Dalam hidup, Leeanka punya semua yang Leeanka mau, tapi Leeanka nggak punya apa yang Leeanka butuhkan. Cinta Ayah dan Bunda. Leeanka nggak punya cinta itu_Leeanka
----o0o----
Sudah pukul sebelas malamyang ada di otak Leeanka adalah bagaimana bisa ia tidur di sofa dengan Rainka yang sekarang menjadikan bahu kirinya sebagai bantalan kepala.
Oh. Dia lupa setelah pulang dari membeli sate, Rainka mengajaknya menonton televisi dan baru sepuluh menit, gadis itu sudah lebih dulu kalah dari kantuknya.
Alhasil ia juga mungkin ikut tertidur karena sejujurnya matanya sudah mengantuk setelah menyantap masakan Rainka. Wajar saja, masakan gadis itu tidak main-main sampai membuatnya makan lebih lahap dari masakan yang biasa pembantunya buat.
Leeanka pelan-pelan mengangkat tubuh Rainka kemudian membawanya menuju kamar. Pastinya tidur gadis itu nyenyak karena gadis makan banyak seharian ini. Tidak heran jika saat Leeanka taruh tubuh itu di ranjangnya, Rainka masih menutup matanya rapat-rapat dan posisinya tidak menggeliat sama sekali.
Tapi, tanpa sengaja gelang Rainka tersangkut di benang bajunya. Dan itu mengharuskan Leeanka terus menunduk dikarenankan gelang itu tersangkut di bagian kerah belakang.
Tidak mengerti juga, tapi akhirnya gelang itu bisa terlepas dari bajunya meskipun Leeanka harus melepaskan gelangnya dulu dari tangan Rainka.
Singkat, Leeanka mengangkat gelang itu dan menatapnya. Senyum tipis terbit bersamaan kilasan memori ketika dia memulai obrolan menanyakan kepada Rainka tentang berapa harga gelang itu, dan dengan polosnya Rainka menjawab Pilik nggak dijual, nggak usah tanya-tanya lagi. Kira-kira begitu jawaban Rainka yang sukses membuatnya mendapat pertanyaan Leeanka tertahan tentang 'Pilik."
Memori itu melayang ketika gumaman lirih Leeanka dengar dari Rainka.
"Leeanka, maafin Ara."
Leeanka mendengarnya dengan jelas, namun ia tetap melingkarkan kembali gelang berbandul piano mini itu di tangan pemiliknya tanpa mau menanggapi gumaman Rainka.
Dari tangan, tatapan Leeanka naik hingga meneliti setiap inci wajah Rainka. Lagi, senyum tipisnya melengkung.
Setelah mematikan lampu, Leeanka bergegas pergi meskipun ia terpaksa berhenti di ambang pintu saat Rainka memanggilnya.
"Leeanka ...." Mata gadis itu sedikit terbuka dengan sedikit cahaya disorot sinar dari sela-sela gorden.
"Maafin Ara udah tinggalin Leeanka ...."
Bahkan kalimat yang Rainka ucapkan tidak mengubah mimik tenang seorang Leeanka. Leeanka tetap diam dan lebih memilih pergi.
Leeanka diam di ambang pintu. Menatap pintu coklat yang baru saja di tutupnya tanpa sepatah kata pun.
Sorot matanya tetap tenang mengisyaratkan ia baik-baik saja dengan apa yang baru saja masuk di telinganya.
Kebenaran, yang selama ini selalu ia tunggu. Kebenaran yang seperti belenggu di setiap langkah kakinya mencari 'siapa' yang berhak akan rindu terdalamnya.
Kebenaran, yang bodohnya masih membuat hatinya sakit, walaupun kalimat singkat itu sudah dia dengar sebelumnya. Kebenaran itu sudah lebih dulu ia ketahui dari Abuela.
"Ra ... Lo salah. Gue kecewa, tapi gue nggak berhak benci karena bahkan gue nggak tahu alasan lo pergi."
Kemudian, Leeanka kembali turun untuk mematikan televisi. Tapi dia bingung mengapa televisinya sudah mati, padahal yang diingat dengan jelas dia belum sempat mematikannya. Namun, sosok yang duduk di tempat yang baru dja tinggalkan lebih membuat dia sedikit terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
LEEANKA | COMPLETED
Fiksi RemajaFRSA#1 LEEANKA Ketika Ikhlas yang tak kunjung datang. Celakanya, yang datang dia yang mencoba diikhlaskan. Hatinya memang tidak kembali bergetar saat mata yang dulu menyakitinya datang dan menatapnya dengan tatapan yang tak pernah berubah. Perasaan...