Lusi masih dendam, gara-gara ditinggal Viano begitu saja. Itu cowok beneran tidak punya perasaan, deh! Sudah harus menelan rasa malu karena ketahuan cuma drama, ditambah sekarang harus repot menunggu taksi untuk kembali ke kantor sendiri.
Ya sudah jelas, orang kantor pada heran. Secara mereka rapat di tempat yang sama, kembalinya kenapa sendiri-sendiri? Lagi pula, sudah jadi rahasia umum kalau Lusi dan Viano punya kedekatan lebih dari sekadar bos dan sekretaris.
Tapi, apa pun gosip di luar sana, bagi Viano tetap saja Lusi hanya sekadar teman lama. Tidak lebih!
Lusi harus pura-pura cuek, meski dia tahu saat ini orang kantor sedang memikirkan hubungannya dengan dengan Viano. Tatapan mereka yang curi-curi pandang atau ada yang lupa sampai bengong melihat Lusi selama beberapa detik. Huh, semuanya membuat mood rusak.
"Pak Viano belum datang ke kantor?" Ujang yang menyuguhkan teh ditanyai Lusi.
"Lah, kirain si Kasep mau bareng Bu Lusi."
Lusi menggeram. Ujang ditanya malah buat pernyataan yang bikin dia makin emosi. Tidak Ivan, tidak yang lain. Semua pada kasih jawaban bodoh kalau dia tanya.
Lusi jadi berpikir, harusnya Viano itu pecat orang-orang yang model begini. Gunanya mereka di kantor apa coba? Bikin maju perusahaan juga tidak, yang ada malah bkin pusing dan bikin pengeluaran bengkak karena harus bayar gaji mereka.
"Yu udah, sana kamu keluar."
Ujang disuruh keluar, bergegas pergi saja. Tidak pakai menggerutu apa-apa. Coba kalau Nesta yang dibegitukan Lusi. Alamat mereka akan ada mulut sampai bermenit-menit.
Sudah di kantor, tidak ada Viano, Lusi malah jadi bingung mau apa. Saat dalam pikiran yang tidak enak tersebut, Ivan kena sial lagi.
Ck! Dia juga tidak sadar kenapa bisa jadi bodoh luar biasa dengan mampir ke ruangan Lusi untuk tanya Viano.
"Lus, Bos nggak ke kantor sama kamu?"
"Hih!" Lusi hilang wibawa dan juga sisi anggunnya kalau sudah urusan sama Ivan. "Mata kamu buta apa gimana? Kamu nggak lihat kalau di ruangan ini aku cuma sendiri."
Ya, memang benar Lusi cuma sendiri di ruangan ini. Tapi, apa salahnya dari pertanyaan Ivan barusan?
"Dasar kamu mau olok-olok aku, hah!"
Ivan yang tidak berdosa hanya mengerut alisnya. Dia cuma tanya kenapa respon Lusi malah marah-marah begitu.
"Ya udah kalaua nggak ada. Kirain kamu tau si bos ke mana."
"Nggak tau!"
Ivan kaget Lusi membentak begitu. Ini daripada semakin kena masalah lebih baik dia tutup pintu pergi saja dari ruangan sekretaris Viano tersebut.
Dasar Medusa! Ivan mengatai Lusi.
Lusi coba hubungi Viano, mau tahu ke mana laki-laki itu sekarang. Hanya berdering tidak diangkat.
'Kamu di mana? Jangan seenaknya nggak ngantor, ini bukan perusahaan ayah kamu.'
Tunggu beberapa detik. Pesannya cuma berubah centang biru, tidak dibalas.
Menyebalkan!
Jadi bertanya-tanya sendiri, ke mana Viano saat ini. Kalau berkaitan dengan Raja, biasanya Mia tahu.
Buru-buru hubungi Mia, tanya keberadaan Raja. Betul saja tebakan Lusi, Mia bisa memberi jawaban yang Lusi mau.
Jangan tanya bagaimana hati Lusi saat ini. Rasanya mau meledak, mau marah. Memang Viano si cerdas yang kadang suka jadi idiot demi anak. Bayangkan coba, dia lebih pilih menemani anaknya daripada kembali ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoetryCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...