Aku kesal setengah mati sampai berteriak. Radit buru-buru menuju ke tempatku berada dengan panik.

"Kenapa, Mir?"

Aku cuma menunjuk ke arah piring dan sendok kotor milik Julia saking terlalu kesalnya.

"Ckckck." Radit mendecak.

"Dia kan mau pulang kampung abis kuliah kenapa malah ninggalin piring sama sendok kotor sih? Apa susahnya sih nyuci barang segini doang? Ya ampun!" Aku ikut mendecak-decak saking gemasnya dengan kelakuan ajaib Julia.

"Kalo cuma nyuci piring sama sendok sebiji masa iya sampe bikin dia telat berangkat ke kampus buat ikut kuis sih?"

"Itu emang dasarnya dia males aja, Mir. Sengaja kali tuh ninggalin piring sama sendok kotor biar kamu yang nyuciin."

"AAAARRRRRGHHH!!!" Aku tak tahan lagi. Dia benar-benar sudah kelewatan.

***

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang