37. Sama-sama Jomlo

8.5K 970 58
                                    


"Nesta, kamu masih bisa hidup sampai minggu depan, 'kan?" Sebuah pertanyaan dari Viano yang membuat Nesta harus beristighfar ratusan kali.

"Saya ini cuma keseleo. Bapak ngomong udah kayak saya kena kanker otak!" Ya Allah ... kuatkan Nesta.

Gantian Nesta sekarang yang tanya Viano.

"Minggu depan, Bapak masih hidup? Secara Bapak kerjaanya zolimi orang terus. Entah-entah Bapak kena santet."

"Kamu niat santet saya?" Datar banget bicaranya Viano.

Dibalas dengan emosi meletup dari Nesta. "Ya nggaklah, Pak! Gini-gini saya punya iman. Ogah pakai dukun-dukunan!"

"Oh!" Viano mengangguk pelan. "Selama kamu nggak ada niat untuk menyantet saya, berarti selama itu juga saya bisa hidup sampai waktunya saya untuk meninggal."

Ya Robbi, selalu saja Nesta yang kena. Maksud Viano, tersangka santetnya dia?

Bospret, selalu menang.

"Papa santet itu apa?" Keasyikan debat berdua sampai lupa masih ada bocil di antara mereka.

"Itu, loooh-"

"Sst!" Viano mengangkat. "Jangan ngomong apa-apa, bikin otak anak saya terkontaminasi."

Dengar itu, Nesta mendengus.

"Nggak usah bahas soal santet, ayo kita pulang."

Duh, akhirnya kata itu keluar juga dari Viano. Secara, semua orang udah pada pulang. Cuma dia yang masih stay di rumah Nesta.

Oh iya, lupa anaknya masih di sini. Raja Masih betah ngobrol sama Nesta, apalagi waktu diceritain bagaimana rasanya kaki keseleo dengan ekspresi sakit yang berlebihan. Bikin itu anak ketawa sampai guling-guling.

Memang, ya, kadang Nesta merasa dirinya berbakat untuk jadi pelawak. Kayaknya besok kalau ada audisi Stand Up Comedy dia perlu ikutan, deh. Lumayan, 'kan, siapa tahu menghibur orang bisa dapat duit.

Si bos sudah angkat bokong, rapikan kemeja tangannya turulur meminta Raja untuk mendekat.

Raja yang kini berada di bawah lengan ayahnya mendongak. "Kok, pulang, Pa?"

"Udah kelamaan di sini."

Eits, maksudnya apa, tuh?

'Kelamaan', memangnya siapa yang tahan dia?

Bangun, Nesta terseok-seok menyusul Viano.

"Udah, kalau nggak bisa bangun. Duduk aja!" Antara kasihan dan ogah didekati Nesta ekspresi Viano.

"Nggak apa, Pak. Masih bisa jalan kalau cuma deket gini."

Nesta pegangan di tiang depan teras rumah, biar bisa bertumpu di sebelah kaki saja.

"Minggu depan saya mau ajak kamu keluar, ada acara penting. Inget udah kualat satu kali, jangan sampai kualat lagi."

"Papa nggak boleh ngomong gitu!" sela Raja. "Katanya, laki-laki itu harus baik dan sayang sama perempuan. Ini Papa malah jahat. Papa ini ngajarin Raja yang nggak bener."

"Mampus ...." Pelan Nesta bilangnya, itu juga keceplosan saking senangnya ada yang bela dia.

Viano menghela napas, matanya itu, looh, memicing tajam ke Nesta.

Nesta nyengir.

Viano ulangi lagi perintahnya yang tadi.

"Minggu depan, saya mau ajak kamu pergi."

"Kalau kaki saya udah sembuh, Pak. Ini masih sakit untuk jalan."

"Nanti saya bawain kursi roda buat kamu."

Buset!

***

Dua hari Nesta istirahat di rumah, hari ke tiga lantaran tidak enak dengan Kevin dia memaksa untuk masuk kerja. Walaupun kaki masih sakit, untuk berdiri masih susah.

Kevin sebetulnya masih kasih kalau Nesta tidak kuat bekerja dia bisa cuti dulu.

Yah, sekalipun teman tetap saja Nesta harus profesional.

Untungnya Kevin itu orangnya baik banget, tahu kaki Nesta masih sakit dia siapin bangku. Jadi, selama tidak ada pelanggan Nesta diizinkan duduk.

Dia juga tidak perlu beres-beres atau bersih-bersih toko.

Soal gaji, Kevin sama sekali tidak memotong. Padahal, bisa dibilang Nesta gabut.

"Jam kamu bagus." Kevin memuji ketika dia melihat pergelangan tangan Nesta yang memakai jam tangan cukup etnik hadiah dari Viano.

"Iya, nih." Nesta menimpali. Jujur saja, awal buka kado dia senang luar biasa bisa dapat hadiah kayak begini. Selain bermanfaat bentuknya juga lucu. Tak disangka, si Bospret seleranya romantis juga. Kalau melihat jam tangannya, Nesta jadi mau senyum sendiri.

"Dari pacar, ya?"

Untuk pertanyaan Kevin barusan, Nesta terkesiap.

"Bukan. Ini dari Pak Viano, katanya sebagai rasa terima kasih karena mau jaga Raja."

Kecewa Kevin mendengarnya. "Ya udah, aku beresin rak belakang dulu."

"Oke!" Nesta seperti tidak menyadari perubahan ekspresi Kevin.

Oh iya, lusa si Viano mau ajak Nesta keluar. Kira-kira ke mana, ya?

Heran juga, kenapa dia harus ngotot supaya Nesta mau ikut. Dasar bos jomlo! Tidak ada gandengan makanya begitu.

Omong-omong, Nesta juga jomlo.

Jomlo sama jomlo. Jadinya ....

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang