"Seneng amat." Kevin berkomentar soal Nesta yang kelihatan kegirangan setelah bertemu Viano.
"Gimana nggak seneng," katanya sambil berjalan menuju meja kasir. Menyimpan lebih dulu di laci bawah meja map coklat yang tadi dia terima.
"Aku baru bebas dari bencana kelaparan, Vin."
"Emang, itu apa?" Mata Kevin menyorot pada laci bawah meja, tempat di mana Nesta menyimpan yang dia pegang tadi.
"Ijazah yang ditahan di perusahaan Pak Viano." Nesta berjoget kegirangan.
"Berarti udah aman, dong, dari utang perusahaan?"
Nesta mengangguk dengan senyum semringah.
"Selamat, ya, kalau gitu. Aku ikut senang."
"Makasih, Vin."
Nesta benar-benar harus bersyukur atas apa yang dia dapat hari ini. Hampir saja dia mau minta jatah mie menjelang kadaluarsa ke Kevin. Harganya bisa diskon 30%. Lumayan, 'kan, buat stock satu bulan ke depan.
"Berarti, habis ini kamu bisa cari kerja di tempat lain yang gajinya lebih besar, Nes."
"Kayaknya aku nggak bakal cari kerja di tempat lain, deh. Soalnya udah nyaman banget kerja sama kamu."
"Oh, ya?" Kevin menaikkan dua alis.
"Yang paling penting sekarang, ijazah udah di tangan. Aku tinggal fokus untuk ngumpulin uang buat kuliah."
"Rencananya, tahun depan aku mau daftar kuliah," sambung Nesta.
Kevin yang sedang memeriksa data di komputer membulatkan mata.
"Bagus, dong. Kamu masih punya niat mau kuliah."
Nesta menyunggingkan senyuman. Sepertinya, Kevin salah sangka soal niatan Nesta. Dia kuliah bukan karena mau tambah pintar atau seperti orang-orang pada umumnya--ingin menambah wawasan.
Faktanya, Nesta mau kuliah karena dia ingin satu level lebih layak untuk mendekati Viano. Secara, saat ini pendidikannya cuma sebatas SMA. Sedangkan Viano sudah lulus S2 dari luar negeri pula.
Maka dari itu, paling sedikit kalau sudah bisa jadi sarjana dia masih dapat kesempatan dan terhitung layak untuk mendekati Viano.
"Tapi, kamu udah lewat dari tiga tahun masa lulus SMA. Berarti enggak bisa daftar PTN."
"Hooh!" Nesta mengangguk. "Daftar swasta juga nggak apa-apa, yang penting tetep kuliah dapat gelar sarjana terus layak, deh, untuk deket sama Pak Viano." Mesam-mesem sendiri Nesta.
Kevin langsung terdiam. Dia tarik lagi kata-kata sebelumnya. Nesta tidak bagus kuliah lagi karena niatnya mau mendekati Viano.
***
Satu hari setelahnya ....
Ada yang berbeda hari ini. Tumben Lusi mau menjemput Raja pulang sekolah. Biasanya, kalau Viano mau menjemput dia malah menyarankan sopir saja.
Raja berlari kecil dari koridor kelas menuju gerbang sekolah, tempat di mana Lusi menunggu.
"Kenapa, Tante Lusi yang jemput?" Bukan menyapa lebih dulu, Raja malah protes.
Sudah rela berdiri sepuluh menit menunggu dia, tanggapannya malah begini?
Oh, God! Dalam hati, ingin sekali memarahi anak di depannya. Tahan. Lusi harus banyak sabar demi menarik simpatik Viano. Gampang, deh, kalau sudah berhasil jadi istri, tinggal jewer kuping itu anak. Beres.
"Tante Lusi lagi nggak banyak kerjaan, makanya mau jemput kamu."
"Suster Mia, mana?" Malah menanyakan di mana pengasuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoetryCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...