58. Baik-baik saja, 'kan, Pak?

8.1K 838 14
                                    

Raja menginap di rumah Garsetta. Terpaksa karena Viano masih harus beradu debat lagi dengan Garseta

Beruntung, ada Mia yang mau menemani.

Raja pikir keributan tadi malam sudah cukup. Ternyata, pagi ini-- dari balik pintu kamar--dia lihat sendiri papanya tidak bergerak di ruang tengah. Menunggu Oma agar mau memaafkan.

"Suster, kenapa papa enggak bangun dari situ?"

"Papanya Den Raja lagi ngobrol sama oma," jelas Mia.

"Den Raja di dalam aja, nggak boleh keluar ya."

"Tapi, kakinya papa pasti sakit. Udah lama papa diam di situ."

Mia juga sebetulnya tidak tega melihat Viano berlutut cukup lama, tetapi tidak dianggap oleh ibunya. Namun, dia bisa apa? Posisinya di sini hanyalah sebagai pengasuh Raja. Tidak berhak ikut campur.

"Papa dimarahin oma lagi, pasti gara-gara Raja."

"Nggak, bukan gitu."

Mia mengusap air mata Raja yang menetes di pipinya. "Anak cowok, kok nangis? Nggak boleh nangis, ya," bujuknya.

"Kakinya papa pasti sakit. Kasihan papa, Sus."

Mia juga tahu. Hanya saja, dia tidak tahu harus melakukan apa.

"Oma nggak suka sama Raja. Berarti, kalau Raja pergi dari sini, oma mau sayang sama papa?"

Mia tidak punya jawaban.

"Biarin Raja keluar, Sus. Raja mau ketemu sama papa."

"Den Raja mauntolong papa?"

Anggukannya menjadi jawaban.

Mia tidak tahu apa yang dilakukannya apakah salah atau tidak. Kalaupun harus dipecat dari pekerjaannya, dia terima dengan ikhlas. Asalkan semua ini berakhir dan tidak lagi saling menyiksa.

***

Nesta memikirkan Viano sepanjang hari. Sampai segala sesuatunya yang dikerjakan tidak pernah sempurna.

Berkali-kali dia melihat layar ponsel, berharap agar Viano memberikan kabar. Nyatanya ... nihil.

Bukan tidak sadar atau mau menyingkirkan Viano, Kevin kali ini memilih diam. Dia takut, Nesta hanya terlalu banyak berharap malah akan melukai hatinya sendiri.

Sudah jelas. Dari kemarin dia berusaha bersikap pada Viano malah melihat sendiri bagaimana lelaki itu sering membatalkan janjinya.

Kali ini, bisa saja sama.

Sampai pada pada pukul sebelas Nesta menerima telepon dari seseorang.

"Angkat aja, toko akunyang handle," ujar Kevin ketika Neata menatap matanya penuh harap.

"Makasih." Nesta menyingkir ke belakang sebentar.

"Kak Nesta, tolongin papa."

Didengar dari suaranya, Raja seperti habis menangis. Kondisi Viano saat ini, sangat burukkah?

"Papa udah lama diam di sana. Oma sama sekali nggak mau maafin papa. Kasihan dia."

Nesta merasa lemas kedua kakinya. Sampai merasa mau jatuh.

"Raja masih kecil, nggak bisa tolongin papa."

"Raja jangan nangis." Nesta berusaha untuk menguatkan diri, "sekarang keluar dari kamar, kasih hp-nya ke papa. Biar Kak Nesta yang ngomong sama papa."

"Iya." Bocah itu menuruti,

Menunggu beberapa menit, Nesta bertanya lagi, "Raja hp-nya udah dikasih ke Papa?"

"Su-dah," jawabnya terbata-bata.

Nesta menghela napas. Tidak tahu bagaimana perasaan Viano saat ini, yang jelas dia ikut merasakan perihnya.

"Pak ...." Nesta berujar Lirih

Tidak ada tanggapan.

"Saya udah dengar semua dari Raja, Bapak ngapain sampai kayak gini?" Nesta menggigit bibir. Ditahan-tahan supaya jangan menangis.

"Bapak ngebuat citra saya semakin buruk di mata orang tua Bapak."

"Bapak tolong jangan kayak gini, dong, saya nggak bisa nolongin apa-apa ke Bapak. Tolong dengerin saya."

Nesta tidak peduli kalau Viano dari tadi tidak menanggapinya. Sudah biasa dia dicueki.

"Harusnya, Bapak lebih pikirin Raja. Bapak jangan menyiksa diri seperti ini, kalau sakit atau terluka, Raja siapa yang jagain? Lagian, ibunya Bapak itu benar juga. Ngapain suka sama saya?"

"Pasti Bapak semalam cuma lagi mabok!" Berusaha tertawa dalam perih.

"Lagian, Bapak memang cocok sama Bu Lusi. Dia cantik dan berpendidikan. Jauh dengan saya."

"Makanya, saya mau kuliah dulu. Tapi setelah saya pikir-pikir, nunggu saya selesai kuliah, itu berarti sekitar 4 atau 5 tahun lagi. Bapak pasti keburu tua, jangan-jangan udah 40 tahun."

"Dipikir-pikir, geli juga punya suami om om." Nesta mengelap air mata yang membasahi pipi.

"Bapak itu udah kelamaan menjomlo, jangan sampai menunda-nunda pernikahan lagi. Inget umur!"

Nesta percaya, bahwa jodoh itu akan tahu kepada siapa dia berlabuh. Tidak usah dipaksakan.

"Tapi, asal Bapak tau ...." Nesta menggantung ucapkan sejenak. "Saya emang beneran sayang sama Bapak, berhenti menyiksa diri."

Dari tadi mengoceh panjang lebar, tidak ditanggapi sama sekali.

"Bapak jawab, dong! Jangan diem aja. Bapak masih hidup, nggak sih!"

"Pak?" Nesta memanggil lagi karena dia benar-benar khawatir. Jangan-jangan Viano kena serangan jantung dadakan.

"Bapak baik-baik aja, 'kan?"

Bukan jawaban, panggilan dari Nesta malah diputus.

Pendek guys. Biar cepet up yang penting.

Makasi udah rajin ramein lapak aku yang mirip sekolahan di musim corona (syepi)

Untung ada kalian yang uwu.

Lope full. Muach!

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang