30. Jadi, begini

753 82 7
                                    

Pantas, rapi sekali. Cukup cerdas dia rupanya.

~Lerby Tiernar Addis~

Happy reading

Selalu bertiga dan selamanya harus begitu. Magnus, Sergio, dan Lerby memang tidak bisa dipisahkan. Saat ini ketiganya sudah ada di mobil Sergio yang dikendarai Lerby. Masih diam di parkiran, menunggu jalan agak sepi.

Alunan musik yang pelan dan tenang sedikit memusnahkan kelelahan mereka setelah berkutat dengan pelajaran. Awalnya tenang, sebelum suara Lerby terdengar.

"Bro, Bro itu Iva bukan?" Telunjuk Lerby mengikuti seseorang.

"Bukan," jawab Sergio cepat sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari gawainya.

Magnus yang duduk di samping Lerby berusaha memejamkan mata.

Melihat sikap acuh kedua temannya membuat Lerby dengan tenangnya menekan klakson sekuat tenaga.

Magnus langsung terlonjak bangun dan gawai Sergio terlempar.

"Kalau lo mau bunuh gue bilang dong!" protes Magnus mengusap dadanya. Sensasi nyeri membuatnya meringis.

"Mag, lo ...kenapa? Anu dada lo sakit? Jantung lo?" tanya Lerby gelagapan. Rasa bersalah menyerangnya. Kesalahannya ini membuat Sergio yang sehat saja sampai menjatuhkan gawainya, lalu bagaimana dengan Magnus?

Magnus mengabaikan kekhawatiran Lerby. Ia menarik napas panjang melalui hidungnya. Seketika rasa tertusuk terasa pada dadanya ketika berusaha memasukkan oksigen ke dalam paru-paru. Sebisa mungkin tangannya ia tahan agar tidak meraih dadanya yang nyeri. Magnus tidak mau membuat Lerby merasa semakin bersalah.

"Maksud lo apaan?" Dari belakang, Sergio mendorong bahu Lerby kencang.

"Iya gue tau! Mag ... maaf," lirihnya meraih pundak Magnus. Kepala Magnus tertunduk saat ini.

"Nggak cukup lah maaf doang. Lo pikir dong kalau mau tindak!" cecar Sergio sedikit emosi. Pasalnya ia juga dikagetkan sampai gawainya jatuh.

"Iya gue tahu. Udah diem lo!" perintah Lerby sedikit kesal mendengar ocehan dari Sergio.

"Gue nggak papa," ucap Magnus lirih menghentikan adu mulut kedua temannya.

Melihat Magnus yang kembali menegakkan badannya, Lerby sedikit lega. Ia masih mendengar napas berat dari temannya ini. Segera, ia mengambil botol minum di tas Magnus lalu menyodorkan ke pemiliknya.

Bibir Magnus yang sedikit pucat itu tersenyum tipis. Tangannya menerima sodoran botol itu sebelum meneguknya.

"Ikuti dia!" perintah Magnus setelahnya.

Lerby mengangguk paham. Ia menjalankan mobilnya mengikuti Iva yang berjalan kaki ke arah kiri dari gerbang sekolah. Suatu hal yang aneh mengingat biasanya Iva mengendarai sepeda motor dan melajukannya ke arah kanan.

"Dia nyebrang, Bro," ucap Sergio melihat Iva yang menyebrangi jalan ketika sudah sepi itu.

Di seberang sana memang ada tempat kost putri. Kening Sergio dan Lerby berkerut melihatnya. Magnus sendiri berusaha terlelap agar bisa melupakan rasa nyeri yang masih dirasakannya.

Rupanya, Iva tidak melangkahkan kakinya ke kost itu. Cewek itu terus berjalan di seberang sana. Tidak lama, karena setelahnya Iva melangkahkan kakinya menuju sebuah warung kopi yang depannya dipenuhi kendaraan bermotor terparkir tidak rapi.

"Ser, lo kenal motor paling ujung?" tunjuk Lerby pada motor ninja berwarna hijau yang tampak mencolok diantara motor yang lain.

"Mario." Satu nama itu tercetus di benak Sergio. Motor dengan plat yang sama pernah ia jumpai saat Reorganisasi kemarin di halaman depan kelas.

BAOBABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang