Cinta lokasi alias cinlok udah jamak terjadi kalau pas KKN. Meski banyak yang beranggapan kalau cinta ala cinlok KKN itu tidak kekal tapi tetap banyak pula korban cinlok ala KKN berjatuhan. Salah satunya adalah Ari dan Sherly. Aku juga ga tau gimana awal mulanya mereka bisa dekat lalu memutuskan berpacaran. Yah, bukan urusanku juga sih. Yang jadi urusanku, dan akhirnya urusan kami berdelapan, adalah ketika aktivitas pacaran mereka mulai meresahkan. Seperti malam itu.
"Udah jam sebelas belum pada tidur?" Tanyaku sambil menyalakan lampu ruang tamu gara-gara terganggu suara cekikikan dua manusia.
"Eh, Mir." Sherly setengah kaget melihatku sudah berdiri di belakangnya dan Ari yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Ari juga agak kaget sampai-sampai dia menarik kembali tangannya yang tadi entah menyusup kemana. Namun, Ari lebih pandai mengontrol ekspresinya.
"Kenapa, Mir?" Tanya Ari santai seperti biasa. "Ga bisa tidur?"
"Kebangun gara-gara ketimpa tangannya Widya yang seberat pager beton. Akhirnya ngimpi ada gempa bumi terus aku ketimpa bangunan roboh." Jawabku lalu menguap lebar. "Sekalian ini mau ambil minum. Haus." Aku mengacungkan gelas yang kubawa.
Demi Tuhan, aku lebih rela tidur di lantai beralaskan selembar tikar daripada harus tidur di sebelah Widya. Widya ini terkenal barbar banget kalau pas tidur. Dia sering melayangkan tangan atau kaki ke teman yang tidur di sebelahnya. Padahal badannya agak gendut. Harusnya dia sedikit sadar diri bahwa kebiasaan buruknya itu bisa berakibat fatal bagi orang lain. Biasanya teman-temanku yang lain kalau pas kebagian tidur di sebelah Widya pasti berdoa dulu semoga Widya tidak memasang posisi aneh. Wulan malah biasanya sengaja tidur agak ke pojok atau meringkuk supaya bagian penting tubuhnya (misalnya wajah, dada, dan alat vital) tidak terkena tendangan kaki atau tamparan tangan Widya.
"Kalian ngapain di sini malem-malem? Gelap-gelapan lagi." Aku iseng bertanya. "Belum ngantuk emang?"
Sherly terlihat salah tingkah. "I-iya. Ini aku juga udah mau ke kamar kok. Tadi cuma ngobrol-ngobrol biasa aja."
Aku menyunggingkan seulas senyum palsu. Ngobrol biasa aja? Dikira mata gue buta apa ga bisa bedain mana ngobrol biasa sama ngobrol ngadi-ngadi? Batinku.
Aku pun segera berjalan mengikuti Sherly di belakangnya setelah memastikan Ari masuk ke kamar cowok. Sebelum masuk kamar aku menuang segelas air ke dalam wadah minum Tupperware yang sudah diwanti-wanti ibu jangan sampai hilang atau aku akan dicoret dari KK karena cicilannya belum lunas.
Di hari berikutnya kedekatan Sherly dan Ari makin intens. Kemana-mana mereka berduaan bahkan seringnya hingga larut malam setelah kami pergi tidur. Beberapa kali aku memergoki mereka berduaan di ruang tamu dengan lampu sudah dimatikan. Sherly terlihat tidak nyaman tapi Ari tampak biasa saja.
"Kok bisa di sini, Mir?" Tanya Ari saat, entah sudah keberapa kalinya aku memergoki mereka, aku muncul lagi di suatu malam mengganggu aktivitasnya dengan Sherly.
"Kamu ga lagi mata-matain kita kan?" Sindir Ari.
"Mata-matain?" Aku tertawa. "Buat apa mata-matain kalian? Kayak yang penting aja."
"Soalnya kamu mulai meresahkan, Mir. Tiap kita ada di sini pasti kamu selalu ada. Aku jadi ngerasa kamu ngebuntutin kita berdua."
Aku ternganga. Apa? Meresahkan katanya? Ga kebalik? Terus apa? Ngebuntutin? Hello, emang aku ga ada kerjaan ngebuntutin orang lagi pacaran?
"Lah, ini posko posko aku juga wajar dong aku ada di sini. Aku mau ada di ruang tamu kek, di ruang tengah kek, di halaman depan kek, di halaman belakang kek, di kamar mandi kek, terserah aku dong. Yang meresahkan tuh kalian berdua. Ngapain malem-malem gini malah berduaan? Entar didatengin setan loh."
"Berarti setannya kamu dong kan kamu yang datengin kita." Cibir Ari yang sontak membuatku bungkam.
Sialan ini orang. Emang bener kan feeling-ku soal Ari ga baik itu emang bener. Sifatnya bener-bener jelek banget. Aku kembali ke kamar sambil menghentak-hentakkan kaki karena kesal.
Awas aja. Liat aja nanti. Kejelekan kamu bakal kebuka satu satu. Like what I said, I'll find your flaws. Ucapku dalam hati.
Beberapa hari kemudian, aku melihat Sherly dan Ari "disidang" di ruang tengah oleh teman-teman yang lain.
"Nah, ini dia. Duduk, Mir." Titah Mas Eko.
Aku yang masih tidak tahu apa-apa jadi bingung melihat kejadian ini. "Ada apa nih?" Tanyaku.
"Kamu sering nge-gap mereka berduaan kan di ruang tamu gelap-gelapan?" Tanya Mas Eko sambil menunjuk Ari dan Sherly bergantian.
Aku melirik ke arah mereka yang tengah menunduk. Malu.
"Emang kenapa?" Alih-alih menjawab, aku malah balik bertanya.
"Ini, Mir, mereka ketahuan ciuman semalem di ruang tamu. Berisik banget pula." Sahut Widya sambil mencibir ke arah Ari dan Sherly.
"Oh." Aku hanya merespon singkat.
"Untung ada Bambang sama Mas Eko semalem kebangun. Coba kalo ga ada mereka berdua entah udah ngapain aja tuh manusia-manusia yang lagi dimabuk asmara ini." Cemooh Widya lagi.
"Aku ga senista itu ya." Ari membela diri.
"Oh ya? Yakin kamu? Posisi kalian semalem udah begitu lho." Widya masih menyudutkan pasangan itu.
"Kamu kan ga liat sendiri, Wid, kenapa nyolot?" Balas Ari tak terima disudutkan.
"Oh, aku emang ga liat sendiri, Ri, tapi ada Bambang sama Mas Eko yang liat. Dua pasang mata itu apa menurutmu masih kurang? Mereka ga mungkin boong ya. Ga ada faedahnya."
"Bisa aja kan mereka melebih-lebihkan."
Widya memutar bola mata. "Asal kamu tau ya, Ri, kita tuh sebenernya udah tau sikap kalian selama ini. Selama ini kita pantau. Bener kan, Mas?"
Mas Eko mengangguk. "Kita sengaja ngetes kalo kalian ditinggal berduaan masih cukup waras ga buat nahan diri buat ini itu. Masih inget buat kontrol napsu ga? Masih inget buat jaga nama almamater ga di kampung orang? Dan ternyata-" Mas Eko menggeleng-gelengkan kepala dengan dramatis.
Sherly yang masih menunduk berkata lirih. "Maaf."
Harga diri Ari tampak terluka gara-gara permintaan maaf Sherly di depan kami berdelapan. Ari lantas ikut menunduk.
"Jujur aja kita semua kecewa sama kalian berdua." Rio yang berucap kini. "Kita ga ngelarang kalian pacaran kok tapi kalaupun kalian pacaran seenggaknya tau batasan lah. Kalo ini kos-kosan kalian, kita ga bakal ambil pusing. Tapi ini posko KKN. Kita tinggal di rumah orang. Seenggaknya kalian tau tata krama."
"Masih bagus aku sama Mas Eko yang nge-gap kalian semalem. Gimana kalo Pak Mahmud? Atau anaknya? Atau bahkan cucunya? Auto diusir deh kalian." Sahut Bambang.
Sherly dan Ari menunduk makin dalam.
"Jangan diulangi lagi. Oke? Aku ngomong ini bukan buat jaga diri kalian berbuat dosa. Demi Tuhan, itu bukan urusanku. Kalian mau ngapain aja terserah tapi itu dilakukan di luar kegiatan KKN. Selama masih ada di sini, dalam kegiatan KKN, jangan lakukan hal-hal yang bisa merusak nama baik kita maupun nama baik almamater. Aku ngomong begini demi kepentingan bersama. Aku ga mau sampe ada yang ditegur, dilaporkan, lalu dikeluarkan dari KKN." Mas Eko memberi peringatan keras yang dijawab anggukan oleh Ari dan Sherly.
Liat aja nanti. Kejelekan kamu bakal kebuka satu satu. Like what I said, I'll find your flaws. Ucapanku waktu itu seperti menjadi sumpah dan akhirnya Tuhan benar-benar menunjukkannya kini bahkan tanpa aku harus repot-repot mencari sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.