27. Magnus, Sergio, dan Lerby

1.9K 102 23
                                    

Malam Minggu kali ini akan sedikit berbeda bagi Magnus, Sergio, dan Lerby. Sebagai bentuk hadiah kepada Magnus yang seharusnya bisa menjadi ketua umum, Sergio memutuskan agar ketiganya menginap di rumahnya. Hanya bertiga, sebab orang tua Sergio sedang ada di luar kota.

Menyisakan beberapa asisten rumah tangga yang saat ini pasti sudah tidur. Mengingat hampir pukul delapan dan tugas rumah sudah selesai.

"Makan!" perintah Sergio singkat. Matanya menyapu segala hidangan yang tersaji di atas meja makan. Bahkan, makanan khusus Magnus-pun ada. Hanya satu yang sebenarnya terlihat kurang.

Lerby diam menatap makanan di atas piring ini. Sergio boleh saja gila, tetapi jika sampai seperti ini apakah benar jika Sergio pasien rumah sakit jiwa?

Sama halnya dengan Magnus yang menatap nanar makanannya. Ia beradu pandang kepada Lerby. Sebelum menatap Sergio yang ada di depannya.

"Kenapa?" tanya Sergio bingung.

"Coba cicipi deh, Ser," ujar Rigel.

"Kan udah gue bilang----"

"Cicipi dulu, Ser," potong Magnus.

"Ish, kenapa sih? Rasanya asin?" desis Sergio. Kalau memang asin kenapa tidak langsung mengatakan? Malah menyuruh mencicipi.

"Cicipi dulu!" seru Lerby dan Magnus bersamaan.

"Kemanisan?" tebak Sergio.

"Nggak!" jawab Magnus cepat.

"Rasanya nggak enak?" tanya Sergio lagi.

"Bukan!" geram Lerby. Memang apa susahnya disuruh mencicipi saja? Sampai membuat drama seperti ini.

"Oh, ada tai?" tebak Sergio lagi. Mengabaikan raut marah di wajah kedua temannya.

Lerby dan Magnus berencana membeli lagi stok sabar yang sebentar lagi habis. Tangan Lerby terkepal. Ingin rasanya melayangkan tinju jika saja tidak ingat Sergio adalah pemilik rumah ini.

"Kenapa sih? Kalau nggak enak ganti aja. Ribet amat," kesal Sergio. Lagipula makanan masih banyak, mengapa harus pusing jika ada yang kurang sedap? Bisa ditaruh dapur lalu nantinya akan diurus oleh ART keluarga Sergio.

"Cicipi, Serra!" perintah Lerby dengan mata memelotot tajam.

Sergio menggeram kesal. Namun, ia tetap bangkit kemudian menghampiri Lerby. Ia hendak meraih sesuatu dari sana untuk mencicipi, tetapi merasa aneh ketika mendapati suatu yang ganjal.

"Lah, sendoknya mana, Ler?" tanya Sergio bingung.

"Nah itu maksud gue. Sendoknya mana?" erang Lerby frustrasi. Ia menarik napas dalam sebelum menjambak rambut Sergio sekali terlampau geram.

"Aarhh. Sakit pinter," keluh Sergio mengusap rambutnya yang sudah acak-acakan.

"Kalian kenapa sih nggak langsung bilang kalau nggak ada sendok?" gerutu Sergio sembari berlalu.

"Niat gue supaya lo peka," jawab Magnus. "Eh dapetnya malah lo yang kampret!" lanjutnya.

"Emang dasarnya udah kampret sih," timpal Lerby.

"Kok kita bisa temenan sama dia ya?" tanya Lerby menatap Magnus.

"Lah, dia temen kita? Kok gue lupa?"

"Eh bukan. Bener kata lo Mag. Dia bukan teman kita," ujar Lerby membenarkan. Tawanya meledak bersamaan dengan tawa Magnus yang terdengar cekikikan.

Sergio yang baru saja datang membawa kotak sendok merasa ingin menangis sekarang. Ia begitu menyesal. Sangat menyesal telah memasukkan orang salah ke rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang