Sebelum acara table manner benar-benar dimulai, kami dipandu untuk berkeliling hotel oleh si manager dan timnya. Kami bahkan ditunjukkan beberapa tipe kamar andalan milik mereka yakni President Suite dan Family Suite.
"Andaikan kamar gue di rumah begini ya, Mir." Kata Anty berbisik di sebelahku.
"Rumah kamu kudu segede stadium Old Trafford di Inggris, Ty." Sahutku.
Anty terkikik. "Kalo rumah gue segede gitu gue ga bakal kuliah di sini dan berteman sama rakyat jelata macam lo pada."
"Sialan!" Makiku.
Anty tergelak lalu segera menutup mulutnya dengan tangan sebelum suara tawa jeleknya mengacaukan suasana santai di sana.
Setelahnya kami dibawa ke sebuah hall yang sudah diisi meja-meja berbentuk lingkaran yang dikelilingi kursi-kursi. Tiap meja dikelilingi sekitar enam kursi. Aku yang melihat pemandangan ini langsung bahagia bukan kepalang.
Akhirnya waktu makan tiba juga, batinku girang.
Perutku sudah keroncongan dari tadi. Pasalnya aku tidak sarapan lebih dulu karena kupikir acara table manner ini untuk sarapan. Tapi kebahagiaanku musnah seiring dengan pengumuman di mikrofon yang disampaikan oleh pihak hotel yang mengatakan akan ada sambutan-sambutan dan pengarahan sebelum acara inti dimulai.
"Selamat datang, Adik-adik rombongan dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Silakan duduk di kursi yang sudah disediakan." Kata seorang wanita yang termasuk dalam tim hotel yang kumaksud tadi.
Kamipun duduk sesuai nama yang sudah dituliskan di atas meja. Nama itu diundi secara acak sehingga aku, Silvi, Anty, dan Tita duduk terpencar. Aku justru duduk semeja dengan Fanny, Rea, Bima dari kelas yang sama serta Andika dan Bian dari kelas yang berbeda.
"Nama saya Nina Nuhar. Saya humas di Hotel Dynasty ini. Saya-"
Aku sudah tidak bisa konsentrasi lagi karena perutku menjerit minta diberi jatah. Teman-teman di sebelahku juga mulai berbisik hal yang sama. Fanny yang duduk di sebelahku tampak kalem.
"Kamu ga laper, Fan?" Tanyaku iseng.
"Nggak, Mir. Tadi aku sempet sarapan. Roti doang sih tapi lumayan. Kamu?"
Aku meringis. "Aku ga tau kalo bakal ada acara kayak gini dulu. Tau gitu tadi aku beli nasi kuning dulu atau apalah sebelum kemari."
Fanny senyum prihatin meski sadar itu takkan membuatku kenyang seketika. "Sabar aja, Mir. Mungkin jam 12 kita udah mulai makan."
Aku melirik jam di tangan kiriku. Ini baru jam 09.45. Masih lumayan lama. Padahal cacing-cacing di perutku sudah demo dari pagi. Kalau permintaan mereka tidak segera dipenuhi mereka pasti akan mengganjarku dengan rasa perih melilit di malam harinya hingga aku tak bisa tidur.
"Jadi ingat ya. Posisi duduk jangan sampai menyender pada punggung kursi. Jarak antara perut dan meja sebesar dua telapak tangan. Jangan meletakkan siku di atas meja. Jangan pernah gunakan ponsel di meja. Remember! No leaning back. No slouching. Keep your elbows away from the table. No phone."
Aku tak masalah dengan aturan no phone on table tapi aturan-aturan yang lain sungguhlah berat. Berkali-kali aku nyaris menyender dan meletakkan siku di atas meja.
Setelah Nina Nuhar selesai berbicara soal etiket sebelum makan, kali ini seorang pria bernama Wira Prasti, yang mengenalkan dirinya sebagai chef hotel, yang memberi pengarahan soal tetek bengek makanan dan etiket makan.
"Dalam table manner ada tiga hidangan yang disajikan." Kata chef itu. Sebuah tampilan slide presentasi mengiringi penjelasannya.
"Hidangan pembuka disebut appetizer. Hidangan pembuka terbagi menjadi dua: cold appetizer dan hot appetizer. Nah, kali ini appetizer-nya cream soup with garlic bread. Nanti sebelum beralih ke main course juga akan ada salad. Hidangan utama disebut main course. Biasanya ini berupa kombinasi daging, sayur, dan kentang. Sedangkan hidangan penutup disebut dessert. Dessert juga terbagi menjadi hot dessert dan cold dessert."
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.