"Buat masalah lagi ?" Chris duduk di sofa sambil menatap Septian yang baru saja masuk rumah.
Septian masih mengenakan baju seragamnya. Ia melirik Chris saat pria itu menyindirnya. Septian tak peduli, menganggap sindiran itu sebagai angin lalu untuknya.
"Dari mana saja kamu ? Jam berapa ini, hah ?!" Bentak Chris.
Septian menoleh melihat jam. Jarum panjang dan jarum pendek tepat menghadap utara. "Peduli apa papa sama Septian ?"
Mira datang dari arah belakang. "Ada apa ini ?" Mira melihat Septian. "Septian, kamu sudah pulang ? Dari mana saja ?"
Septian tidak menjawab pertanyaan Mira. Septian dan Chris saling menatap sengit. Mira langsung paham situasi ini.
"Mama kamu lagi bicara. Dengar tidak ?!" Bentak Chris.
"Sudah, tidak papa." Mira berkata lembut. "Kamu masuk, sayang."
"Septian." Chris menahannya. "Papa belum selesai bicara. Buat masalah apa lagi kamu ? Pihak sekolah menelepon papa lagi. Katanya kena surat peringatan lagi kamu."
"Yang penting papa gak di panggil kan ?" Balas Septian dingin.
"Bisa tidak kamu sekali saja tidak buat saya pusing ? Saya sudah lelah dengan pekerjaan saya. Di tambah harus mengurus kelakuan kamu," ucap Chris yang emosinya sudah tersulut.
"Septian gak minta di urusin. Gak usah urusin Septian. Urus aja pekerjaan papa." Septian berjalan melewati orang tuanya.
"Dasar anak tidak tau diri. Tidak punya sopan santun. Hanya bisa malu malu in keluarga saja kamu. Saya menyesal punya anak seperti kamu ! Lebih baik dari dulu saya buang saja kamu ke panti asuhan."
"Pa !" Mira meninggikan suaranya. Kaget dengan ucapan suaminya.
Septian terdiam. Langkahnya terhenti sendiri. Kata kata Chris dengan sekejap membuat Septian tertegun, seperti ada pisau menyayat hatinya perlahan. Luka yang selalu ia pendam kini terbuka lebar. Septian membekukan setetes air yang hampir keluar dari kedua matanya. Perkataan papanya ini lebih sakit dari pukulan fisik yang selama ini ia terima.
"Kamu tidak usah pulang saja sekalian. Saya sudah tidak sanggup urus kamu lagi. Urus diri kamu sendiri." suara Chris merendah.
Septian mengangkat sebelah sudut bibirnya. Memang selama ini dia sendiri yang mengurus dirinya. Pria itu langsung membalikan tubuhnya, keluar. Tatapannya bertemu dengan Mira. Septian tidak mengidahkan Mira yang memanggil berkali kali.
"Septian, kamu mau kemana ?" tanya Mira yang mengejar Septian keluar.
"Mama masuk aja. Gak usah urusin Septian."
"Kamu jangan dengerin omongan papa kamu, Septian. Papa kamu lagi pusing karena akhir akhir ini omset perusahaan menurut. Ayo masuk. Mama masakkan makanan untuk kamu ya."
"Septian gak laper." Septian bersiap siap naik ke sepeda motornya. Tapi lengannya di tahan oleh Mira.
"Sudah malam. Kamu jangan pergi lagi. Kamu temani mama ya, sayang."
Sorot mata wanita itu memohon agar Septian tidak menolaknya. Septian membuang wajahnya. Ia tidak bisa melihat tatapan sedu yang tergambar jelas di wajah ibunya.
Septian menghidupkan sepeda motornya. Ia melaju tanpa berkata apa apa, tak menoleh lagi pada Mira. Hatinya seolah sudah mengeras tak berperasaan. Sangat salah Septian memutuskan untuk pulang.
~~~~~~~~~~°
"Napa balik lagi, Sep ?" Tanya Revan. Septian kembali ke rumah Revan. Tempat yang tadi ia kunjungi sebelum pulang. Masih ada Jorges di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Septian Adelio [PRE ORDER]
Romance[OPEN PRE ORDER (@_gentebooks)] "Oke, Alexa, ini sekolah ketiga lo. Jangan sampe lo di keluarin lagi." • • • • • • • • • • • "ADUH GUE GAK BISA, ADA KAKEL BIKIN EMOSI MULU !"