"Woy, lo kenapa dah?" Tanya Silvi yang menepuk pundakku dan membuat lamunanku tentang Nicolas buyar.
"E kampret e kampret!" Aku mulai latah. Sial. Nicolas melihat ke arahku dengan senyum tertahan. Sial dua kali. Dia makin ganteng aja. Bisa makin ambyar hatiku. Ya Allah, kuatkan jantungku di dalam sana.
"Lagian lo sih. Lagi enak enak ngobrol lo malah ngelamun. Banyak utang lo?" Tanya Silvi lagi.
Bibirku mengerucut. Menatap sebal ke arah Silvi.
"Are you okay? [Kamu baik-baik saja?]" Tanya Nicolas karena melihatku tiba-tiba diam.
Waduh, aku jadi geer karena Nicolas menanyakan keadaanku.
"I'm totally fine. [Aku baik-baik saja.]" Jawabku.
Nicolas mengangguk lega. Kemudian ponselnya berdering. Ada pesan masuk ternyata. Dia membacanya tapi keningnya berkerut. Bingung.
"Can you translate this? [Kamu bisa terjemahin ini?]" Tanyanya padaku, karena aku duduk tepat di sampingnya, sambil menyodorkan ponselnya padaku. Tak kusangka ponsel yang dipakainya justru ponsel Nokia keluaran lama yang layarnya saja masih berwarna kuning.
Aku membaca pesan dalam Bahasa Indonesia itu. Dari Pak Diaz. Seingatku Pak Diaz ini dosen Bahasa Prancis di kampusku. Aku menerjemahkan pesan Pak Diaz itu dalam Bahasa Inggris dan menyampaikannya pada Nicolas. Kini jadi aku yang bingung. Kenapa Pak Diaz tidak mengirim pesan dalam Bahasa Prancis saja?
"Thank you. [Terima kasih.]" Kata Nicolas sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"How could you come here? [Gimana Anda bisa ke sini?]" Tanya Nova setelah jeda hening beberapa detik.
"By plane. [Pake pesawat.]" Jawab Nicolas yang bikin aku gemas ingin memeluknya. Setelah melihat tampang datar kami bertiga, Nicolas tertawa renyah serenyah Chiki kesukaan anak Indonesia. Omong-omong, kalo kamu baca empat kata terakhir sambil nyanyi berarti kita seumuran.
"Do you mean WHY I'm here? [Maksudnya kenapa aku ada di sini?]" Nicolas meralat pertanyaan yang dilontarkan Nova.
Kami bertiga mengangguk. Nicolas mendesah.
"Well, it's not a good story actually. [Umm, ini bukan cerita yang baik sebenernya.]" Dia memulai ceritanya. "But I'll try to tell you. [Tapi akan saya coba cerita.]"
Kok malah aku yang deg-degan ya?
"I knew Indonesia from a map I found on my desk right after my fiancé broke our relationship when I came home from the draft. I just wanted to go out from home. Far away. I didn't have no idea why she wanted to break up. [Saya tahu Indonesia dari peta yang saya temukan di meja saya begitu tunangan saya memutuskan hubungan kami ketika saya pulang dari wajib militer. Saya cuma ingin pergi dari rumah. Yang jauh. Saya ga tahu kenapa dia memutuskan hubungan kami.]"
"Why didn't you ask her? [Kenapa Anda tidak tanya padanya?]" Aku balik bertanya. Buatku yang, ehem, masih polos ini berhubungan dengan seseorang harusnya mudah. Kalau kamu tak suka, tinggalkan. Rindu, katakan. Salah paham, bicarakan.
"I- I was too afraid to know the truth. I was too coward to face. [Saya- Saya terlalu takut untuk mengetahui kebenarannya. Saya terlalu pengecut untuk menghadapinya.]" Nicolas sedikit menunduk dengan wajah sedih.
Aku, Silvi, dan Nova jadi tertular kesedihannya.
"But now I'm so grateful. If I didn't break up, I'd never know Indonesia. [Tapi sekarang saya bersyukur. Kalo dulu saya ga putusan, saya ga akan pernah tahu Indonesia.]" Tiba-tiba senyum terbentuk di bibir Nicolas yang akhirnya menular lagi pada kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.