59. Takut Kehilangan Bapak

8.2K 861 54
                                    

Nesta berjongkok. Menyembunyikan kepala di balik kedua tangan, sejenak menumpahkan tangis yang sedari tadi dia tahan. Heran, orang seumur Viano masih saja bisa membuatnya khawatir.

"Bapak ngapain di sana?" Nesta khawatir setengah mati, tetapi dia bisa tidak bisa bertindak apa-apa.

Tampaknya, setelah ini Nesta harus meminta maaf lagi pada Kevin karena untuk kesekian kali dia tidak becus bekerja. Pelanggan mulai ramai berdatangan, bos-nya sibuk sendiri, sedangkan Nesta malah sibuk pada perasaanya yang tidak terlalu penting.

Kembali berdiri, Nesta berusaha untuk mengatur napas. Tenangkan diri sejenak. Biar bagaimanapun, dia tetap harus menjadi manusia yang tahu diri. Menghargai Kevin sebagai atasannya adalah sebuah keharusan.

Nesta meyakinkan diri, Viano pasti akan baik-baik saja. Dia bukan anak kecil dan juga bukan bocah tolol.

Butuh beberapa menit untuk dia bisa kembali bekerja dan ketika sudah siap untuk keluar, Nesta terkejut. Kevin berdiri di depan pintu dia memasang wajah masam.

Sadar dia yang salah, Nesta meminta maaf. "Ini yang terakhir aku mangkir dari jam kerja."

Terdengar helaan napas kasar.

Ada apa ini? Tidak biasanya Kevin bersikap dingin. Bahkan saat ini ini dia berkacak pinggang di hadapan Nesta. Jujur saja, dia membuat Nesta tergagap.

Apakah ini pertanda kalau Kevin sangat marah padanya?

"Nesta ...." Akhirnya dia bicara dengan urat menegang, "sorry, kalau aku harus sampaikan ini. Tapi aku pikir sudah nggak bisa mempertahankan kamu untuk bekerja di sini."

Nesta membulatkan mata.

"Detik ini juga, kamu saya pecat!"

***

"Oma, kalau oma nggak suka sama Raja, nanti Raja bisa pergi dari rumah. Katanya Davin, biasanya kalau anak-anak mau dibuang nanti ditaruh ke panti asuhan"

Garseta mengepal tangan kuat ketika dia menatap langsung pada mata Raja.

"Jangan marah sama papa terus."

Garseta berusaha menepis kepeduliannya. Ucapan bocah kecil di hadapannya tidak bermakna apa-apa sama sekali.

"Papa itu baik, Oma. Raja sayang sama papa ...."

Dada Garseta rasanya bergemuruh. Tubuhnya jatuh karena limbung, Untung saja masih ada tembok untuk berpegangan.

"Viano lagi-lagi kamu buat ulah, ya!" Garseta melihat ceceran tanah liat di mana-mana. Membuat seisi rumah tampak kotor. Entah apa yang akan dikerjakannya.

"Mama bilang berapa kali, kalau mau main kotor kayak gini, jangan di dalam rumah!"

Dimarahi, Viano yang masih berumur 10 tahun malah kabur.

"Viano!" Garseta berteriak.

"Kenapa marah-marah, sih, Ma?

Itu suara Aldi, putranya yang berumur 13 tahun dengan tinggi yang hampir menyamai tingginya.

"Lihat kelakuan adik kamu!" Garseta menunjukkan tanah liat yang mengotori lantai dan tembok.

Sembari memanggil asisten rumah tangga, tetap mengomel.

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang