🍁🍁🍁
Nesta masih menunggu, nih. Viano belum juga muncul batang hidungnya. Hari sudah semakin sore, pula.
Gelisah. Si mantan bos beneran mau datang atau cuma mau iseng sama Nesta?
Yah, siapa tahu saja, mentang-mentang dia tahu kalau Nesta telanjur jatuh cinta dengannya, malah dikerjai.
Eits! Jangan buruk sangka dulu.
Kemarin-kemarin Nesta banyak buruk sangka, nyatanya Viano malah malaikat banget hatinya.
Sabar, Nesta. Si Bospret pasti bakalan datang.
***
"Vi, tunggu!" Lusi mengejar.
"Tunggu!" Dia menahan tangan Viano yang hampir membuka pintu mobil.
"Ada apa lagi, Lus?"
"Aku ikut dengan kamu."
Viano menghela napas kasar. Harusnya, bahasa tubuh Viano sudah cukup jelas buat Lusi kalau dia tidak mau ditumpangi.
"Mama kamu banyak pikiran karena kelakuan kamu yang membangkang. Dengan kamu datang sama aku, setidaknya itu bisa membuat dia tenang."
Terdengar menyebalkan ucapan Lusi, tetapi ada betulnya juga.
"Jangan keras kepala terus-terusan, Vi!"
Nesta, bagaimana dia?
Jangan-jangan masih menunggu. Viano mau mengabari dulu.
"Cukup main-main hape-nya!" Lusi menyambar ponsel Viano, memaksa untuk memasukkan dalam tas. "Mama kamu lagi gawat, Vi."
Suka tidak suka, yang dikatakan Lusi benar.
Oke, Viano akan mengalah kali ini.
Demi mamanya, demi hari yang tidak mau nanti dia sesali seumur hidup.
Keduanya sudah di dalam mobil. Viano masih ragu untuk langsung pergi bersama Lusi. Kalaupun sekarang dia minta perempuan itu untuk turun tidak mungkin juga.
Tangannya jadi berkeringat gara-gara hal ini.
"Kamu mikirin apa lagi, sih, Vi?" Lusi menyadarkan Viano dari lamunannya, "udah masa genting gini, masih aja egois."
Viano belum menanggapi.
Lusi kesal. "Ya sudah, kalau kamu nggak mau pergi denganku, aku turun aja di sini!" Dia melepas sabuk pengaman, siap untuk turun.
"Ya sudah kita berangkat!"
Nyalakan mesin, Viano melaju bersama Lusi.
Butuh waktu tiga puluh menit untuk mereka bisa sampai di rumah sakit.
Sepanjang jalan, Viano memikirkan Nesta. Kasihan, Viano takut dia masih menunggu.
Tunggu! Nesta bukan cewek yang bego-bego amat, 'kan?
Dia pasti bisa ambil keputusan yang tepat. Kalau Viano sejak setengah jam tidak bisa dihubungi dan tidak datang juga. Harusnya Nesta pulang.
Bukan tidak mau mengabari. Saat ini, Lusi tampaknya mengawasi setiap gerak-gerik Viano.
Sampai dia tahu Viano ada hubungan khusus dengan Nesta, bisa-bisa Nesta yang jadi sasaran mamanya. Sama seperti Kana dulu.
"Mendung, kelihatannya mau hujan." Lusi menatap langit selagi lampu merah menyala. "Semoga aja kita bisa sampai rumah sakit sebelum hujan turun. "
Viano makin berdebar jantungnya. Kalau Nesta masih menunggu dan kehujanan, bagaimana?
Bunyi klakson nyaring terdengar dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoesiaCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...