Viano pulang kerja. Suasana rumah seperti biasa, tidak ada yang berbeda. Mia akan segera pamit pulang kalau Viano sudah ada di rumah.
Raja sama sekali tidak cerita kalau Garseta mampir ke rumah tadi, Mia pun sama. Mereka sama-sama tidak berani bilang. Karena, takut menimbulkan masalah. Hanya saja, wajah sendu Raja tidak bisa bohong. Waktu ditanya kenapa diam saja, dia menutupi dengan berkata bahwa tidak ada apa-apa.
Sebetulnya, bisa dibilang hati Raja saat ini rasanya sangat perih dan tercabik-cabik. Walaupun dia belum dewasa dan kurang bisa memahami apa yang omanya katakan, tetapi sedikit banyak Raja tahu apa maksudnya.
Selama ini dia sering bertanya siapa mamanya. Namun, Viano tidak pernah mau menjawab jujur. Dia selalu saja membual atau mencari alasan lain. Dan tadi, Raja dengar sendiri dari Garseta kalau seharusnya dia ikut mati bersama mamanya.
Itu berarti, mamanya Raja sudah meninggal?
Begitu, 'kan?
"Papa, mamanya Raja itu siapa?" Viano yang baru selesai menyeduh kopi ditanyai begitu sama Raja.
Letakkan dulu kopinya di meja, Viano menatap Raja. Entah, cara biasa masih berfungsi atau tidak.
"Papa pas masih muda, main ke kali. Tau-tau ada semangka hanyut gede banget, Papa ambil. Papa kira isinya emas berlian, nggat taunya anak bayi." Viano kemudian mengusap kepala Raja. "Papa kasih nama bayi itu Raja, karena dia berharga buat Papa."
Lama Raja diam, sejurus kemudian air matanya menetes. Dia sudah paham kalau papanya sedang berbohong.
Viano dengan sigap menarik anaknya agar lebih dekat, mengusap air mata yang mengalir di pipi bocah polos tersebut.
"Kata Papa, kita nggak boleh bohong. Tapi, Papa dari dulu bohongin Raja terus."
"Papa nggak bohong." Yah jelas dobel-dobel bohongnya si Viano. "Raja anak Papa."
"Kenapa oma benci sama Raja?"
"Oma bukan benci. Oma-" Bingung sendiri Viano mencari alasan. Bagaimana menjelaskan, Raja masih terlalu kecil. Nanti kalau masanya sudah tepat, Viano akan memberitahukan apa yang selama ini Raja tanyakan.
"Papa sayang sama Raja. Raja sayang nggak sama Papa?"
Meski masih sambil menangis, Raja mengangguk.
"Kalau sayang, Raja harus percaya sama Papa. Nanti, Raja pasti punya mama."
Tangan kecil Raja membungkus tubuh Viano. Dia berusaha memeluk, meski tidak sampai.
"Anak Papa ...." Diciuminya Raja berkali-kali.
Setelah ini, Viano curiga. Pasti ada sesuatu yang membuat anaknya kepikiran soal siapa ibunya. Orang itu, siapa lagi kalau bukan Garseta.
"Apa oma tadi ke sini?" tanyanya.
Raja membisu, tidak berani menjawab.
Viano tidak butuh jawaban. Dia yakin, pasti Garseta datang ke sini.
***
Pagi--sekitar jam enam--Viano sudah berada di rumah orang tuanya.
"Den Viano?" Tukang kebun rumah sampai kaget lihat si tuan muda, datang ke rumah pagi-pagi begini.
"Ada mama di dalam?"
"Ada, Den," jawab Kuncoro--tukang kebun.
Viano tanpa berbasa-basi lagi, masuk ke dalam rumah mencari mamanya. Kuncoro hanya terbengong-bengong melihatnya.
Papa Viano jadi orang kedua yang dia temui.
"Vi, tumben pagi-pagi ke sini?"
"Mana mama, Pa?" Viano bersikap dingin ketika papanya bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoetryCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...