Sepuluh

13 2 0
                                    

"Lihatlah dirimu," Oliver bergumam, datang dari belakang untuk beristirahat, dengan tangan hangat yang merangkul pinggul Schuyler. Schuyler menoleh kearah Oliver dengan senyum lembut dan meletakkan tangannya di bahu oliver dengan kuat sehingga mereka secara praktis saling merangkul. Apa pun yang terjadi malam ini, setidaknya mereka saling memiliki. Ini adalah sumber penghiburan terbesar untuk mereka berdua.

"Kau tidak terlihat terlalu buruk,? Kata Schuyler. Oliver berpakaian seperti pangeran mongolia, mengenakan jaket brokat emas yang bagus dan sorban putih di atas rambutnya yang berwarna coklat. Sebagai jawabannya, Oliver mengambil tangan schuyler yang berhiaskan berlian dan menekannya ke bibirnya, mengirimkan getaran yang nikmat di tulang punggung schuyler. Temannya dan rekan manusianya.
Mereka adalah tim. Seperti Los Angeles Lakers, tak terkalahkan, Schuyler tidak habis pikir. Oliver selalu membuat lelucon saat dia gugup.

"Apa ini?" Tanyanya, sewaktu Oliver menekan sesuatu ke telapak tangan Schuyler.

"Aku menemukannya di taman tadi," kata Oliver, menunjukkan padanya semanggi dengan empat daun. "Untuk keberuntungan".

"Aku tidak butuh keberuntungan, aku punya kau," dia ingin mengatakan, tapi dia tahu Oliver akan berpikir itu norak. Sebaliknya, dia menerima bunga itu dan memasukkannya ke dalam sarinya dengan tersenyum.

"Bolehkah kita," tanya Oliver, ketika bhangra pop berakhir dan orkestra beralih ke versi waltzy dari the Beatles norwegia Wood.

Oliver membawanya ke tengah lantai dansa yang terletak di grand ballroom di luar halaman. Ruangan itu dihiasi dengan lentera cina yang mengapung, bola cahaya yang tampak tidak cocok dengan arsitektur klasik prancis. Hanya ada beberapa orang yang menari, dan Schuyler khawatir mereka akan terlihat mencolok sebagai orang termuda di lantai dansa selama beberapa dekade. Tapi Schuyler selalu menyukai lagu ini, walaupun tidak seperti lagu cinta pada umumnya. # I once had a girl, or should I say, she once has me. # Dan dia suka kalau Oliver mau menari.

Oliver mengulurkan lengannya pada schuyler dan melangkah ke arah tengah lantai dansa. Menyandarkan kepalanya di pundak oliver  sewaktu pria itu memutar pinggangnya. Dia berharap hanya menari yang harus mereka lakukan. Sangat menyenangkan hidup pada saat itu, menikmati memeluk Oliver begitu erat, untuk sebentar saja berpura-pura bahwa mereka hanya dua orang muda yang jatuh cinta dan tidak ada yang lainnya.

Oliver membawanya dengan mulus di setiap tarian, hasil pelajaran ballroom dari ibu oliver yang terobsesi dengan etika. Schuyler merasa anggun seperti balerina dalam kepercayaan diri oliver. "Aku tidak pernah tahu kau bisa menari," godanya. 

"Kau tidak pernah bertanya" Kata oliver. memutar schuyler sehingga celana kulot sutra itu melayang dengan indah di pergelangan kakinya.

Mereka menari melewati dua lagu lagi, Polonaise (tarian lambat dari Polandia) yang mudah diingat dan lagu rap populer, musik yang gila dengan campuran nada tinggi dan rendah, Mozart untuk m.I.A , Bach ke Beyonc. Schuyler menemukan dia benar-benar menikmati waktunya sendiri. Kemudian musik tiba-tiba berhenti, dan mereka menoleh untuk melihat apa yang menyebabkan keheningan itu terjadi.

"Sang Countess dari Paris, Isabelle dari Orleans," pemimpin orkestra mengumumkan, seorang wanita yang mengesankan, sangat cantik untuk usianya, dengan rambut hitam seperti batu bara dan keluarga bangsawan memasuki ruangan. Dia berpakaian seperti ratu Sheba, mengenakan tudung kepala yang terbuat dari emas dan batu Lapis biru. Tangan kanannya memegang sebuah rantai emas yang sangat besar, dan berdiri di ujung rantai itu seekor macan tutul hitam yang mengenakan kalung berlian.

Schuyler menahan napas. Jadi itu countess. Harapan untuk meminta perlindungan dari wanita itu tiba-tiba tampak lebih menakutkan daripada sebelumnya. Dia mengira countess akan terlihat gemuk, tua, dan lusuh atau bahkan seorang wanita tua kecil dalam setelan berwarna pastel dengan sekelompok corgis. Tapi wanita ini tampak modern dan berkualitas tinggi; Dia tampil asing dan jauh dari kata dewa. Kenapa dia harus peduli dengan apa yang terjadi pada Schuyler?

Tapi, mungkin countess hanya ingin tampak angkuh dan tidak dapat disentuh. Lagi pula, pesta ini pasti tidak mudah baginya. Schuyler bertanya-tanya apakah countess sedih kehilangan rumahnya. Hotel Lambert telah menjadi bagian di keluarganya selama beberapa generasi. Schuyler tahu krisis keuangan global baru-baru ini telah menjatuhkan nilainya, bahkan rumah-rumah termegah dan keluarga terkaya. Hazard-perry telah berinvestasi dengan baik: Oliver mengatakan kepadanya mereka telah keluar dari pasar setahun sebelum kejatuhan. Tapi di seluruh Upper East Side, Schuyler mendengar bahwa perhiasan sedang dilelang, karya-karya seni dijual, portofolio dilikuidasi. Sama seperti di eropa. Tak satu pun dari keluarga darah biru lainnya yang bahkan mampu untuk membeli Lambert. Hotel itu harus pergi ke seorang pengusaha, dan itu berhasil.

Sang countess melambaikan tangan kepada tamunya ketika ballroom meledak dalam tepuk tangan, Schuyler dan Oliver bertepuk tangan semeriah yang lainnya. Kemudian Isabelle keluar, musiknya mulai lagi, dan ketegangan di ruangan itu mereda. Mereka menghembuskan nafas bersama-sama.

"Jadi apa yang Baron katakan?" Schuyler bertanya, sementara Oliver memutar-mutarnya menjauh dari tengah ruangan.

Baron de Coubertin bertugas di tempat countess dan melayani perempuan itu sebagai manusia penghubungnya, sama seperti Oliver pada Schuyler. Anderson telah mengatakan kepada mereka pertemuan dengan countess hanya bisa difasilitasi oleh baron. Dia adalah kunci untuk naik banding. Tanpa izin dari sang countess, mereka tidak akan pernah bisa menjangkau seluruh wilayah kekuasaan sang countess.

Rencananya adalah Oliver akan memperkenalkan dirinya saat baron tiba di pesta, menghalangi pria itu saat dia keluar dari kapal.

"Kita akan segera mengetahuinya," kata Oliver, tampak gelisah.

"Jangan melihat ke atas. Dia menuju kemari."

The Van Alen Legacy (Book 4 Blue Bloods)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang