Hari ini hari Minggu. Aku memang tidak pernah menetapkan jadwal piket kosan sih karena yang ngekos cuma aku dan Julia. Tapi, yah, sudah bisa ditebak kalo yang lebih sering nyapu dan ngepel lantai kosan adalah aku karena Julia itu mageran banget. Lihat saja, sampai pukul sepuluh begini kerjaannya cuma baca komik dari komik yang kusewa di tempat penyewaan. Ga modal banget! Itupun dia bawa ke kamarnya sendiri cuma dengan modal bilang "eh, baca apaan, Mir?" kemudian dia buka selembar demi selembar lalu tanpa sengaja- dia berdalih begitu- bertengger di kasurnya seperti abrakadabra.
Padahal aku sudah mondar-mandir di depan kamarnya lebih dari sepuluh kali tetap saja Julia tak tergerak untuk membantu. Belum tengah hari saja aku sudah nyapu, ngepel, nyuci baju, jemur kasur dan bantal, nyuci sprei, menyetrika baju, memberantas kejahatan, melindungi penduduk bumi dari monster- Oh, maaf, itu kerjaan Power Rangers dan Ultraman. Pokoknya jam sepuluh begini aku sudah melakukan banyak hal. Sedangkan Julia dia baru melakukan dua hal saja: sarapan dan baca komik sambil rebahan. Itu saja sarapan menitip pada Radit seperti biasa. Kebetulan pagi tadi Radit membawakan nasi kuning untukku. Julia yang tak pernah melewatkan secuil pun kesempatan untuk menitip tentu saja meminta Radit untuk membelikan nasi kuning juga untuknya.
"Pacarku ada dua nih sekarang?" Sindir Radit saat menyerahkan nasi kuning bagian Julia pagi tadi.
"Ih, aku mah kalo punya pacar juga liat-liat, Dit. Yang mau sama kamu cuma Samira aja deh kayaknya." Ledeknya.
"TAI!!" Umpat Radit dengan gerak bibir saat menghadap ke arahku yang kubalas dengan cengiran yang-sabar-ya-mulut-Julia-emang-perlu-diampelas.
Aku juga pura-pura membuat suara gaduh saat mengepel tadi. Julia sempat bertanya, "Ada apa, Mir?"
Yang kubalas, "Ga papa, Jul. Ini lagi ngepel lantai. Kotor banget ya kayak ga pernah dipel."
"Oh, ya udah atuh sok diteruskeun ngepelnya." Sahutan Julia itu membuat mataku membulat.
Apa? Dia cuma nanya gitu doang? Ga ada hasrat pengen bantu gitu? Ga ada hati yang tergerak untuk menolong sesama temen kos gitu?
Saat kulihat ke arah kamar Julia, yang kupelototi malah kembali asyik membaca komik sambil ketawa-ketawa. Bangke!!
Setelah pekerjaanku beberes kosan purna, aku iseng masuk ke kamar Julia. Aku melihat ke arah lemarinya yang bagian atasnya beralihfungsi menjadi tempat meletakkan alat make up. Kesanku pertama kali kesana hanya satu: berantakan. Oh, jangan lupakan bau. Kamar kosan Julia juga sedikit bau. Jendela kamar Julia jarang sekali dibuka sehingga tak jarang kamar Julia menguarkan bau tak sedap.
"Itu alat make up diberesin ngapa, Jul, kalo ga ada kerjaan?" Sindirku.
Julia melongok sedikit dari komik yang sedang dibacanya. "Males."
"Tapi berantakan banget."
"Iya sih. Padahal belum lama aku beresin sekarang udah berantakan lagi aja." Julia akhirnya duduk di kasurnya sambil bersila.
Hah? Kapan dia beresin isi kamar? Seingatku dia sama sekali ga pernah terlihat membereskan isi kamar deh. Dia aja kadang bingung nyari benda-benda yang dibutuhkannya saat diperlukan gara-gara saking berantakannya itu kamar.
"Aku kalo naro barang kayak males gitu naro di tempatnya semula, Mir. Makanya jadi berantakan gitu."
Fix. Mungkin dia kena sindrom tertentu.
"Lagian apa susahnya sih naro barang ke tempat semula? Kan malah ngenakin kita biar kalo pas beberes ga repot banget?"
"Iya, tapi aku ga bisa gitu."
Beneran deh mungkin Julia kena disorder tertentu.
"Mau coba beresin sekarang?" Tawarku.
Julia malah rebah di kasurnya lagi. "Ogah ah. Males."
Astaga. Berbicara dengan manusia satu ini benar-benar menguras emosi ya.
"Kalo kamu mau sekalian aja beresin kamarku, Mir."
Lalu aku mengunyah sandal jepit agar mulut suciku tidak mengumpat.
Sampai suatu hari Silvi dan Tita main ke kosanku. Kebetulan Julia sedang ada kuliah sehingga dia belum pulang tapi sepertinya dia lupa mengunci kamarnya.
"Eh anjir!" Pekik Silvi begitu menginjakkan kaki ke lorong kosanku.
"Kenapa, Vi?" Tanya Tita dan aku berbarengan.
"Bau apaan sih ini?" Tanya Silvi dengan tangan yang mengibas-ngibas di depan hidungnya. "Lo nyimpen bangkai apa nyimpen dosa sih, Mir?" Silvi pun urung masuk ke kamarku, khawatir ada bangkai tikus di dalam kamarku.
"Iya ih, Mir, lama-lama gue juga nyium bau ga enak juga. Ada tikus mati kali di dalam kamar atau dimana gitu. Coba minta tolong pak kos deh." Kata Tita.
"Oh, itu sih bau dari kamarnya Julia kali," jawabku santai sambil membawa tiga piring dan tiga sendok karena kami hendak makan siang.
"Kamarnya Julia?" Silvi akhirnya mencoba membuka pintu kamar Julia. "Eh, ga dikunci ternyata." Kata Silvi lalu, "Hoek. Aduh, ini anak nyimpen apaan sih di kamar kenapa bau banget?" Silvi buru-buru ke kamar mandi untuk meludah.
Tita yang kepo pun akhirnya mencoba masuk ke kamar Julia. Baru dua detik berdiri di dalamnya Tita langsung menutup hidungnya.
"Iya ih bau banget. Lo ga nyium bau apa, Mir?"
"Tau ih. Betah banget lo sekosan sama sigung." Sela Silvi yang baru kembali dari kamar mandi. "Tutup tutup tutup!" Silvi menyuruh Tita menutup pintu kamar Julia.
"Kan hidungku emang ga beres dari dulu jadi emang ga peka sama bau. Meski kadang kecium juga sih tapi belum sampe ke tahap mengganggu."
"Gila! Menurut lo bau kayak gini belum sampe ke taraf mengganggu? Kalo gue jadi lo sih gue pasti udah pindah kosan, Mir." Kata Silvi frontal. Dia emang ga punya filter di lidahnya.
"Julia ngapain kamarnya sih sampe bau gitu?" Tanya Tita penasaran.
"Ga ngapa-ngapain." Jawabku kalem. "Saking ga ngapa-ngapain sampe beresin kamar ga pernah, nyapu ga pernah, ngepel ga pernah, buka jendela kamar aja ga pernah."
"Astagfirullah."
"Astaga."
Tita dan Silvi sama-sama berucap.
"Lo kasih dia pengharum ruangan yang banyak deh, Mir, biar kamarnya ga bau gini." Usul Silvi.
Lalu aku menyahut, "Buat apa, Vi? Palingan juga nanti dia cuma bilang 'oh, ya udah, Mir, kalo gitu kamu aja nyemprotin sekalian kan kamu yang kebauan' ke aku."
"Ckckck." Tita dan Silvi tak menyahut lagi karena speechless.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.