15. Pintarnya Sergio

1K 80 135
                                    

Kalau mau bahagia itu ya harus mempertahankan sumber kebahagiaan

~Magnesium Zenith Nabastala~

Happy reading

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"HUAAA!"

Magnus susah payah mengatur napasnya yang memburu. Teriakan dari sampingnya itu begitu keras sampai ia terbangun dengan paksa. Ini masih pagi dan ia harus mendapati satu teriakan keras di hari barunya yang baru mulai ini. Ia mengerjap bingung saat ini.

Saliva Magnus tertelan dengan susah payah melihat Al di sampingnya yang menutupi tubuhnya dengan selimut. Wajah Al tampak terkejut sama sepertinya, disertai dengan raut ketakutan yang membuat Magnus ngeri. Tatapan Al tertuju pada badannya.

"HUAA!" Magnus sama terkejutnya melihat tubuhnya kini tanpa atasan. Sedikit demi sedikit menoleh ke arah Al dan ia baru sadar jika kakaknya juga tidak memakai baju.

"Lo ... lo apain gue, Dek?" Al berteriak histeris. Matanya meliar mencari bajunya yang hilang entah ke mana. Wajahnya benar-benar memerah sekarang terlalu takut pada situasi saat ini.

Magnus yang terbiasa mengontrol segala hal memilih diam. Ia meraba hidungnya dan mendapati nasal kanula masih setia ada di hidungnya. Magnus sama bingungnya dengan dirinya dan Al yang sama-sama telanjang dada pagi ini. Kepingan kejadian sebelum tidur malam kemarin ia kumpulkan satu persatu. Sesekali menengok Al yang sekarang malah meringkuk di pojok kamar dengan membawa selimut ranjang.

Potongan ingatan sudah terkumpul. Seketika Magnus menertawai kebodohan pagi ini. "Lupa lo, Bang? Lo sendiri yang dateng ke kamar gue udah nggak pakai baju. Lo kira kita apaan, Bang? Ngaco pikiran lo."

Al yang tadinya menunduk, seketika mendongak. Perkataan itu membuat ingatannya kembali ke semalam. Di mana dia pergi ke kamarnya sendiri lalu pergi ke kamar adiknya tak lama kemudian. Merasa panas dan Mag tidak boleh kena AC, ia melepas baju atasnya kemudian melemparnya entah ke mana.

Sekarang Al bangkit, menjauhi pojok kamar. Menatap adiknya penuh selidik. "Terus kenapa lo juga?" tunjuknya ke Magnus yang masih saja senyum-senyum sendiri.

"Panas juga, yaudah lepas." Magnus masih saja tertawa. Ia yakin Al masih bingung dengan ini. "Ngakak gue, Bang lihat lo kayak orang gila." Kali ini tawa Magnus benar-benar keras melupakan nasal kanula yang ada di hidungnya. Sangat lucu melihat wajah Al memerah dengan raut ketakutan begitu kentara.

"Astaga, malu gue, Dek."

Magnus semakin tertawa keras melihat Al lari terbirit-birit keluar dari kamarnya. Padahal Al sendiri yang biasa menemani Magnus tidur saat sakit. Sekarang malah malu sendiri.

Al di kamarnya kini malah merenung. Masih terlalu bingung dengan kejadian yang sama sekali tidak salah ini. Ia menatap kausnya semalam yang kini ada di genggamannya. Ia menemukan kaus itu sdi depan pintu kamar Magnus.

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang