Namanya Irasidin tapi biasa dipanggil Buluk. Serius. Ini bukan julukan dari teman-teman tapi dia sendiri yang memperkenalkan dirinya sendiri dengan panggilan itu saat ospek.
"Nama saya Irasidin. Panggil aja Buluk."
Seisi aula yang diisi mahasiswa baru dan panitia itu tertawa saat dia menyebutkan nama panggilannya sambil cengar cengir bangga. Tapi, bukan berniat merendahkan, menurutku panggilan itu memang cocok untuknya. Penampilannya sangat berantakan sampai-sampai aku tak bisa membedakan mana wajah Iras mana uang seribuan lepek yang abis kena cuci.
"Buluk?" Dosen Syntax-ku bahkan mengernyitkan keningnya saat Iras memperkenalkan dirinya dengan panggilan itu.
"Yes, Ma'am. Just call me Buluk. [Iya, Bu. Panggil saja saya Buluk.]" Iras nyengir.
"Buluk? Doesn't that mean ugly? [Buluk? Bukannya itu berarti jelek?]" Dosenku masih tak percaya Iras menyuruhnya memanggil dengan panggilan itu.
"Yes, Ma'am. [Iya, Bu.]" Iras masih nyengir. Kali ini bahkan lebih lebar.
Dosen Syntax-ku yang bernama Bu Yuni itu terdiam sesaat. Menatap Iras dengan pandangan tak terdefinisi. Lalu dia menggeleng.
"No. I won't call you with that name. I'll call you Iras. Okay? [Nggak. Saya ga akan manggil kamu dengan nama itu. Saya akan panggil kamu Iras. Oke?]"
"Okay. [Oke.]" Iras masih tetap nyengir. Mungkin giginya habis pakai Pepsodent satu tube penuh sampai tidak bisa mingkem lagi saking kakunya.
Jujur saja Iras ini tipe temen yang bakalan aku hindari. Bukan karena penampilannya sih sebenernya. Aku tak peduli kalaupun dia lecek atau bahkan bau sekalipun (karena toh hidungku tidak begitu peka soal bau, ingat kan?). Aku hanya merasa kalau penampilannya, yang nyatanya memang lecek, itu sedikit berbeda. Aku juga tak akan mengajaknya bicara karena dia seperti orang mabuk kalau diajak ngomong. Selain itu, sejak awal melihatnya aku sudah punya pandangan tidak baik jika dekat-dekat dengannya. Nggak, dia emang ga jahat. Namun, firasatku benar soal aku harus menjaga jarak dengannya. Dan setelahnya aku telanjur antipati sama Iras karena suatu hal. Hey, jangan salahkan aku dulu. Biar kuceritakan dulu kenapa aku seperti itu.
Oke, kita flashback lagi ke semester lalu. Aku ingat sekali kejadiannya. Saat itu jam 7 pagi. Aku ada kelas Reading 4. Dosennya saat itu juga Bu Yuni, sama seperti mata kuliah Syntax. Pagi itu, sialnya, aku duduk tepat di sebelah Iras. Aku sudah akan pindah tapi ternyata semua kursi di ruangan itu sudah penuh terisi. Saat akan bertukar tempat duduk dengan Silvi yang ada di sebelahku, Bu Yuni sudah keburu masuk kelas dan membuka kuliah pagi itu. Akhirnya aku mengurungkan niatku.
Awalnya aku melihat Iras agak berbeda pagi itu. Mulutnya yang biasanya selalu cerewet mengomentari apa saja (Iras bisa dibilang Rebellion versi perseorangan) justru terdiam membisu. Tubuhnya gemetar hebat.
Oh, mungkin kedinginan. Pikirku saat itu. Meski hal itu agak mustahil karena buatku yang alergi dingin saja cuaca pagi itu bahkan tidak sedingin biasanya. Kipas angin di ruangan kelas juga belum dinyalakan.
Saat aku sedang memikirkan kemungkinan penyebab Iras menggigil, tiba-tiba saja Iras pindah tempat duduk di depanku, bertukar tempat dengan Fela. Seketika aku merasa lega.
"Kenapa, Mir?" Tanya Fela. Mungkin tadi dia melihat wajah tegangku.
"Oh, ga papa, Fel. Abis kentut jadi lega." Jawabku asal. Fela mengerutkan dahi lalu tertawa kecil.
"Bisa aja kamu, Mir."
"Bisa dong." Aku tertawa juga. Padahal aku tidak sepenuhnya bohong. Barusan aku memang kentut. Meski bukan itu sebenarnya alasan wajah tegangku berubah jadi lega. Tapi aku sengaja menggunakan trik psikologis yang kubaca dari komik Detektif Conan: pelaku (kejahatan) profesional akan membuat dirinya sendiri dicurigai sebagai pelaku (kejahatan) agar dirinya tidak dianggap sebagai pelaku (kejahatan). Logikanya begini. Tidak mungkin seorang pelaku (kejahatan) akan membuat dirinya sengaja dituduh melakukan kejahatan. Kebanyakan pelaku (kejahatan) amatir pasti akan mengarahkan kecurigaan pada orang lain. Jadi kalau nanti tiba-tiba ruang kelas jadi heboh karena tercium bau busuk, setidaknya Fela tidak akan menuduhku. Aku mengaku baru saja kentut dan bahkan Fela menganggap aku sedang bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.