PART 39

7.2K 491 5
                                    

Septian mendapat sebuah panggilan dari ibunya saat jam pelajaran sedang berlangsung. Septian awalnya tidak mengidahkan. Tapi panggilan-panggilan itu tak kunjung berhenti. Setiap berapa detik sambungan itu terputus, sambungan baru kembali menggetarkan ponselnya. Septian mengangkat ponselnya diam-diam.

"Halo."

"Septian, akhirnya kamu angkat. Kamu di sekolah, nak?"

Septian mengerutkan dahinya. Suara ibunya seperti sedang menangis dan panik.

"Iya."

"Kamu ke rumah sakit sekarang ya."

"Rumah sakit? Siapa yang sakit?"

"Papa kamu kecelakaan. Kamu datang sekarang."

~~~~~~~~~~°

Setibanya di rumah sakit, Septian bergegas menunju ke ruangan ayahnya di rawat. Septian meninggalkan sekolah begitu saja. Tasnya pun tidak ia bawa. Septian hanya menitip pesan pada teman-temannya untuk membawa pulang tasnya karena ia mau ke rumah sakit.

Septian menemukan ibunya yang duduk di bangku luar IGD sambil menutup wajahnya. Septian mendekat perlahan. Begitu Mira menengadahkan kepalanya, Septian bisa melihat air mata yang masih membekas di pipi Mira. Mira berdiri dan langsung memeluk Septian.

"Septian." Mira menahan air matanya untuk tidak keluar lagi. Ia mengusap punggung anak lelakinya itu.

Septian diam, tidak membalas pelukan Mira. Tubuhnya seolah disengat oleh listrik bertegangan rendah saat Mira memeluknya. Sudah selama apa ia tidak mendapat pelukan Mira sampai-sampai rasanya seaneh ini.

Septian mengikuti Mira yang menggandengnya untuk duduk di bangku. Dari pintu kaca buram IGD, samar-samar Septian melihat beberapa suster di dalam. Ayahnya juga ada di salah satu bilik di dalamnya.

Septian terdiam sebentar. Ia lalu melirik ibunya. Raut wajah wanita itu bisa menjelaskan betapa parahnya keadaan Chris sekarang.

"Papa kenapa, ma?" Septian akhirnya bertanya. Meski selama ini Septian dan Chris memiliki hubungan yang tidak baik, tapi tetap saja Chris adalah ayah Septian. Bohong kalau Septian bilang dia tidak sayang Chris.

"Kepala sekolah kamu bilang kamu kemarin bolos lagi. Kepala sekolah minta papa ketemuan. Selama ini papa nggak pernah datang ke sekolah. Kali ini papa mau dateng. Papa mau liat kamu di sekolah. Tapi di tengah jalan mobil papa kamu hampir tabrakan sama truk. Papa oleng dan akhirnya nabrak tembok jalan."

Septian melihat lama ke arah pintu IGD. Chris mau datang ke sekolahnya? Mira mengusap lembut kepala Septian. Menaikan rambut yang menutupi keningnya.

Untuk sejenak Septian membiarkan sentuhan Mira memanjakannya. Sentuhan yang selama ini ia rindukan. Selang berapa lama, Septian menurunkan tangan Mira. Mira tersenyum sendu. Setidaknya Septian memberinya kesempatan untuk menyentuhnya. "Mama cuma punya kamu sama papa, Septian. Mama sayang sama kamu. Papa juga. Maafin mama dan papa selama ini nggak punya waktu sama kamu. Kami kerja, untuk kamu."

Septian memalingkan wajahnya. Ia ingin sekali menghapus air mata ibunya yang belum kering itu. Tapi egonya melarang. Luka di hatinya tidak mengizinkan.

"Septian, kamu jangan sering bolos. Jangan pulang malem-malem. Belajar yang rajin. Kamu harus jadi orang sukses." Tidak ada jawaban keluar dari mulut Septian.

"Siang ini papa kamu harus operasi karena gegar otak. Tulang rusuknya juga patah." Septian menoleh saat Mira memberitahunya.

"Operasi?"

"Iya. Kepala papa kamu terbentur setir mobil sangat kencang. Untungnya saat kejadian, warga cepat bawa papa kamu ke rumah sakit." Septian menangkup kedua tangannya di atas pahanya. Ia melihat seorang perawat berbaju putih keluar dari pintu IGD. Septian sedikit memiringkan kepalanya mengintip ke bagian dalam. Semua bilik yang ada di dalam tertutup tirai. Septian tidak bisa menebak yang mana bilik ayahnya.

Septian Adelio [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang