25. Kurang memperhatikan

745 76 102
                                    

"Lo mau nggak balikan lagi sama gue?" tanya Magnus terlihat enteng.  Namun, di dalam sana jantungnya sudah berdetak tidak wajar.

Kuah panas dari bakso seketika memanasi leher Vera. Perkataan tiba-tiba itu membuat Vera tersedak. Sergio yang ada di dekatnya langsung menepuk punggung Vera. Sungguh, manusia di depan Vera ini tidak memiliki akhlak.

"Lo bercanda?" Vera bertanya hati-hati.

"Ya jelas lah," ujar Magnus santai memegangi perutnya yang terasa sakit. Ia tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah Vera yang tampak memerah.

Senyum yang sedari tadi terpatri, perlahan luntur. Berganti dengan senyum miris. Vera terlalu berharap tinggi. Salah satu harapannya memang bisa kembali dengan Magnus. Namun, tanpa Magnus sadari perkataan itu telah membuatnya terjatuh ke dasar jurang.

Tidak ada yang tahu jika Vera merasa sakit di sini. Perasannya dipermainkan. Seolah hatinya adalah barang yang bisa dimainkan sesuka hati. Vera adalah seorang perempuan dan perempuan begitu sensitif jika menyangkut hati.

Tetapi, Vera sadar. Ia pernah memutuskan Magnus sepihak. Di mana secara tidak langsung, ia mempermainkan hati Magnus. Vera juga sakit kala itu, tetapi entah mengapa ini terasa lebih menyakitkan. Ada bagian dari tubuhnya yang diremas paksa.

Perlahan Vera bangkit dari duduknya bersamaan dengan air mata yang perlahan turun. Ketiga laki-laki itu masih bercanda, mengabaikan Vera yang pergi tanpa pamit.

"Mag, lo pucat."

Candaan Sergio dan Magnus harus berhenti saat Lerby berseru demikian. Sergio segera meneliti wajah Magnus di seberangnya. Bibirnya nampak memutih, meskipun napasnya terlihat normal.

"Lah, Vera kemana?" tanya Magnus yang sebenarnya mengalihkan perhatian.

"Lincah bener tu anak tiba-tiba ngilang," celutuk Sergio.

"Lo sembunyiin di mana, Mag?" tanya Lerby.

"Maksud lo?"

"Eh btw acara mau mulai gaes. Kembali oi kembali," ujar Sergio cepat bangkit dari duduknya berlari cepat menuju kelas yang digunakn untuk Reorganisasi.

***

"Penyampaian Visi dan Misi dari setiap Calon Ketua PMR Wira Marseille High School. Kepada kandidat pertama, dipersilakan."

Kegiatan Reorganisasi sudah mulai. Sergio sibuk memfoto setiap kegiatan yang berlangsung bersama dengan Lerby. Magnus sendiri sekarang tengah menyiapkan diri untuk menjalani debat yang akan berlangsung sebentar lagi.

Kini, Mario yang menjadi kandidat satu tengah membacakan visi dan misinya, kemudian nanti akan dilanjutkan oleh Magnus sebagai kandidat dua, Andri kandidat tiga, dan Satria kandidat empat. Keempatnya sudah duduk di depan para penonton dan panelis

Visi dan Misi terkadang hanya menjadi omong kosong belaka yang diperuntukkan agar para pemilih semakin yakin dengan calon. Kini, omongan saja sulit dipercaya jika tidak adanya tindakan yang akan dilaksanakan ketika menjabat. Banyak pemimpin yang hanya pandai berbicara, tetapi saat praktik nol besar.

"Acara telah selesai. Acara selanjutnya adalah pemungutan suara untuk keempat kandidat Ketua PMR. Para kandidat dipersilakan untuk keluar ruangan."

Keempat kandidat itu keluar dari ruangan dengan menghembuskan napas lega. Salah satu hal berat dari sebuah perjuangan telah mereka lewati. Kini, tinggal menunggu hasil jerih payah mereka.

Penghitungan suara dilaksanakan kemudian. Keempat orang itu menunggu dengan berbagai macam perasaan.

Magnus menatap aneh Mario. Pria itu tampak selalu senyum seolah yang menjadi ketua PMR selanjutnya adalah dirinya.

Magnus ingin tidak mengambil pusing, tetapi tatapan menyeringai Mario jatuh pada dirinya.

Malas mengurusi, beruntungnya hasil pemungutan suara sudah keluar. Magnus menarik napas dalam, bersiap dengan kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi.

"Berdasarkan hasil pemungutan suara yang telah dilakukan, kami ucapkan selamat kepada Magnesium Zenith Nabastala sebagai ketua umum terpilih dan Mario sebagai wakil ketua terpilih."

"WOOO TEMEN GUE KETUM WEHH."

"GUE TEMENNYA MAGNUS LOOO. TEMEN GUE KETUM WEEHHH!"

Hanya satu teriakan. Namun, bisa menggema sampai luar ruangan. Siapa lagi jika bukan Sergio.

Sergio. Pria itu jingkrak-jingkrak di tempatnya. Bahkan sampai naik meja. Yang jadi Magnus, kenapa yang terlalu semangat malah Sergio? Sang empu saja tidak se-ekspresif itu.

"Tunggu!"

Seruan lantang itu langsung membuat kegiatan seluruh manusia di ruangan itu terhenti. Mario dengan tatapan tajamnya tampak tersenyum miring. Di sampingnya, Adi juga terdiam.

Adi, teman sekelas Magnus. Cowok yang tak sengaja menjatuhkan uangnya dan diberitahu Magnus.

"Lo tau nggak dia itu nyogok?"

Semua mata memandang Mario dengan bingung.

Mario kembali tersenyum meremehkan. Ia mengeluarkan gawainya dari saku. "Noh! Dia itu nyogok!"

Dalam sekejap, gawai Mario sudah menjadi rebutan untuk melihat dengan jelas foto itu.

Magnus susah payah melihatnya. Matanya melebar saat adegan menolongnya saat itu terpampang jelas di sana. Ia memandang Adi meminta penjelasan. "Gue nolong lo waktu itu, Di. Gue nggak nyogok lo."

"Lo nyogok gue, Mag."

Jawaban dari Adi sontak membuat tubuh Magnus menegang. Berbagai bisikan tentang keburukannya dengan cepat terdengar. Dunianya seakan runtuh saat tidak ada orang yang mempercayainya.

"MAKSUD LO APAAN!" Dengan cepat Sergio mendorong tubuh Mario penuh emosi.

Baku hantam tak bisa dicegah. Pekikan para cewek yang histeris semakin membuat suasana menjadi kacau. Lerby menatap tajam Adi yang jelas berbohong.

"KALAU LO MERASA TERSAING SAMA MAGNUS, PAKAI CARA SEHAT DONG. NGOTAK DIKIT!" Emosi benar-benar menguasai diri Sergio. Tatapan matanya tajam seolah siap menerkam Mario.

Sedangkan Mario malah terkekeh tidak jelas. Ia mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. "Lo mau ngelak apalagi? Udah jelas semua bukti nunjukkin kalau temen lemah lo itu itu curang di sini."

Sergio semakin geram. Tangannya terkepal erat. Dengan penuh emosi, ia menghadiahkan satu tonjokan keras di wajah Mario.

"STOP!"

Perkelahian terhenti. Semua mata memandang ke arah pintu. Terlihat sosok Al berdiri dengan sorot mata kecewanya. Memandang miris kejadian di depannya.

***

Gimana?

Terkejut?

Aku udah bilang sedari awal kan untuk memperhatikan kejadian sekecil apapun. Karena itu akan menimbulkan sesuatu yang wah di part selanjutnya.

Okee sekian dulu yaa.

Oh ya, sepertinya aku bakal nggak update dulu untuk beberapa saat. Nggak lama kok.

Yang masih mau lanjut ada kah?

See you

Salam kehidupan

-Sa

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang