Desire, Love and Blood

28.1K 2.5K 1.3K
                                    

Jangan pura-pura lupa, VOTE agar sama-sama nyaman, anda vote author akan lanjut 😊


Vote dan komen hukumnya WAJIB. Setidaknya berikan apresiasi terhadap tulisan yang author buat..


Sungguh... Merangkai kata agar bisa dinikmati sangatlah tidak mudah 😞


Untuk menghargai para author sebaiknya dibiasakan sejak dini. VOTE sebelum membaca.


Sampai berjumpa lagi setelah 900 Vote. 😊






||||||||||||||||||||||








|||||||||||||||







|||||||


By : avrG

°
°
°


Note: 8762 words. Author harap kalian membaca part ini dengan teliti :)


Selamat membaca. Terimakasih ☺️




***



Greb!!!




Jennie berlari menghamburkan pelukan sesaat setelah Lalisa masuk dan pintu apartemen tertutup. Wanita berpipi mandu ini menangis dengan derai air mata jatuh dipipi.


Tubuh si jangkung itu bahkan nyaris terjengkang karena Jennie menyambar tubuhnya dengan memeluk erat dan membenamkan wajah didadanya dengan kuat.


Terkesiap, Lalisa menahan sebelah tangan dipintu apartemen, sedangkan sebelah tangan lainnya menggantung bingung disisi tubuh. Tetesan hangat air mata Jennie jatuh didada dan membasahi kaosnya, wanitanya menangis sesenggukan dengan kedua tangan melingkar erat-erat dipinggangnya yang ramping.


"Eoh? Wae-yo, eonni? Ada apa? Kenapa kau menangis?" Lalisa mengerutkan alis bingung, tangannya sontak terangkat mengusap belakang kepala Jennie untuk menenangkan.


Jennie belum menjawab, ia masih terisak dan hanya ingin mendekap tubuh wanitanya yang sejak tadi pergi. Sejak Lalisa pergi persaannya gelisah dan resah tanpa henti. Ia bahkan tak bisa membersihkan tubuh, dan berusaha menikmati strawberrynya dengan tenang.


Tidak, wanita berpipi mandu ini bahkan menikmati strawberry creamernya sambil menangis. Lalisa tak bisa dihubungi selepas ia meninggalkan aprtemen, wanita yang tengah hamil muda ini juga lekas mengejar kekasihnya setelah mengambil jaket.


Namun sayang, Lalisa tak terlihat lagi disekitar apartemen, kepala menoleh cepat dengan kekhawatiran dan ketakukan itu tak bisa menemukan sang kekasih di jalanan.


Baru kali ini, Jennie benar-benar sangat ketakutan ketika Lalisa pergi meninggalkannya untuk mencarikan sesuatu yang ia inginkan.


"Kau meninggalkanku sendirian di apartemen, hiks.." ucap Jennie tersedu-sedu dengan wajah masih terbenam didada Lalisa.


Menghela seutas senyuman, Lalisa membiarkan wanitanya untuk lebih tenang dari tangis. Lalisa kemudian melingkarkan tangan jenjangnya dibahu sang kekasih. Tangan lainnya tetap membelai kepala Jennie penuh kelembutan agar merasa terlindungi didalam pelukannya.




Turn On, LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang