29 Muncul saat belum siap

657 75 2
                                    

Ada, tetapi selalu diabaikan. Mengapa mereka tetap mempertahankanku jika kehadiraku dianggap tidak ada?

~Magnesium Zenith Nabastala~

Happy reading
Siapkan hati okey

Muka merah padam, telinga yang mungkin mengeluarkan asap, dan hidung kembang kempis adalah hal pertama yang Sergio dan Lerby lihat di wajah Magnus. Kedua cowok ini hanya bisa nyengir melihat itu semua.

"Maksud lo apaan?"  hardik Magnus mendekati Lerby dan Sergio di gerbang.

"Mag, tenang dulu. Oke?" ujar Lerby meraih kedua pundak Magnus.

"Lah itu temannya ada, Dek," celutuk satpam yang masih setia di posisinya.

"Adeknya kenapa toh ini?"

"Masih ngantuk ya. Dek?"

"Nggak mungkin di sini ada pembunuhan, Dek."

Disusul bisik-bisik ibu-ibu yang perlahan meninggalkan depan rumah Sergio. Merasa waktunya telah terbuang menanggapi teriakan Magnus.

Magnus mengabaikan seluruh ucapan di belakangnya itu. Kedua matanya kini menatap tajam cowok di depannya.

Sergio dan Lerby tidak dapat lagi menahan tawanya. Kelakar tawa menyembur begitu saja ketika ketiganya mulai memasuki rumah. Tidak menyangka malah berakhir lebih heboh dari pemikirannya.

"Lo kalau ngerjain gue jangan keterlaluan dong!" sungut Magnus berapi-api.

"Ya maap, Mag. Di tangan gue ada spidol merah sih tadi jadinya iseng deh," sahut Sergio mengusap pundak Magnus, berharap temannya ini tidak marah lagi.

"Lagian sih lo Mag. Tidur pules banget sampai kita selesai mandi. Kan rasanya nggak nahan buat ngisengin lo," tambah Lerby.

Adanya spidol merah di tangan Sergio malah membuatnya ingin mengisengi Magnus lebih kejam lagi. Ditambah dengan obat merah, Sergio dan Lerby menitikkan beberapa tetes obat merah tersebut ke lantai sampai menuju kamar mandi yang tertutup rapat.

Keduanya mengira Magnus akan mengenali cairan itu dan berharap melihat Magnus terkejut melihat wajahnya. Namun, kenyataannya Magnus tertipu dengan cairan itu dan mengetahui bentuk wajahnya dari orang lain.

"Haha, parah ngakak banget gue." Tawa Sergio semakin keras. Bahkan cowok itu memegangi perutnya.

"Mukanya tadi itu loh nggak nguati asli," ujar Lerby. "Coba tadi difoto terus kirim ke anak gosip. Ngakak tuh satu sekolah," lanjutnya sejenak sebelum meneruskan tawa.

Mendengar semua itu, Magnus menyesal. Ia terlanjur panik sampai lupa bagaimana isengnya Sergio. Lerby pula selalu menuruti keisengan Sergio. Magnus sampai sekarang masih memasang muka datar. Ia teramat kesal sampai berniat menutup mulutnya sampai lama.

"Ululu, Magnus kita rupanya marah, Ler," goda Sergio melihat wajah datar Magnus.

"Adudu, jangan marah dong, Sayang. Kita kan cuma bercanda," tambah Lerby mencolek dagu Magnus yang langsung ditepis oleh si pemilik.

"Aih, mukanya imut banget deh kalau marah," ujar Sergio.

"Jadi makin sayang. Ya nggak, Ser."

Telinga Magnus terasa panas mendengar seluruh celotehan dari kedua temannya. Cara membujuknya kenapa juga harus seperti ini?

Masih dengan wajah datarnya, Magnus berderap meninggalkan kedua temannya yang masih tertawa keras tanpa merasa dosa. Langkahnya ia tuju pada cermin di kamar Sergio.

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang