31. Nama di Kontak

801 71 2
                                    

Haloo, makasih udah mau nunggu

Gimana tugasnya masih banyak kan? Sama kalau gitu

Happy reading

Baru beberapa menit Al meninggalkannya, rasa sakit dan sesak di dadanya semakin menjadi. Dua bantal yang tertumpuk sama sekali tidak membantunya. Seketika ia menyesal menolak tawaran selang oksigen dari Al.

Tangan Magnus meraih dadanya lalu sedikit merematnya. Berharap dengan begini akan mempermudah pernapasannya. Mulutnya ikut terbuka berharap udara bisa masuk sampai melupakan paru-paru tidak akan terisi dengan udara melalui mulut.

Magnus yang awalnya terlentang seketika meringkuk dengan tangan yang masih setia berada di dada. Rasa nyeri semakin terasa membuatnya tanpa sadar meringis.

"Abang," panggilnya lirih. Namun, baru sadar jika itu sama sekali tidak berguna. Al pasti ada di lantai bawah dan tidak akan mungkin mendengar ringisannya.

Gelas kaca yang ada di nakas mencuri perhatiannya. Magnus mengangkat tangannya berusaha meraih gelas yang masih berisi air putih itu. Bukan untuk diminum, melainkan untuk disenggol agar pecah lalu bisa menarik perhatian Al.

Magnus tersenyum lega saat suara pecahan kaca terdengar cukup keras. Biarlah nanti mengotori lantai dan merepotkan Bi Tina. Magnus tidak kuat lagi dalam keadaan seperti ini.

Suara pintu kamarnya yang dibuka cepat membuatnya sedikit melirik. Tiga cowok berdiri di ambang pintu. Lalu salah satunya melangkahkan kaki cepat menuju dekat lemari camilan Magnus. Menarik troli tabung oksigen di sana.

Melihat dada Magnus yang naik turun dengan cepat membuat Al harus lebih cekatan memasang semua komponen tabung oksigen. Mengacak laci nakas mencari nasal kanula yang seharusnya ada di sana.

Raut kepanikan di wajah Al berkurang ketika menemukan apa yang ia cari. Al memasukkan kedua lubang nasal kanula ke hidung Magnus setelah mengatur keluarannya sebanyak empat liter permenit.

"Gimana?" tanya Al mendekati Magnus.

Kedua teman Magnus itu hanya bisa diam melihat situasi ini. Ketakutan jelas melanda keduanya saat melihat Magnus yang masih kesulitan bernapas. Padahal selang itu sudah dipakai Magnus.

Gelengan lemah disertai gestur tidak tenang dari Magnus membuat Al lantas berdiri. Berlari cepat memasuki kamarnya. Mengacak beberapa alat medisnya yang sudah terjejer rapi demi menemukan masker oksigen. Melihat gelagat itu membuat Al berpikir untuk menggunakan masker oksigen sebab mampu mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang lebih banyak. Tak lupa ia menarik cepat beberapa alat yang akan digunakan untuk mengecek Tanda-Tanda Vital (TTV) Magnus.

"Gue harus apa biar bantu Mag?" tanya Lerby entah pada siapa saat melihat Al kembali masuk ke kamar Magnus.

Al segera mengganti selang nasal kanula dengan selang masker oksigen dengan aliran enam liter per menit setelah mengecek saturasi oksigen Magnus yang terus menurun. Ia menutup mulut dan hidung Magnus dengan alat yang dilengkapi dengan lubang di sisinya untuk mempermudah proses ekspirasi itu setelah melepas nasal kanula dari hidung Magnus.

Beberapa menit kemudian, Magnus mulai tenang, meskipun kernyitan di dahinya begitu kentara. Matanya masih terpejam. Al duduk di samping Magnus sembari mengusap rambut adiknya dengan sayang.

"Bang Al keren banget. Gila!" komentar Sergio melihat Al yang memeriksa Magnus dengan stetoskop sebelum berkutat dengan sphygmomanometer dan termometer

Lerby menatap Sergio. "Lo ngomong gitu bikin gue makin ngerasa bersalah."

Sergio nyengir. "Lo juga sih demi cewek kayak dia aja sampai ngagetin. Hp gue sampai jatuh."

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang