3. Hal yang pernah terjadi

1.6K 143 90
                                    

Putar instrumen di mulmed
Agar lebih kerasa

Feeling seorang kakak pada adiknya tidak pernah salah.

~Aluminium Nadir Nabastala~

***

Rasa sakit itu masih ada. Setia mendampinginya tanpa mau beranjak pergi jika sudah datang. Sulit rasanya jika sakit itu sudah datang, membuatnya tak bisa beranjak jika sudah terbaring di tempat ini.

Lagi-lagi ia terbangun dengan nasal kanula yang ada di hidungnya. Selang oksigen itu memang sahabat setianya, melebihi Sergio dan Lerby "Ini kenapa gue ada di IGD sih, Bang?"

Magnus jelas tahu di mana dirinya berada sekarang. Ditambah ada Al yang menatapnya dengan tatapan marah. Lagipula siapa yang tidak akan marah melihat adiknya seperti ini?

Al mendengkus. "Ya bisalah. Lagian kenapa lo datengnya lima menit sebelum Shift gue selesai sih? Tanggung banget." Benar, pasien datang di detik-detik Shift berakhir memang sangat menyebalkan ditambah yang datang kali ini adiknya sendiri. Sungguh menyebalkan.

Memilih tak menjawab merupakan pilihan yang bagus untuk Magnus. "Ini kenapa ada nasal kanula lagi sih? Kan tadi pagi sampai siang udah. Masa ini lagi?" protes Magnus dengan raut wajah sedih.

Al mendekatkan wajahnya ke wajah Magnus, tangannya yang terlipat di atas brankar dijadikannya tumpuan. "Tadi siapa yang bilang 'Sesak, tolong Abang, tolong!' Hm?"

Tatapan Al selalu menusuk, membuat Magnus harus memalingkan wajah. Dirinya sama sekali tidak ingat jika sudah berkata demikian. Pasti setelah ini Al akan mengejeknya habis-habisan. Magnus mendorong wajah Al yang terlalu dekat itu dengan tangannya. "Jauh-jauh sana, bau antiseptik!"

"Ya wajarlah orang di rumah sakit. Kalau dari rumah sakit terus bau nasi goreng gitu ya nggak wajar."

Mendengar nasi goreng juga disebut, Mag jadi gelagapan takut jika Al sudah mengetahuinya.

"Jadi apa aja yang udah lo pantang kali ini?" tanya Al serius.

Menutupi juga hal yang percuma untuk saat ini. "Cuma nasi goreng dua sendok. Udah itu doang, abis itu masa ngerasa capek. Apa karena pagi tadi sesak parah ya?"

Al membiarkan Magnus bercerita. Ia hanya menyimak apakah yang diucapkan Magnus sama dengan yang diucapkan Sergio dan Lerby tadi. Tidak ada raut berbohong di wajah Magnus. Al bersyukur untuk hal itu.

"Terus sekarang masih sesak nggak?" tanya Al.

Magnus perlahan melepas nasal kanula itu dari kedua lubang hidungnya. Al melihat Magnus yang berusaha meraup oksigen tanpa bantuan dari alat. Tampak dadanya naik turun beraturan.

Al berdecak. "Sini Abang periksa dulu." Al mengeluarkan stetoskopnya, membuat Magnus bingung dari mana stetoskop itu berasal tahu-tahu eartipsnya sudah terpasang di telinga Al.

"Tarik napas!" perintah Al.

Magnus mengikuti perintah Al  ketika dinginnya chestpiece stetoskop menyentuh kulit dada kananannya.

Decakan kembali didengar oleh Magnus. "Dek lo tahu kalau nasi goreng itu lemaknya tinggi. Lemak tinggi itu sendiri bisa nyempitin atau nyumbatin arteri. You know what your heart condition is like. Jangan memperburuk. Itu juga tadi siang masih sesak kan? Ngapain coba maksa jalan ke kantin. Pagi tadi sesak untung temen lo gercep ke UKS."

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang