PART 25 : Sumber Kekuatan

9.1K 596 17
                                    

Septian pulang ke rumah setelah dari Wabus. Begitu masuk, Septian melihat kedua orang tuanya sudah pulang. Mereka duduk di ruang tamu, seperti menunggu seseorang. Tatapan ayahnya tak enak. Septian memilih untuk tidak mempedulikannya. Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Septian, Sini kamu !" Pinta Chris, ayah Septian, sambil berdiri. Mira, ibu Septian, juga ikut berdiri.

Septian berhenti tapi tidak turun. Ia berputar balik menghadap orang tuanya.

"Turun kamu ! Jangan tidak sopan ! Papa mau bicara."

Dengan malas Septian turun menghampiri orang tuanya. "Apa ?"

"Akhir akhir ini papa dapat laporan dari pihak sekolah tentang kamu yang sering buat masalah. Kapan sih kamu mau berubah ?"

Septian diam. Hanya memandang datar bergantian kedua orangtuanya.

"Septian ! Papa lagi bicara !"

"Terus Septian harus jawab apa ? Papa mau Septian berubah ? Jawaban Septian gak bisa."

"Papa gak mau tau. Mulai sekarang papa gak mau lagi dengar laporan dari sekolah. Kalau tidak papa akan berhenti jadi donatur sekolah kamu."

"Berhenti ? Septian gak peduli soal itu. Gak ada hubungannya juga sama Septian." Gosip tentang Septian adalah anak dari salah satu donatur besar sekolah memanglah benar. Tapi selama ini Septian tidak pernah menggunakan nama 'anak donatur sekolah' agar teman temannya segan. Justru menurutnya dengan menggunakan nama 'anak donatur sekolah' membuat dirinya terlihat seperti pecundang yang hanya bisa bersembunyi di bawah perlindungan orang tua.

"Udah, pa, ma. Septian mau ke kamar." Ucap Septian dingin. Kemudian ia naik tanpa memedulikan panggilan dan teriakan dari ayahnya.

"SEPTIAN ! KE SINI KAMU ! PAPA BELUM SELESAI BICARA !" Chris terdengar sangat emosi melihat kelakuan Septian.

"Sudah, pa, sudah. Jangan teriak teriak. Ini sudah malam." Kata Mira menenangkan suaminya.

"Mama jangan terlalu manjain dia. Liat lama lama dia jadi seenaknya." Ucap Chris.

"Enggak, pa. Mama gak manjain Septian." Kata Mira. "Sudah lah, pa. Besok pagi kita harus berangkat ke Surabaya. Lebih balik papa istirahat dulu sekarang."

~~~~~~~~~~°

Pagi yang cerah belum tentu diawali dengan hari yang cerah. Septian turun dengan seragam yang sudah membalut tubuhnya. Septian menukik alisnya ketika melihat koper orang tuanya. Senyum miring tercetak di wajahnya. Sudah bisa di tebak kalau mereka pasti akan pergi lagi.

"Septian." Panggilan lembut terdengar dari belakangnya. Septian menoleh. Jarang sekali Septian menerima panggilan bernada khas wanita ini secara langsung. Biasanya hanya lewat telepon saja.

"Apa ? Mau pergi lagi ? Pergi aja. Gak usah ngomong dulu sama Septian. Septian udah biasa sendiri."

"Septian !" Bentak Chris, membuat Septian mengalihkan pandangannya dari Mira ke Chris.

"Septian, mama sama papa mau ke Surabaya sekarang." Mira mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya dan menyerahkannya pada Septian. "Ini untuk kamu."

"Septian gak butuh." Septian menatap sinis amplop itu. Lagi lagi hanya itu yang di pikirkan orang tuanya. Mereka tak pernah tau apa yang sebenarnya di butuhkan Septian. Bukan harta.

"Kamu itu ya ! Bisa yang sopan sedikit tidak kalau bicara sama orang tua ?!"

"Pa, sudah jangan marah marah." Ucap Mira. Suaranya begitu lembut. Membuat Septian teringat akan sosok yang selama ini selalu peduli padanya. Tapi sayang, sosok itu tak bisa lagi Septian lihat.

Septian Adelio [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang