Tiga

25 3 0
                                    

Ketika Bliss bangun dipagi itu, hal pertama yang terlintas dalam pikirannya adalah jendela putih yang bersinar itu tampak akrab. Mengapa mereka tampak akrab? Tidak. Itu tidak benar. Itu bukan pertanyaan yang tepat untuk ditanyakan. Dia mendapatkan kembali kendali atas dirinya. Itu terjadi. Tapi sekarang dia harus berkonsentrasi. Setiap hari dia harus mengajukan tiga pertanyaan penting pada dirinya sendiri, dan itu bukan salah satunya.

Pertanyaan pertama yang dia tanyakan pada dirinya sendiri adalah siapa namaku?
Dia tidak dapat mengingatnya.

Seperti mencoba menguraikan coretan di selembar kertas. Dia tahu apa yang seharusnya dikatakan. Tapi dia tidak dapat menuliskannya. Seperti memiliki sesuatu yang ada di luar jangkauannya, dibalik sebuah pintu yang tertutup, dan dia kehilangan kuncinya. Atau seperti berjalan dengan mata yang buta. Dia meraba-raba dalam gelap dan berusaha untuk tidak panik.

Siapa namaku?

Namanya. Dia mengingat namanya. Di sisi lain... di sisi lain... dia tidak mau memikirkan hal itu.

Pada zaman dahulu ada seorang gadis bernama...

Pada zaman dahulu ada seorang gadis bernama...

Dia punya nama yang tidak biasa. Dia sangat mengetahui hal itu. Itu bukan jenis nama yang kau temukan di cangkir keramik di toko-toko hadiah bandara atau di souvenir piringan kecil yang bisa kau gantung di pintu kamar tidurmu setelah kau kembali dari Disneyland. Namanya cantik dan tidak biasa dan punya arti. Sesuatu yang berarti salju atau napas atau sukacita atau kebahagiaan atau... Bliss. Ya. Itu dia. Bliss Llewellyn. Itu namanya! Dia ingat! Dia memeluk dirinya sendiri sekuat yang dia bisa. Namanya. Dirinya sendiri. Selama dia bisa mengingat siapa dirinya, dia baik-baik saja. Dia tidak menjadi gila. Setidaknya tidak untuk hari ini.

Tapi itu sulit. Itu sangat, sangat sulit karena sekarang ada tamu yang harus dipertimbangkan. Tamu yang ada di dalam dirinya, yang merupakan dirinya, untuk semua maksud dan tujuan. Tamu yang menjawab namanya. Dia menyebutnya tamu karena dia lebih mudah percaya bahwa keadaannya hanya sementara. Apa yang tamu lakukan, setelah semuanya? Mereka pergi.

Bliss bertanya-tanya apakah kau masih dirimu jika orang lain yang membuat keputusan. Bicara dengan suaramu? Berjalan dengan kakimu? Menggunakan tanganmu untuk membawa kematian pada orang yang paling kau cintai? Dia bergidik. Sebuah kenangan yang tiba-tiba datang padanya. Seorang pria berambut gelap terbaring lemah di tangannya. Siapa itu? Jawabannya ada di suatu tempat, tapi dia harus menggalinya. Gambaran itu memudar. Semoga dia akan ingat nanti. Sekarang pindah ke pertanyaan kedua.

Dimana aku?

Jendela. Jendela itu adalah petunjuk. Sudah cukup dia bisa melihat sesuatu. Itu terjadi sangat jarang sekarang. Sebagian besar terjadi saat dia terbangun dalam kegelapan. Dia berkonsentrasi pada jendela. Dengan kayu dan dicat putih. Mempesona dengan caranya sendiri, sesuatu yang menarik dari sebuah rumah pertanian atau sebuah pondok inggris kecuali mereka terlalu terang, terlalu mengkilap dan sempurna. Lebih seperti ide Martha Stewart dari sebuah pondok inggris daripada yang nyata. Ah. Tidak heran mereka tampak akrab. Bliss tahu di mana dia sekarang. Jika dia masih bisa tersenyum, dia akan melakukannya.
Hamptons. Dia berada di rumahnya Hamptons. Mereka ada di Cotswold. BobiAnne menamai rumah itu. BobiAnne? Bliss melihat gambar seorang wanita tinggi, kurus mengenakan terlalu banyak riasan wajah dan perhiasan berukuran raksasa.
Dia bahkan bisa mencium aroma parfum beracun dari ibu tirinya. Semuanya kembali sekarang, dan kembali dengan cepat.

Suatu musim panas, selama pesta makan malam di rumah seorang desainer terkenal, BobiAnne mengetahui bahwa semua rumah-rumah besar di daerah itu memiliki nama. Para pemilik menamai rumah mereka, Mandalay atau Oak Valley, tergantung seberapa mewahnya mereka. Bliss menyarankan mereka menamainya Dune House karena bukit pasir yang besar di tepi pantai perumahan. Tapi BobiAnne punya ide lain. Cotswold. Wanita itu bahkan tidak pernah ke inggris.
Oke. Bliss lega. Dia tahu di mana dia berada, tapi itu tidak masuk akal. Apa yang dia lakukan di Hamptons?

Dia adalah orang asing dalam hidupnya sendiri, turis dalam tubuhnya sendiri. Jika seseorang bertanya padanya seperti apa rasanya, Bliss akan menjelaskan hal itu: seperti kau sedang mengendarai mobil, tapi kau sedang duduk di kursi belakang. Mobil itu mengendalikan dirinya sendiri dan kau tidak punya kendali. Tapi itu adalah mobilmu. Setidaknya kau pikir begitu. Dulu, itu milikmu.

Atau seperti di film. Film itu adalah hidupmu, tapi kau tidak membintanginya lagi. Orang lain yang mencium bos tampan dan membuat monolog dramatis. Kau hanya menonton. Bliss adalah seorang pengamat dalam hidupnya sendiri. Dia bukan Bliss lagi, tapi hanya kenangan Bliss yang ada. Terkadang dia bahkan tidak yakin bahwa dia pernah benar-benar ada.

The Van Alen Legacy (Book 4 Blue Bloods)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang