Namanya Sigit Pamungkas tapi teman-temannya biasa memanggilnya Tsubasa karena ketrampilannya bermain bola. Dia dari jurusan Sastra Indonesia angkatan 2004. Itu berarti dia dua tahun di atasku. Dia dari Purbalingga. Meski tidak bisa dikategorikan sebagai cowok tampan, bagiku dia punya kharisma. Entah kenapa sejak melihatnya pas hari pertama ospek aku selalu curi-curi perhatian ke arahnya. Kebetulan saat ospek dia jadi seksi dekdok alias dekorasi dan dokumentasi. Aku selalu melihatnya bergelantungan- kesannya jadi kayak monyet tapi aku ga tau istilah lain yang cocok- di ring basket. Kadang nongkrong di balik papan ring cukup lama sampai-sampai aku mengira dia itu sejenis marsupilami atau koala karena senang sekali menghabiskan waktunya di tempat tinggi. Biasanya dia begitu untuk mengecek hasil jepretannya. Tapi tak apa. Itu memudahkanku untuk curi-curi pandang ke arahnya di sela-sela pengarahan para panitia yang buatku membosankan.
Kadang saking halunya, aku berharap kamera yang dipegangnya itu memotretku diam-diam. Iya, kayak cerita-cerita romansa remaja gitu lah. Tapi ternyata enggak. Dia sama sekali ga notis aku. Padahal waktu ospek saat para senior memberi challenge menulis surat cinta bagi panitia yang disukai- aku pernah bahas ini di cerita sebelumnya- aku mengirimkan surat cinta untuknya dengan puisi yang kurangkai dengan segenap jiwa. Aku yakin sekali waktu itu pasti hanya ada segelintir mahasiswi yang memberinya surat cinta. Rata-rata mahasiswa baru pasti akan naksir bagian komdis yang galak-galak itu karena kalo berhasil jadian sama komdis kayak ada bangga-bangganya bisa menaklukkan senior galak atau bagian acara yang heboh-heboh itu karena mereka mejeng terus di depan sehingga dikenal banyak mahasiswa baru. Bisa juga naksir sama escort alias pendamping maba karena temenku beneran ada yang akhirnya jadian sama escort-nya pas ospek. Kalo naksir escort sih biasanya karena witing tresna jalaran saka kulina. Tiap hari ketemu, didampingi, naksir, wajar kan? Cinta datang kan karena kenyamanan bukan semata dari wajah rupawan. Aseeeekkk.
Sampai ospek berakhir, aku tetap tidak dinotis oleh Tsubasa. Tapi tak apa. Aku memang menghendaki demikian. Aku lebih suka jadi pemuja rahasia. Meski aku punya nomor ponselnya yang kudapat dari seorang teman yang ada di jurusan Sastra Indonesia, aku tak pernah sekalipun punya keberanian untuk mengirimkan SMS padanya. Tiap kuliah aku selalu mencari-cari keberadaannya di ruang-ruang kelas yang sering dipakai mahasiswa Sastra Indonesia. Kadang tanpa perlu susah payah mencari, kalau beruntung, aku bisa melihatnya berjalan dengan teman-temannya melewatiku di koridor atau dia sedang berdiri dengan gaya khasnya- berdiri menempel tembok dengan satu kaki diangkat ke belakang menempel tembok juga- yang di mataku keren. Yah, orang kalo lagi naksir sama orang lain apa aja juga jadi keren kan. Bahkan lagi ngeden atau ngupil juga terlihat keren.
Pernah suatu hari- saking ngefans banget sama Tsubasa ini- aku merasa deg-degan dari jarak sepuluh meter ketika sadar bahwa kami ada di koridor yang sama. Dalam tempo itu aku harus memutuskan tiga pilihan yang harus kupilih. Pertama, berjalan melewati koridor itu tanpa mempedulikan keberadaan Tsubasa yang berdiri di depan sebuah ruang kelas. Kedua, berjalan melewati koridor itu lalu menyapanya. Ketiga, pilih koridor di sisi seberang. Akhirnya aku memilih pilihan kedua. Meski pilihan itu sedikit gambling karena belum tentu juga dia akan ngeh bahwa aku memanggilnya karena dia berkumpul bersama teman-teman sekelasnya. Tapi di detik setelah aku melewati dan menyapanya, aku bersyukur telah mengambil keputusan yang tepat. Begitu aku bilang "Permisi, Mas!" dia melihat ke arahku dan tersenyum manis. Manis sekali seraya berkata "Oh, iya silakan." Ternyata ngefans sama senior bisa bikin aku segoblok ini.
Aku juga selalu rela melihat pertandingan bola antar jurusan di kampusku- yah, cuma antara Sastra Inggris dan Sastra Indonesia sih karena di kampusku yang aktif dalam kompetisi cuma dua jurusan itu sedangkan Bahasa Mandarin manusianya sedikit dan didominasi oleh perempuan- padahal aku ga pernah suka nonton bola. Aku juga malah membelot dengan membela jurusan Sastra Indonesia saat Tsubasa yang bermain. Aku tak absen menonton pertunjukan drama yang ada Tsubasa-nya. Pokoknya aku ini fans garis kerasnya Tsubasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.