37 (Berdua : End)

40 5 4
                                    

"Lo masak."

"Nggak makan di luar aja?"

Rainka mengangkat pandangannya ketika Leeanka yang tadi berjalan tergesa-gesa di depannya mendadak berhenti dan menatapnya tanpa ekspresi.

"Mau masak gak?"

"Iya." Mengangguk, kemudian Leeanka kembali berjalan menuju kamarnya.

"Tunggu!!!" Tiba-tiba Rainka menghadang Leeanka dan itu membuat Leeanka yang tadi berjalan lebar berhenti mendadak yang mana menyebabkan jaraknya dan Rainka hanya satu jengkal saja.

Rainka mendongkak menatap Leeanka yang menjulang. "Aku yang mundur atau kamu yang mundur?" tanya Rainka, lugu.

"Gue." Leeanka mengambil satu langkah ke belakang untuk memberi jarak antara dia dan gadis polos di depannya.

"Ekhm!!!" Kompak, Leeanka dan Rainka bersamaan berdehem singkat dengan tujuan yang sama, menghilangkan kecanggungan.

"Anu, itu, aduh, apa tadi? Aku mau ngomong apa ya, tadi?" Rainka sibuk sendiri mengingat-ingat apa yang ingin ia katakan walaupun sebenarnya karena kecanggungan ia mendadak gagap.

"Ah iya!!! Kamu mau dimasakin apa?" Rainka mencoba bersikap biasa saja meski jantungnya berdetak tak menentu hanya karena ketidaksengajaan tadi.

"Terserah lo."

"Oke."

"Minggir." Menurut saja Rainka melangkah minggir.

Tapi Leeanka yang akan kembali melanjutkan langkahnya mengurungkan niatnya karena wajah polos Rainka membuatnya mengerti akar masalah kenapa gadis itu begitu aneh sejak perjalanan pulang, tadi.

"Gak usah dipikirin. Kenop pintunya biar gue ganti."

Iya. Dalam pemikiran Leeanka, perubahan sifat Rainka pasti dikarenakan insiden toilet Udipta yang sempat membuat heboh kamar mandi bagian pria beberapa saat lalu. Dan mungkin Rainka merasa bersalah karena sudah menimbulkan kerusakan.

"Nanti kepala sekolahnya nggak marah kenop pintu kamar mandinya aku rusakin?"

"Nggak."

"Tapi aku nggak enak. Aku bukan siapa-siapa di sana, malah ngerusakin fasilitas sekolah. Kenopnya sampai copot."

"Seharusnya kuping lo dipake. Gue bilang diem. Bandel."

"Maaf, aku panik."

"Sana masak. Gue mandi dulu, nanti lo juga mandi."

"Cicilan larinya?"

"Terakhir?"

"Iya. Putaran terakhir."

"Diselesaikan."

"Oke, tapi aku masak dulu."

"Pinter." Hati Rainka kembali dibuat bergejolak hebat. Telapak tangan besar yang menepuk lembut puncak kepalanya membuat Rainka sekuat tenaga menahan senyum yang gatal untuk terukir.

Setelah membuat Rainka membatu dirinya malah melenggang pergi tanpa dosa.

Saat itulah senyum lebar Rainka terbit. Tidak bisa, ia tidak bisa membohongi hatinya, jika dia tidak luluh. Bohong, dia luluh. Dia bahagia, rasanya hangat dan begitu menggelikan di perut seperti ada ribuan kupu-kupu keluar dari perutnya. Melayang indah.

"Leeanka. Aku bahagia bersamamu. Hari ini saja, izinkan kita mengenang indahnya masa lalu."

----o0o----

Senyum Rainka terbit dengan lebar, disempurnakan dengan rona bahagia yang terpancar dari wajah ayunya.

Rainka sibuk memandang pantulan dirinya sendiri dari cermin besar di depannya. Ia sudah menyelesaikan memasak juga menebus hutang larinya.

LEEANKA | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang