Ponsel yang ada di tangannya Rainka tatap penuh pertimbangan. Otak cerdasnya masih berpikir apakah harus menghidupkan kembali ponselnya atau membiarkannya mati saja sampai hukumannya selesai.
Sejujurnya dia juga tidak enak melibatkan Anina dengan kebohongannya. Tapi dia juga tidak punya pilihan lain lagi untuk memberikan alasan pada Nitha.
Toh semua ini dia lakukan karena gadis itu. Untuk menebus kesalahan spion yang Nitha lakukan sampai-sampai dirinya yang menjadi korban.
Rainka sangat merindukan sahabat-sahabatnya. Keroyalan Nathaline, senyum tulus Anina, kebawelan Nitha dan kesombongan Iman. Rasanya dia ingin memeluk mereka semua.
Jangan berpikir jika dia melupakan Mama Rica. Rasa rindu itu sama besarnya terhadap wanita yang hampir dua tahun ini menjadi ibunya, terlebih Mama Rica tidak dia lihat saat mengambil baju, karena wanita sosialita itu mengantar suaminya untuk kembali bertugas.
Sudah lama juga dia tidak pergi ke kampus. Entah alasan apa yang Anina berikan pada teman-temannya tentang dirinya yang tidak pernah terlihat. Tapi Rainka yakin, semuanya percaya pada alasan yang Anina berikan, dikarenakan Anina terkenal gadis lugu yang mustahil untuk berbohong.
Dia terpaksa melakukan ini. Dia bingung sehingga tidak berpikir panjang dan langsung mengambil keputusan tanpa berpikir ke depannya.
"Tau ah! Pusing." Benda pipih itu Rainka kembalikan ke tempat asalnya, bawah bantal. Lalu dia melangkah keluar kamar untuk memeriksa apakah penghuni kamar di sebelahnya sudah bangun atau masih tidur pulas seperti sepuluh menit lalu mencoba dia bangunkan.
Sebenarnya Leeanka sudah bangun untuk sholat subuh. Bahkan pemuda itu menggedor-gedor pintu kamar Rainka agar Rainka mau sholat berjamaah bersamanya juga lengkap dengan pak Harto yang menjadi Imam. Tapi mungkin Leeanka kembali melanjutkan tidurnya hingga sudah pukul tujuh pintu kamarnya masih tertutup rapat.
"Assalamualaikum ... tok, tok, tok ...."
Diluar dugaan, ada sahutan dari dalam.
"Masuk."
"Dijawab dulu atuh salamnya."
"Waalaikum salam."
"Boleh masuk?"
Tidak ada lagi suara. Rainka memberanikan diri membuka pintu dan matanya membulat melihat pemandangan di depannya.
"Ya Allah!!! Mau ke mana pagi-pagi udah rapih gini? Kampus?"
Di depan cermin sosok Leeanka kembali merapikan penampilannya. Setelah jas silver dengan dasi kupu-kupu sudah melekat indah menambah kadar ketampanannya. Jangan tanyakan ekspresi Rainka. Dia sampai harus membasahi bibirnya akibat cahaya ketampanan milik Leeanka.
"Kamu tampan."
Sontak Leeanka berbalik dan mendapati tatapan polos Rainka yang sepertinya tidak sadar dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya.
"I know."
"Mau ke mana?"
"Lo ikut?"
"Ke mana?"
"Musical builed."
"Di sana ngapain?"
"Duduk aja."
"Ishhh!!! Maksudnya kamu ngapain ke sana?!"
"Main piano."
"Aku-"
"Oke. Lo tungguin rumah sampe malem. Gue pulang malem."
"Nenek? Vanya? Pak Harto?"
"Di rumah Kirana."

KAMU SEDANG MEMBACA
LEEANKA | COMPLETED
Teen FictionFRSA#1 LEEANKA Ketika Ikhlas yang tak kunjung datang. Celakanya, yang datang dia yang mencoba diikhlaskan. Hatinya memang tidak kembali bergetar saat mata yang dulu menyakitinya datang dan menatapnya dengan tatapan yang tak pernah berubah. Perasaan...