24 (Together Night)

55 5 4
                                    

Hai hai hai!!!

Apa kabar?

Semoga selalu baik dan selalu bahagia. Amin ya rabbal Al-Amin.

Jangan lupa tersenyum.

Aku tersenyum online.

----o0o----

"Kak Leeanka."

Leeanka masih diam memandang ribuan bintang di langit sana. Dia menghiraukan seseorang yang berdiri di sampingnya.

Pikirannya melayang jauh entah ke mana. Sesak di dadanya membuat dia seakan tuli dan mati rasa.

"Kak Leeanka," panggil orang itu lagi.

Pemuda yang kini tengah berbaring di kursi taman dengan kaki yang melewati pembatas kursi itu masih bergeming. Tatapannya damai seolah tengah menunggu sesuatu jatuh dari langit malam di sana. Menunggu sebuah keajaiban yang akan memperbaiki hidupnya.

"Kak Leeanka," panggil orang itu lagi dengan nada yang sama.

Rainka mengembuskan napasnya. Dia tidak boleh menyerah mengajak pemuda itu untuk bersuara. Meski pemuda itu mengabaikannya, dia akan berjuang sampai sepatah kata keluar dari mulut Leeanka.

"Leeanka Rheinazie."

"Pergi." Satu kata terdengar sangat datar. Tapi entah kenapa Leeanka menjadikannya penuh penekanan.

Rainka bergeming. Dia setia menatap Leeanka. Meski rasanya begitu sakit melihat pemuda itu amat terluka.

"Gue mohon pergi," lirih Leeanka. Suaranya bergetar, Rainka sejuta yakin hati sosok itu lebih perih dari yang dia kira.

Bukannya pergi Rainka malah duduk bersila di atas rumput. Dia membelakangi Leeanka dan bersandar di badan kursi yang Leeanka tiduri dengan kepala yang dia simpan di kursi sembari mendongkak menatap langit.

"Aku bakalan temani kamu," ujar Rainka polos.

Hening.

Hanya suara hewan malam yang menemani mereka. Suasana rumah sakit sudah sepi di karenakan sudah tengah malam. Taman yang mereka tempati pun hanya mereka berdua penghuninya.

Leeanka masih setia melipat tangannya di depan dada. Sementara Rainka diam saja seakan terpana melihat langit yang kali ini penuh bintang.

"Kak Leeanka nggak capek apa kayak gitu terus? Kursi ini pendek buat kamu yang jangkung. Lihat! kakinya panjang banget!" oceh Rainka masih berusaha mengajak Leeanka berbicara, tapi Leeanka lagi-lagi mengabaikannya.

Leeanka masih di posisi yang sama, bergeming, seolah tak ada orang di dekatnya.

Rainka mengembuskan napas pelan, lagi. Tatapannya ia kunci pada bulan. Bulan tak punya cahaya, tapi matahari dengan baiknya mau membagi cahaya untuk bulan agar langit yang dia tinggalkan di malam hari tetap terang dengan cahaya bulan. Lihat, betapa indahnya bulan bersinar. Rainka menyukainya.

"Langit indah ya?" tanya Rainka.

"Sangat indah."

Hening lagi. Leeanka kembali menutup mulutnya. Rainka menyapu pandangannya menjelajah langit yang tak berujung itu.

Tak disadari, cairan bening lolos dari mata Leeanka. Empunya masih bergeming. Rasanya begitu sesak. Ayah dan Bundanya ... Kirana ....

Bagaimana jika Tuhan akan mengambil gadis itu dari dekapannya?

"Kalau Kirana pergi gue bagimana?" tanya lirih Leeanka. Rainka bisa mendengarnya. Suara Leeanka bergetar.

Sungguh, Rainka tak berani menatap mata Leeanka. Tersimpan ketakutan melihat pemuda itu menitikan air mata.

LEEANKA | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang