5. Pernyataan Perang

16.9K 1.5K 44
                                    

Viano selalu jadi morning person. Dia tidak pernah datang terlambat, kecuali memang ada urusan mendadak. Setiap hari, selalu datang yang paling pertama daripada karyawannya.

Maka dari itu, tidak ada satu pun karyawan Taruna Corporation yang berani datang terlambat.

Mood Viano lagi kurang bagus.

Entah karena apa, Raja--putra semata wayang Viano--terus saja merengek. Bahkan saat pria tampan tersebut berada di kantor pun, Raja masih terus menelepon untuk merengek.

"Raja, Papa harus kerja, Nak."

"Papa kerja terus, nggak pernah peduli dengan Raja."

Viano yang masih berada di dalam lift menghela napas. Bagaimana mungkin dia tidak peduli dengan anaknya?

"Nanti kalau Papa ada waktu, kita pergi ke luar negeri ya, Sayang. Sekarang, Papa benar-benar banyak kerjaan."

Terdengar buhyi dentingan.

Viano keluar dari lift. Sekarang dia berada di lantai paling atas kantornya.

Tidak ada percakapan lagi, tapi dia masih mendengar Raja menangis. Kalau anaknya sudah menangis, hati Viano jadi gundah.

"Oke, Sayang, jangan nangis. Papa janji, minggu ini akan temani kamu ke sekolah."

Obrolan belum selesai, sesuatu yang basah menyentuh sepatunya.

Viano berjengit. "Damn! Siapa yang kurang ajar begini."

Dia mengibas celana panjangnya yang basah dan kotor.

"Bapak!" Nesta terperanjat.

"Kamu lagi!" Viano menunujuknya. "Setelah kopi panas, sekarang alat pel. Besok apa lagi!"

Nesta menggeleng. Dia tidak sengaja.

Kejadian ini, kenapa mirip seperti di mimpi?

Yah, de javu. Tadi pagi kepalanya sampai sakit, gara-gara mimpi dicium Viano.

Tidak! Nesta tidak mau kalau Viano menciumnya.

Pasang 'kuda-kuda', siap melawan kalau si boss mau macam-macam.

"Bukannya saya udah bilang ke kamu, untuk jaga jarak dengan saya. Karena kamu tau apa?"

Nesta mendengus. Sebetulnya, Viano ini sadar atau tidak?

Yang mau dekat-dekat dengan dia, siapa!

Kesal sendiri jadinya, Nesta.

"Setiap saya ketemu kamu, saya sial! "

Sama, Pak!

Oke, anak buah harus mengalah. Nesta minta maaf, kalau begitu.

"Maafin saya, Pak." Membungkukkan badan, biar Viano percaya kalau Nesta tulus.

Viano menatap tajam pada Nesta. "Sepertinya, saya harus kasih hukuman buat kamu."

Enak aja!

Nesta menggeleng, cepat. "Tolong, Pak." Dia mundur satu langkah.

Viano mengernyitkan alis. "Mau lari ke mana pun, kamu tetap akan menerima hukumannya!"

What! Ternyata si boss, punya otak ngeres, Nesta jadi makin khawatir.

Tutup mulut, amankan diri.

"Bapak boleh hukum saya apa aja, tapi jangan minta yang itu."

"Minta yang itu, apa?" Viano bingung.

"Saya tau apa yang ada di pikiran Bapak. Asal Bapak tau, meskipun saya perempuan miskin dan jelek di mata Bapak, gini-gini saya masih punya harga diri. Walaupun Bapak itu termasuk golongan cowok ganteng, bukan berarti saya mau diapain aja."

Ocehannya panjang lebar, sayangnya Viano tidak mengerti Nesta bahas apa.

"Kamu ini ngomong apa, sih?"

"Saya tau, apa yang ada di pikiran Bapak."

"Memang yang ada di pikiran saya apa?" Mulai gerah Viano dibuatnya. "Kamu sok tau tentang saya."

Ketika Viano maju satu langkah, Nesta mundur lagi. Jika saja Viano itu bukan bosnya, Dia pasti sudah pukul dengan alat pel dari tadi.

"Pak, tolong. Walaupun di sini sepi, bukan berarti Bapak bisa cium saya sembarangan."

"Apa!" Viano tersentak.

"Saya bisa teriak sekencang mungkin, kalau Bapak berani macam-macam!" Nesta kemudian ingat kalau dia masih memegang alat pel. "Bahkan saya berani pukul Bapak pakai ini." Dia menunjukkan gagang pel yang masih dipegang.

Plang!

Viano memukul Nesta dengan tas kerja yang dia bawa.

"Kurang ajar kamu, punya pikiran seperti itu sama saya!"

Nesta meringis kesakitan.

"Kamu pikir saya punya nafsu dengan cewek model kayak kamu?" Viano memperhatikan bawahannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Tidak ada yang menarik!

"Kalaupun saya mau cium seorang perempuan, saya hanya mencium istri saya sendiri. Nggak akan saya cium perempuan lain, selain istri saya."

Nesta membeku. Gara-gara mimpi semalam, dia jadi paranoid sendiri.

Viano menarik lengan Nesta untuk lebih dekat dengannya.

"Mau tau, saya punya pikiran apa ke kamu?"

Nesta mendelik ketika Viano berada di sampingnya. Sementara lelaki itu mencengkram semakin kuat.

"Saya nggak pernah suka, dengan perempuan yang mengakui dirinya kalau dirinya itu jelek dan miskin." Kemudian tubuh Nesta dihempaskan.

Lelaki bermulut pedas tersebut melenggang begitu saja.

Nesta menoleh ke arah perginya Viano.

"Dasar Bos sombong! Awas aja kualat!" Ia mengutuk.

Viano terus berjalan.

Tanpa menoleh ke arah Nesta, dia berkata, "Hari ini, kamu sudah melakukan pelanggaran. Sebagai hukumannya gaji kamu saya potong 20%." Setelahnya dia terus melenggang.

Ingin Nesta menjerit.

Bos sialan!

Detik ini juga, dia menyatakan perang dengan bos sombong paling menyebalkan sedunia, yang jadi atasannya.

•°•

Ya udahlah, update biar masih sepi. Keep strong :)

 Keep strong :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang