30. Makan pelan

757 62 4
                                    

Happy reading


"Bang!"

Baru hendak mengambil nasi untuk sarapan, Al sudah mendengar namanya dipanggil. Siapa lagi jika bukan Magnus, kedua orang tuanya jelas sudah keluar dari rumah. Termasuk Rhea yang baru pulang kemarin dan sekarang sudah entah ada di mana.

"Gue penasaran," lanjut Magnus.

Meskipun merasa tidak yakin dengan hal yang membuat Magnus penasaran, Al tetap bertanya, "Penasaran soal apa?"

"Penjual es teh goreng di mana ya, Bang? Atau paling nggak, cara buatnya lo tau nggak?" tanya Magnus.

Sontak nasi dan lauk itu tidak jadi masuk ke dalam mulutnya. Masih pagi dan ia harus sarapan kekesalan. "Coba diteliti lagi pertanyaannya."

"Nggak ah males. Teliti soal itu biasanya digunakan orang yang asal jawab soal ujian terus pas ditanya guru alasan belum ngumpulin jawabnya karena masih diteliti."

Kesabaran adalah hal utama yang harus dimiliki Al pagi ini. Dari es teh goreng menjadi soal ujian. Hanya Magnus and the geng yang bisa melakukannya. Lagipula mana ada es teh goreng. Mungkin jika es teh hangat bisa dipertimbangkan.

Tidak ada respon dari Al, membuat Magnus kembali bertanya saat tumbennya sang kakak makan dengan pelan. "Bang, tumben makannya pelan?"

"Biar cepat kenyang," jawab Al cepat.

"Hah?"

Al berdecak. Saat ini menjelaskan mungkin tidak apa-apa. "Makan pelan itu bikin cepat kenyang."

"Kok bisa?" tanya Magnus benar-benar penasaran.

"Makan pelan bisa ningkatin hormon antilapar," jawab Al.

"Terus?"

"Otak jadi punya waktu buat nerima serangkaian sinyal dari hormon," sambung Al.

"Terus?"

"Termasuk hormon kolesitokinin yang dikeluarin oleh usus untuk ngrespon makanan dalam usus," lanjut Al. Bolehkah ia marah sekarang?

"Terus?"

"Sama hormon leptin yang memperkuat sinyal rasa kenyang," pungkas Al.

"Terus?"

"Udah lah!" ketus Al benar-benar kesal. Niatnya ingin berbicara panjang, malah di adik terus memotongnya. "Paham nggak?" tanya Al. Jika adiknya tidak paham jelas terasa percuma waktunya terbuang sia-sia.

"Paham dong," jawab Magnus bangga. "Makan pelan itu bikin cepat kenyang karena bisa ningkatin hormon antilapar. Otak jadi punya waktu buat nerima serangkaian sinyal dari hormon koleksi apa gitu sama leptin," jelas Magnus percaya diri meskipun terlihat ada yang salah.

Tawa Al tidak bisa lagi tetahankan. "Haha, koleksi katanya pelis dah. Kolesitokinin," koreksi Al.

Sial. Sekarang Magnus yang diledek kakaknya. Pasti sebentar lagi Al menjadi papan skor.

"1 : 0 ye pagi ini. Hahaha!"

Benar bukan dugaan Magnus. Ia tidak terlalu salah padahal di sini. Padahal menghafal nama hormon tidak semudah menghafal nama makanan di kantin.

***

"Ver!"

Panggilan dari sampingnya membuat Vera terjingkat. Melihat siapa pelakunya kembali membuatnya teringat perasaannya yang dibuat candaan kala itu. Siapa lagi jika bukan Magnus.

"Gue mau tanya serius," ucap Magnus mengawali. Vera masih sok tidak peduli.

"Lo sebenarnya peduli nggak sih sama gue?" tanya Magnus. Setelah Reorganisasi itu, Vera seakan menjauhinya berbeda ketika Magnus dalam kasusnya dengan Iva. Di mana Vera yang mendekatinya dulu.

Mendengar itu membuat Vera terdiam. Jika ia menjawab karena perasaannya dipermainkan, itu jelas tidak masuk akal sebab ia juga pernah memutus hubungan dengan tiba-tiba.

"Lo nggak jawab? Apa artinya lo masih peduli sama gue?" Magnus kembali bersuara.

Vera masih diam.

"Kalau lo nggak mau peduli mending nggak usah deketin gue waktu itu. Itu cuma bikin gue berharap perasaan lo masih sama ke gue," ungkap Magnus.

Vera menggigit bibirnya kuat-kuat. Magnus kembali berbicara serius dengannya dan itu dirinya yang mengawali. Benarkah sampai saat ini Vera masih mementingkan egonya? Entah benar atau tidak, mata Magnus memancarkan rasa ingin terus bersamanya saat ini.

"Jauhi gue," putus Vera pada akhirnya. Saat ini jelas ia kembali melukai perasaan laki-laki setia sebaik Magnus.

Mengangguk mantap lalu berdiri. "Oke, tapi gue yakin takdir bakal mempersatukan kita suatu saat nanti," ujar Magnus yakin. Biarlah kata orang ia tidak bisa move on. Nyatanya tidak ada cewek yang bisa memikatnya selain Vera.

Vera memandang punggung Magnus yang menjauh. Verapun sebenarnya berharap ia bisa bersatu dengan Magnus. Namun, kembali mengingat pertentangan orang tuanya membuat Vera membuang jauh harapan itu.

Mencoba mengalihkan rasa dengan membuka gawai sepertinya mengasyikkan.

Niat Magnus membuka gawai ingin mendapat sedikit hiburan. Namun, nyatanya yang didapatinya adalah pesan dari KTN. Ingin mengabaikan, pada akhirnya ditekan juga.

Kenal Tapi Nggak:
Bertahan mau masih digituin udah

"Plis ngakak pesannya kebalik." Lerby yang sudah duduk sedari tadi di samping Magnus ikut mengintip.

"Udah tau kita gesrek kalik. Jadinya pesannya kebalik gitu," sahut Sergio dari belakang.

Sahutan Sergio membuat Magnus menghadap padanya. "Udah tau kita gesrek? Jadi orang di sekitar kita dong? Jangan-jangan mantan anak MHS 2?"

Lerby ikutan ketika topiknya terasa seru. "Eh iya ya. Kok baru sadar sih," katanya. "Parah si Serra goblok gini bisa mecahin kasus," puji Lerby ada benarnya.

Bukannya senang sudah dipuji, Sergio malah mempermasalahkan hal lain. "Milyaran kali gue bilang kan nama gue itu Sergio. Es E Er Ge I O SERGIO. Bukan Serra!"

"Milyaran kali juga gue bilang. Es E Er itu enak dipanggil SERRA!" tangkas Lerby tak mau kalah.

Magnus hanya bisa mendengus. Jika sudah seperti ini pasti akan berlanjut sampai bel masuk berbunyi.

***

Ngaret banget ya

Duh duh maap ya

Makin ke sini makin ehm

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang