6. Tentang hati

1.3K 108 196
                                    

Saya berjanji akan memasukkan cerita ini ke dalam library saya.


Hayoloo yang udah janji. Dilihatin Magnus noh.

***

Happy reading :)

"Jadi apa yang mendasari Anda membentak pasien bernama Magnesium barusan, Dokter Al?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi apa yang mendasari Anda membentak pasien bernama Magnesium barusan, Dokter Al?"

Ingin rasanya Al tertawa mendengar ucapan Denta yang dibuat formal ini. Namun, pasti itu akan memperkeruh suasana dan baku hantam bisa terjadi. Al tidak suka itu. Kantin menjadi pilihan yang tepat untuk mengajak Al berbicara ditemani segelas kopi andalan sebelum Denta jaga malam.

"Nggak tahu," jawab Al pada akhirnya.

Kening Denta berkerut. "Kok nggak tahu? Lo kenapa?" tanya Denta merasa ada yang aneh di wajah Al.

"Gue capek bujuk Papa buat peduli sama Mag. Pikiran gue agak kacau waktu itu, pasien gue nggak 'balik' dan begitu denger Mag mau nyerah gue langsung emosi. Bentak dia," tutur Al apa adanya. Masih takut kehilangan Magnus, tetapi siang tadi harus dihadapi kenyataan tidak ada CPR yang berhasil menyelamatkan seorang wanita yang terpeleset di kamar mandinya.

Denta berpikir. Jika ia dalam kondisi kehilangan pasien yang mendapat CPR darinya, rasanya sungguh menyakitkan. Belum lagi harus menyampaikan kabar duka itu kepada keluarga pasien.

"Yep, gue tahu apa yang lo rasain. Tapi, lo tahu kan, kalau orang sakit itu suka ngelantur omongannya saking nggak kuat sama sakitnya. Harusnya yang sehat bisa lebih sabar ngadepinnya, bukan malah ikut tersulut gitu. Apalagi Mag baru keluar dari ICCU." Denta menghela napas sejenak sebelum melanjutkan, "ya meskipun udah stabil, kondisi Mag sulit diprediksi. Lo tahu banget kalau Mag siangnya bisa ketawa malemnya dia sesak." Denta menjeda ucapannya.

"Paham nggak? Ah pokoknya lo kudu paham!" pungkas Denta.

"Jadi salah gue di mana?" tanya Al terlihat polos.

Mata Denta melotot. "Gue jelasin panjang lebar, tapi lo masih tanya salah lo di mana? Abang macam apa lo?"

"Asli gue nggak tahu jalan pikiran Papa. Bisa-bisanya sebut Mag bukan anaknya. Kalau bukan anaknya ngapain Papa nunjukin Mag bayi ke gue terus bilang punya adik baru? Masa iya Papa ambil dari panti asuhan? Nggak banget kan Papa bisa se-kemanusiawan gitu."

Denta mengerjap tak percaya jika baru saja mendengar curhatan dari Al yang penuh emosi, meskipun terdengar sedikit lucu. Denta bisa menyimpulkan, jika Al sebenarnya butuh pelampiasan dan teman untuk mengobrol. Melupakan kemarahannya tadi dengan meminum kopi yang ada di cup itu.

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang