Saat aku dan banyak temanku bersukacita karena akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi dan sedang disibukkan dengan euforia persiapan wisuda, kami justru mendapat berita duka.
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un." Aku, Silvi, Tita, dan Nuya tak kuasa menahan tangis saat mendengar berita duka yang dibawa Naras.
"Meninggal kemarin siang." Lanjut Naras yang membuat kami makin sesak.
"Meninggal kenapa, Ras?" Tanyaku.
"Kecelakaan. Tabrak lari. Kepalanya ngebentur trotoar terus jadi ada pendarahan dalam. Sempet koma beberapa hari katanya tapi ortunya ga kasih kabar apa-apa ke aku karena ga enak takut ngeganggu persiapan wisudaku. Tapi akhirnya aku tau juga karena aku yang duluan telpon ke sana. Abisnya Anty ga balik-balik padahal katanya cuma ambil baju kebaya doang. Aku kan jadi penasaran ada apa. Mana bentar lagi wisuda kan. Ga taunya keluarganya Anty ngasih berita duka ini."
Kami semua diam.
"Terus wisudanya Anty nanti gimana?" Tanya Tita.
"Aku yang ngurus semua, Ta. Nanti ortunya yang mewakili naik ke podium."
Aku, Tita, Silvi, dan Nuya mengangguk paham. Tak pernah kami sangka sebelumnya bahwa Anty akan pergi secepat ini. Bahkan Anty pergi sesaat sebelum perayaan wisudanya sendiri. Harusnya kan Anty bisa berdiri mengenakan toga bersama kami. Harusnya kan Anty bisa tersenyum bahagia sambil memamerkan ijazahnya. Harusnya kan kami masih bisa mengambil foto bersama. Harusnya kan kami masih bisa saling bertanya tentang masa depan. Harusnya...
"Udah, Mir, ikhlasin aja." Kata Nuya sambil mengelus-elus punggungku yang bergetar karena menangis sesenggukan.
"Tapi, Nuy, kenapa harus Anty? Kenapa sekarang?" Aku berusaha bicara di sela-sela tangisku.
"Pernah denger ga kata-kata bijak yang bunyinya begini: beautiful flower always picked up first? Bunga yang cantik pasti dipetik lebih dulu? Kenapa? Karena dia cantik. Dia menarik. Dia yang selalu menarik perhatian supaya diambil. Nah, yang tertarik sama Anty itu adalah Allah. Soalnya Allah sayang banget sama Anty. Anty orang baik makanya Allah jaga Anty dengan memanggilnya duluan."
Ya, kata-kata Nuya ada benarnya. Tapi sejujurnya aku masih tak rela. Anty adalah orang pertama yang kukenal begitu menginjakkan kaki di Purwokerto. Kami sempat satu kos selama satu tahun. Banyak kejadian yang kami alami bersama. Banyak hal yang kami lalui bersama. Banyak suka duka yang kami rasakan bersama. Tingkahnya yang kadang konyol, kata-katanya yang kadang menimbulkan tawa, senyumnya yang manis, sifat tidak-enakan yang membuatnya segan meminta pertolongan, kebiasaannya mencatok rambut tiap pagi sebelum berangkat kuliah, ketomboyannya, segala hal tentang Anty masih terekam jelas dalam ingatanku.
Aku bahkan masih ingat saat Anty mengeluhkan sulitnya proses skripsi yang harus dilaluinya.
"Gue mesti ke Jogja nih." Ceritanya waktu itu. "Sama siapa ya enaknya? Gue ga enak kalo sendirian. Gue kan ga tau Jogja sama sekali."
"Emang ada apaan, Ty?" Tanyaku bingung karena setahuku Anty sedang sibuk skripsi tapi kenapa tiba-tiba dia pengen liburan ke Jogja.
"Gue disuruh semprop di Jogja." Katanya dengan nada sedih.
"Lah, kok bisa?" Tanyaku.
"Lo tau kan Bu Aida lagi S2 di Jogja. Nah, dosbing gue kan dia. Dia katanya lagi ga bisa ninggalin perkuliahan makanya dia nyuruh anak-anak bimbingannya ke Jogja buat yang mau semprop."
Aku langsung emosi. Padahal bukan aku yang di bawah bimbingan Bu Aida.
"Jadi dosen pembimbing kan udah tugasnya. Dia dikasih amanat jadi dosen pembimbing ya itu semua risikonya ditanggung dia dong. Kok jadi mahasiswa bimbingannya yang nanggung beban?" Kataku sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)
General FictionPersahabatan bagai kepompong Mengubah ulat menjadi kupu-kupu . . . Meski aku benci kupu-kupu tak apalah karena mereka adalah teman-teman ajaib yang membuatku beruntung mengenal mereka.