Kadang ada bagusnya jadi orang cuek kayak aku. Aku ga pernah peduli apa omongan orang, aku juga ga peduli apa yang orang pikirkan tentang aku. Itu ternyata bermanfaat buat kewarasan kita sendiri biar ga kayak Anty yang udah mirip orang gila akhir-akhir ini.
"Gue malu." Kata Anty di panggilan telepon. Suaranya serak seperti habis menangis semalaman. "Gue malu gara-gara orang-orang se-Wanasari udah ngecap gue jelek."
"Lah, emang yang bilang kamu cakep siapa, Ty? Ga usah kegeeran deh!"
"SAMIRAAAAA!! GUE SERIUUUUSSS!!" Aku sampai harus menjauhkan ponsel dari telingaku ketika Anty berteriak.
"Canda, Ty, canda. Jangan marah. Hidup jangan dibawa serius. Asikin aja shay!" Kataku.
"Lo sih enak bisa ngomong gitu. Gue yang malu di sini. Gue sekarang kalo mau ngobrol sama temen-temen posko aja ga enak. Apalagi maen ke posko lain. Bisa-bisa gue dilabrak." Meski suara seraknya hilang, kini terdengar isakan dalam suara Anty.
"Ty, yang namanya gosip tahan berapa hari sih? Berapa minggu? Berapa bulan? Toh, bentar lagi kita juga udah kelar KKN kok. Tenang aja. Badai pasti berlalu." Aku berusaha menenangkannya.
"Aku aja juga kemaren sempet terkenal sejagad Wanasari bahkan sampe Tanjung dan Purbalingga. Keren kan? Cuma gara-gara omongan laknatnya Radit yang bilang aku udah jadian sama Bambang makanya kita putus. Itu kurang taik apa coba?" Sambungku sambil melumat kertas laporan yang sudah kuketik capek-capek semalam hingga jadi buntelan ancur.
"Sialan! Kenapa kertas ini rusak gini jadinya? Goblok!" Makiku pada diri sendiri.
"Lo kenapa sih?" Tanya Anty.
"Eh, anu- Bentar, Ty. Mampus deh aku!" Aku segera membuka laptop lalu membuka file dokumen yang sama kemudian segera mencetak ulang laporan itu sebelum Bambang melihatnya dan mencabik-cabikku jadi potongan kecil dan dijadikan makanan kucing.
"Mir? Samira? Lo masih di telepon kan? Mir? Ada masalah?" Tanya Anty cemas karena aku tak kunjung membuka suara.
"Halo. Halo. Eh, iya, Ty, sorry sorry. Tadi ada kecelakaan kecil. Aku ga sengaja remas-remas kertas laporan yang udah di-print. Untung aja file-nya masih kesimpen jadi bisa aku print ulang. Terima kasih, Ari, kamu udah bawa printer. Cecunguk itu ada gunanya juga ternyata." Kataku dengan senyum bahagia setelah laporan itu selesai dicetak. Aku segera merapikan laporan milikku dan menyimpannya ke dalam stopmap Snelhecter transparan.
"-geb lu!" Kata Anty sambil terkikik.
"Apa, Ty?" Tanyaku karena tak mendengar dengan jelas perkataan Anty barusan.
"Lo. Ogeb. Bego." Anty lalu tertawa. "Bisa-bisanya laporan lo remes-remes."
"Laporannya aja yang deket-deket tanganku. Minta diremes kan jadinya."
Anty tertawa terbahak. Sepertinya dia sampai memukul-mukul sesuatu karena terdengar bunyi gaduh.
"Aku seneng akhirnya kamu bisa ketawa juga, Ty. Gitu dong." Kataku.
"Makasih ya, Mir. Lo emang sahabat paling konyol dan gila yang gue kenal di sini. Meskipun lo kadang jadi yang paling bolot, paling polos, paling nyakitin omongannya tapi lo yang paling tulus dan bisa bikin ketawa." Anty terdengar menyusut hidung.
"Santai aja. Aku biasa dipuji kok. Ga usah sungkan-sungkan."
"BANGKEEE!!" Makinya kemudian.
Kini giliranku yang terbahak.
"Lo sih kemaren terkenal karena salah paham doang, Mir. Nah, gue-"
"Ty, sama aja. Namaku juga udah jelek di mata banyak orang terutama anak Biologi. Beberapa anak Sasing juga ada yang percaya kalo yang bukan temen deket dan ga ngerti aku kayak gimana selama di kampus. Tapi karena aku orangnya bodo amatan jadi ya udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.