Bab 15| Tipe Temen: Rebellion

236 30 0
                                    

Rasanya belum afdol kalau aku hanya bercerita tentang Anty, Tita, dan Silvi saja padahal selain mereka bertiga aku masih punya banyak teman sekelas. Apa yang pertama terlintas di benakmu ketika bertemu dengan anak sastra? Nyentrik? Gila? Aneh? Absurd? Hmm, mungkin keempatnya bisa dirangkum dalam satu kata: Rebellion.

Rebellion ini adalah satu geng di kelasku yang terdiri dari kumpulan para cowok dengan empat kriteria di atas. Aku tidak tahu persis berapa jumlah anggotanya tapi yang jelas awalnya grup ini terdiri dari sekumpulan geng gamers yang nerd. Sebut saja Bima, Eka, Hamid, Andri. Sepertinya merekalah formasi awal terbentuknya Rebellion. Dan entah bagaimana akhirnya grup mereka bisa menambah personil dengan menggaet Radit, Tahu yang sebenarnya bernama asli Taat Hudaya padahal ga ada taatnya sama sekali, hingga Abe Si Ketua Angkatan 2006 yang ga kalah sengklek.

Rebellion ini biang rusuh karena mereka selalu berbicara satu sama lain dengan suara nyaring dan menggunakan istilah yang hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Mereka ini juga bisa menjadi komentator nyinyir. Segala sesuatu yang ada di depan mata bisa dijadikan bahan olok-olok. Menariknya mereka selalu menggunakan bahasa Jawa ngapak meski komunikasi mereka dalam bahasa Inggris cukup baik sehingga mereka cukup menjadi perhatianku. Misalnya seperti percakapan berikut ini.

"Kae patung sastra deneng esih nang kene baen? Ujarku wis lulus ya. [Itu si patung sastra kok masih disini aja? Kirain udah lulus]" Aku menangkap perkataan Bima dengan logat khas ngapaknya suatu hari.

"Iya, malah esih dolanan basket baen nang kene koh. Kae skripsi kepriwe lah? Kerjakna apa kepriwe ben cepet rampung cepet lulus malah haha hehe nang kampus baen. Ujare ganteng apa? [Iya, malah masih main basket aja disini. Itu skripsi gimana lah? Dikerjain apa gimana biar cepet kelar cepet lulus eh malah haha hehe di kampus aja. Dipikir ganteng apa?]" Eka menimpali.

"Ora isin apa ya wes angkatan tua tapi esih pada nongkrong nang kampus? Anu, duite ora kanggo apa dadine kuliah terus baen? [Ga malu apa ya udah angkatan tua tapi masih pada nongkrong di kampus aja? Anu, duitnya ga kepake ya jadinya kuliah terus aja?]" Andri juga ikut menyahut.

Aku bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan yang dimaksud Bima, Eka, dan Andri itu. Suasana kampus sore itu sedang ramai. Oleh sebab itu, aku agak susah menebak siapa gerangan yang dimaksud Si Patung Sastra oleh ketiganya. Oh, tunggu sebentar. Aku ingat petunjuk selanjutnya. Basket. Mereka merujuk pada salah satu orang yang bermain basket. Akupun melihat ke arah lapangan basket dari bangku panjang dari kayu yang sedang kududuki ini. Mmm, ada banyak orang yang main basket. Tapi yang angkatan tua cuma satu. Kak Seto. Dia dari Sastra Inggris angkatan 2000. Sudah hampir 7 tahun dia kuliah tapi belum kelar skripsi juga. Padahal aku dengar dari selentingan berita bahwa dia sudah diancam DO kalau tahun ini masih belum lulus juga.

Aku menyunggingkan senyum saat berhasil memecahkan "kode" dalam percakapan para anggota Rebellion. Ternyata menyenangkan juga. Mendengarkan percakapan para Rebellion seperti memecahkan kasus dalam komik Detektif Conan atau membaca novel Sherlock Holmes. Aku mengunyah batagorku dengan bangga.

Di waktu yang lain aku juga tak sengaja mendengar percakapan para Rebellion lagi. Lagi-lagi aku sedang duduk sendirian di bangku kayu panjang di depan ruang 3.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang