Beruntungnya "pinangan" kami ke SD Bantarsoka diterima oleh kepala sekolah. Kami diterima mengajar di sana sampai 3 bulan ke depan. Silvi kebagian mengajar di kelas 2, Tita di kelas 3, aku di kelas 4, Eka di kelas 5, dan Radit di kelas 6. Anty menolak ajakanku untuk bergabung karena dia bilang sudah menemukan sekolah untuk praktik. Jadi, praktis, kami hanya berlima di sana. Kami mengajar bahasa Inggris setiap Selasa dan Kamis pukul 10.00. Kebetulan SD Bantarsoka memang belum ada pelajaran bahasa Inggris sehingga kami dirasa sedikit membantu untuk memperkenalkan bahasa Inggris kepada murid-murid di sana. Kami juga sengaja melobi kepala sekolah agar sebisa mungkin kami mendapat jadwal di hari dan jam yang sama agar kami bisa berangkat bersama-sama. Kebetulan sekali jam kuliah kami juga sama sehingga jam kosongnya pun juga sama.
"Eh, anjir! Gue yang paling ga sabaran di antara kalian kenapa malah dapet kelas paling kecil?" Protes Silvi. Saat itu hari Minggu. Kebetulan Silvi dan Tita sedang main di kosanku.
"Tau ga? Di hari pertama ngajar aja gue udah ngelus dada." Lanjut Silvi.
"Kenapa?" Tanya Fanny yang kebetulan ikut nimbrung. Fanny tidak mengambil mata kuliah IBM karena dia lebih memilih mata kuliah English for Business. Fanny merasa dia tak cocok mengajar karena tidak pandai dalam menyampaikan materi. Padahal Fanny cukup pandai dalam segala mata kuliah.
"Urang kehel, Fan. Eta barudak teu bisa cicing. Rame pisan. Terus aya budak lamun nulis lama pisan. Urang entosan deui teu kelar-kelar. [Aku capek, Fan. Itu anak-anak ga bisa diem. Rame banget. Terus ada anak kalo nulis lama banget. Aku tungguin juga ga kelar-kelar.]" Jelas Silvi menggunakan bahasa Sunda. Maklum, Fanny dan Silvi memang berasal dari tanah Pasundan.
"Roaming ah roaming kalo kalian berdua ngomong. Ngomong pake bahasa yang bisa dimengerti banyak orang gitu lho." Protesku kesal.
"Hehehe maap maap, Mir." Silvi meminta maaf. "Kebiasaan. Di kepala gue kayak ada tombol switch otomatis pas ngobrol sama Fanny tuh langsung pindah ke mode bahasa Sunda."
"Jadi gue tuh kesel banget gara-gara dipegangin kelas 2. Lah isinya bocah piyik semua gitu. Kelas rame banget. Mana ada satu murid cewek yang kalo nulis lamaaaaa banget kayak siput. Sampe kelar jam ngajar gue, dia belum kelar nulis juga. Sampe gue tungguin."
"Lo ngasih tulisannya kebanyakan kali, Vi." Sahut Tita. "Aturan kalo masih kelas 2 gitu jangan disuruh nulis banyak-banyak. Mending kasih gambar-gambar atau fotokopian gitu deh biar mereka ga kebanyakan nyatet."
"Ih, makanya aku males ambil mata kuliah yang ngajar gitu karena males urusan sama bocah." Kata Fanny. "Bikin ga sabaran."
"Eh, eh, eh. Tolong ya. Ngajar anak kelas 2 sih masih untung. Meskipun berisik mereka masih bisa diatur. Aku dong ngajar kelas 4. Luar biasa." Kataku gemas kala mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.
"Bocah diajarin bahasa Inggris bukannya merhatiin yang ngajar malah pada ketawa-ketawa. Mereka bilang "Bu Guru, rika ngomong apa sih jane? Nyong ora ngerti lah. [Bu Guru, kamu ngomong apa sih sebenernya? Aku ga ngerti lah.] Terus mereka malah asyik main lempar-lemparan kertas lah, pulpen lah, kapur lah, topi diputer-puter lah, bocah-bocah pada naik ke atas meja lah, gedor-gedor pintu, atau tabuhan pake meja. Ya Allah, aing ga kuat!!" Keluhku.
"Kok pada ga sopan gitu sih, Mir?" Tanya Fanny prihatin.
"Maklum, Fan, namanya juga sekolah di kampung. Ortu mereka juga biasanya ga sekolah tinggi jadi di rumah ga pernah diajari sopan santun. Meski ada beberapa yang masih sopan sih. Tapi emang rata-rata begitu. Sekolah itu emang terkenal muridnya ga beres sih." Jawab Tita.
"Kenapa lo ga bilang?" Silvi protes pada Tita. "Kalo tau sekolah sampah gitu mending gue ga kesitu tadinya."
"Eh, lo mikir dong. Kalo lo ga kesitu lo mau nyari di sekolah mana lagi? Harusnya lo bersyukur dong udah dapet sekolah buat praktik." Tita menoyor kepala Silvi tanpa ampun. Silvi sampai meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.