40. Rupanya kecewa

749 77 6
                                    

Jangan paksa orang untuk menceritakan masalahnya. Mereka akan membaginya denganmu jika sudah benar-benar tidak sanggup.

~Aloe Vera~

Happy reading

"Lo sama sekali nggak lihat kemana Mag gitu, Ver?"

Lerby terengah dan Vera menggeleng. Biasanya, Magnus selalu langsung ke kelas saat pagi, membuat keduanya bingung di mana tempat yang didatangi Magnus kali ini.

Keduanya kini bersembunyi di balik rak buku perpustakaan. Berpikir Magnus meminjam buku saat ini. Namun, nihil yang ada malah keduanya harus pintar-pintarnya bersembunyi saat mendapati guru yang berpapasan dengan mereka.

Lerby dan Vera berjalan tak tentu arah sekarang. Para guru dipastikan sudah memasuki kelas masing-masing, membuat keduanya sedikit lega.

"Ler, gue capek. Palagi gue belum sarapan tadi," keluh Vera sedikit menunduk. Ia memegangi kedua lututnya. Keduanya ada di ujung jalan utama sekolah sekarang.

"Kita ke lapangan basket," ajak Lerby menemukan tempat dekat dan cocok.

"Biasanya lo bareng sama Mag," ucap Vera setelah duduk di pinggir lapangan.

"Nah itu. Sejak pagi tadi gue hubungin Mag tapi nggak aktif."

"Lo nggak ada inisiatif ke rumahnya?" tanya Vera.

"Ada. Tapi kali pakai mobil Sergio dan dia lagi nggak mau ketemu Mag," jelas Lerby.

"Lah, kalian lagi berantem?" bingung Vera.

"Ya ada masalah kecil. Lo tau kan Sergio nggak ikut kita sekarang?"

Vera mengangguk paham dan tak lagi bertanya. Baginya, itu urusan mereka. Dengan Vera bertanya apa permasalahannya, itu sama saja ia mengusik privasi ketiganya.

Prinsip Vera, selagi orang itu tidak menceritakan masalahnya, maka permasalahan itu masih bisa ia atasi sendiri dan orang itu tidak mau ada orang lain yang kepo dengan masalahnya.

Pandangan Vera mengedar ke seluruh penjuru lapangan. Lapangan basket yang disatukan dengan lapangan futsal ini belum dimasuki siswa yang membutuhkannya.

Sampai akhirnya matanya membola ketika melihat sekelebat bayangan orang berlari di samping lapangan. Tidak terlalu jelas. Namun, cukup membuatnya penasaran.

Saat itu juga Lerby melihat pintu markas Tardigrada yang perlahan tertutup. Itu berarti baru saja ada orang yang masuk atau keluar ruangan.

"Ver, ke markas Tardigrada sekarang!" perintah Lerby yang langsung diangguki Vera.

"Gue nggak bisa masuk kan Ler?" tanya Vera memastikan.

"Iya. Lo di luar aja daripada resiko," ujar Lerby sebelum mendekatkan tubuhnya ke Retina Scan.

Lerby langsung terkejut saat mendapati Magnus yang terkulai lemas di atas dinginnya lantai begitu membuka pintu. Ia bergegas menghampiri Magnus yang tampak tidak bergerak.

"Mag," panggilnya sembari menopang tubuh Magnus. Ia meletakkan kepala Magnus di pahanya.

"Mag," panggilnya sekali lagi dengan memberikan respon berupa tepukan di pipi sesuai prosedur pertolongan pertama yang ia pelajari selama menjadi anggota PMR. Lerby masih melihat pergerakan dada Magnus yang pelan.

Kedua mata Magnus mengerjap perlahan. Pandangannya tampak sayu dan bibirnya pucat. Tangan Magnus terangkat seperti menunjuk sesuatu.

"KTN," lirih Magnus hampir tidak terdengar. Dadanya begitu terasa sesak sekarang. Bekas tekanan KTN seakan membekas lama di dadanya. Menimbulkan rasa tersiksa di jantungnya.

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang