Nama aslinya Rifan tapi para cowok di kelasku, terutama anggota Rebellion, memanggilnya dengan sebutan Subad yang merupakan singkatan dari Asu Baturraden. Kenapa Asu? Kenapa Baturraden? Kalo Baturraden sih karena Rifan berasal dari sana. Kalo Asu sih karena dia mirip-
"Asu! Miki Subad nyilih duite kowe ora? [Anjing. Barusan Subad minjem duit kamu ga?]" Tanya Andri pada Eka.
"Iya koh. Nyilih sepuluh ewu tok sih jare nggo tuku sega. Tapi ganu ya tau nyilih duite nyong urung dibelekna ngasi siki. Nek ditotal ya ana telungatus lah. [Iya loh. Minjem sepuluh ribu aja sih katanya buat beli nasi. Tapi waktu kapan ya pernah minjem duitku sampe sekarang belum dibalikin. Kalo dijumlah ya ada tiga ratus lah.]" Jawab Eka.
"Ngapa, Ndri? Subad nyilih duite kowe apa? [Kenapa, Ndri? Subad minjem duitmu apa?]"
"Iya. Seket. Asu pancen! [Iya. Lima puluh. Anjing emang!]" Sahut Andri.
"Esih mending gur nyilih duit, Broh! [Masih mending cuma minjem duit, Bro!]" Bima tiba-tiba menyela pembicaraan Andri dan Eka.
"Kowe ngerti ora siki Subad numpang turu nang sapa? [Kamu tau ga sekarang nebeng tidur ke siapa?]"
Andri dan Eka menatap Bima dengan penuh belas kasihan karena sudah bisa menebak jawaban dari Bima atas pertanyaannya sendiri.
"Selamat ya, Broh!" Andri menepuk pundak Bima. Eka juga melakukan hal yang sama. Sementara Bima berakting menangis.
"Uwis pirang dina, Bim? [Sudah berapa hari, Bim?]" Tanya Eka.
"Seminggu." Jawab Bima dengan sedih. "Galon wis entek. Sapa sing ngentekna? [Galon udah abis. Siapa yang ngabisin?]"
"Subad." Andri dan Eka menjawab serempak.
"Pas nyong kencot arep gawe Indomie, goleti Indomie nang lemari jebule wis entek. Sapa sing ngentekna? [Pas aku laper mau bikin Indomie, nyari di lemari ternyata udah abis. Siapa yang ngabisin?]"
"Subad." Andri dan Eka menjawab serempak lagi.
"Pas arep ngopi, goleti kopi nang lemari jebule wis entek. Sapa sing ngentekna? [Pas mau ngopi, nyari kopi di lemari ternyata udah abis. Siapa yang ngabisin?]"
"Subad." Mereka masih setia menjawab dengan berbarengan.
"Pas arep mbayar Indihome jebule tagihane luwih akeh sekang wulan wingi sapa sing nganggo? [Pas mah bayar Indihome ternyata tagihannya lebih banyak dari bulan kemarin siapa yang make?]"
"Subad."
"Esuk-esuk ya wis nyilih duit sepuluh ewu jere arep nggo tuku sarapan. Tapi miki nyelang duit maning maring Eka. Terus nyelang duite Andri. Dela maning turu nggon kowe-kowe pada. [Pagi pagi ya udah minjem duit sepuluh ribu katanya buat beli sarapan. Tapi barusan minjem duit lagi ke Eka. Terus minjem duitnya Andri. Bentar lagi tidur di tempat kalian semua.]" Andri dan Eka langsung berekspresi horor begitu mendengar kata-kata Bima itu.
"Cocote! Aja lah, Broh. Nyong wis cukup menderita! [Mulutmu! Jangan lah, Bro. Aku udah cukup menderita!]"
"Nek kowe menderita nyong apa, Ndri? Nyong kudu kepriwe kie lah? Seminggu tok be wis rugi akeh nyong! [Kalo kamu menderita lah aku apa, Ndri? Aku kudu gimana ini lah? Seminggu aja udah rugi banyak aku!]" Bima berakting menangis lagi.
Oh ya, aku lupa menjelaskan kenapa Subad eh Rifan eh Subad- whatever- bisa dengan leluasa menumpang di rumah Bima. Bima ini tinggal sendiri di sebuah rumah milik budenya. Orang tuanya berpisah dan entah pergi kemana. Sementara budenya pergi merantau ke luar kota. Akhirnya Bima menempati rumah budenya sekaligus untuk menjaga rumah budenya. Bima selama ini diurus dan di bawah perwalian budenya karena kedua orang tuanya pergi meninggalkan Bima saat Bima masih kecil.
Di antara anggota Rebellion, Bima memang yang paling apes karena selalu ditumpangi oleh Subad. Anggota Rebellion yang lain lebih beruntung karena paling banter Subad hanya meminjam uang sebab mereka masih tinggal bersama orang tua masing-masing. Tapi takaran 'hanya' versi Subad tentu tetap di atas batas tahu diri manusia manapun. Apalagi Bima tipe orang yang agak ga enakan sama orang lain. Meski misuh-misuh di belakang dia akan tetap menerima kehadiran benalu macam Subad.
Radit juga punya kisah apes yang sama dengan Bima. Karena Radit ngekos, Subad kadang juga berpindah ke kosan Radit ketika dirasa sudah terlalu lama menumpang di rumah Bima.
"Apes. Aku apes." Kata Radit suatu hari padaku.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Subad datang ke kosanku. Dia bawa tas. Perasaanku langsung jadi ga enak." Kata Radit lemas. Sebegitunya efek Subad pada cowok-cowok di kelasku sampai-sampai mendengar namanya saja langsung berefek lemas dan berkata-kata kotor yang menimbulkan dosa. Amitaba.
"Dia nginep di kos kamu?" Tanyaku lagi.
"Mir, nginep itu masih alus. Kalo Subad bukan nginep lagi tapi numpang idup." Kata Radit kesal.
"Ya tinggal ditolak aja dong."
"Aku ga enak mau nolaknya."
Aku mendecih dalam hati. Dasar! Kalo sama ceweknya sendiri ngata-ngatain nilainya kecil lemes banget mulutnya giliran sama temen yang bangsat begitu dia kagak berani.
"Ya udah. Selamat ditumpangin idup sama Subad ya, Dit." Kataku sambil berlalu dari hadapannya.
"Lah, Mir, kasih aku solusi kek." Radit mengejarku tapi kuacuhkan.
Aku tidak begitu mengenal Subad. Tapi di antara cowok-cowok di kelasku dia seperti legenda. Sekali menyebutkan namanya saja mereka langsung merinding. Mereka pasti ketakutan karena khawatir Subad menumpang hidup pada mereka.
Oh ya, Subad ini sebenarnya ber-KTP Bengkulu tapi di Baturraden dia punya nenek sehingga dia bisa dilepas untuk berkuliah di Jawa. Aku tidak begitu mengenal latar belakang keluarganya sehingga aku tidak bisa bercerita banyak tentang dirinya. Aku terkadang penasaran apa yang membuat dirinya luntang-lantung meski sudah ada keluarga di Purwokerto. Apakah neneknya tidak mampu? Apakah ada masalah di rumah neneknya sehingga dia lebih memilih tinggal nomaden di tempat teman-temannya? Apakah dia memang sebegitu tidak mampu sehingga harus menumpang dan berhutang sana sini? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain di benakku. Namun, terlepas dari tabiatnya yang tidak baik itu bagiku Subad tetaplah mahasiswa yang cerdas. Dia sering terlibat diskusi dan tak ragu memberikan pendapatnya mengenai isu-isu tertentu di kampus. Pemikirannya terhadap sesuatu juga luas. Bahasa Inggrisnya juga cukup tertata. Hanya saja, sayangnya, sifat minta diempanin itu memang sedikit mirip-
"ASUUU!! Subad nganggo sempake nyong berarti??! [ANJIIING!! Subad make celana dalamku berarti?]" Kudengar Bima murka diselingi makian di belakangku. Andri dan Eka yang masih ada di sekitar Bima tertawa terbahak.
Aku juga terkikik geli kali ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.