Viano pulang lebih dulu ke rumahnya lantaran Raja tidur.
Waktu buka pintu penumpang kemudian menggendong Raja keluar, di situ dia kelihatan mirip hot dady ala-ala novel romantis.
Asli, hari ini Nesta dibuat baper luar biasa dengan kelakuan Viano.
Nesta menunggu di luar, sementara Viano mengantar Raja ke kamarnya.
Dia kembali dengan cepat.
"Ayo saya antar kamu pulang," katanya.
Nesta menurut saja. Mau diantar pulang, boleh. Misalkan diajak jalan-jalan dulu juga mau. Yang penting jangan dituruni di tengah tol.
Di perjalanan ....
"Ba-pak mau anterin saya, nggak?" Duh, terpaksa Nesta yang agresif lebih dulu ke Viano. Habisnya si Bos kalau tidak dipancing, gengsinya sebesar gajah.
"Kamu nggak sadar? Ini saya lagi anterin kamu."
Nesta mencebik. Padahal dia sudah mau mulai lebih dulu, sampai rela turun-turuni harga diri--diskon di atas 50 persen--harusnya dia peka!
"Ya udah, Pak, nggak jadi." Maunya jawab dua kali lipat lebih ketus dari Viano. Cuma, kembali lagi ingat soal etika. Dia bos, Nesta kacung.
Viano mengernyit. "Kamu plin-plan."
"Mendadak saya mules, kangen WC di kosan."
Bikin jengkel si Viano Bospret. Padahal Nesta tadi sudah niat mengibarkan bendera putih sebagai tanda perdamaian. Biar mereka akur, kalau bertemu tidak ribut terus.
Sayangnya, hati dia terlalu tinggi untuk memahami perasaan rakyat jelata seperti Nesta.
"Tahan dulu mulesnya, saya mau ajak kamu ke tempat lain."
Nesta mulai berpikir, sebetulnya yang cocok disebut plin-plan di sini siapa.
***
Viano memberikan satu kap minuman yang lagi tren di masyarakat.
Berdua duduk di bangku taman, terasa hening meski sebenarnya suasana sedang ramai.
Sebelum duduk di taman seperti ini, tadi Viano mengajak Nesta tempat peristirahatan terakhir seseorang. Nesta masih ingat di batu nisan tertulis; Aldi Mahendra.
Bukan cuma satu, Viano juga mengajak Nesta ke makam lain yang jaraknya tidak jauh dari makam pertama. Makam ke dua adalah makam seorang perempuan. Kana Silvia.
Nesta tidak tahu tujuan Viano mengajaknya ke tempat seperti itu. Mau tanya tidak enak karena dari tadi diam saja.
Sampai di taman seperti ini pun, masih banyak diam. Nesta cuma mendengar dia menghela napas beberapa kali. Kelihatannya banyak masalah yang sedang dihadapi Viano.
"Bapak kalau mau cerita ke saya, cerita aja," tawar Nesta meskipun dia sendiri merasa ragu Viano bakalan mau terbuka dengannya.
"Saya janji nggak bakalan cerewet, nggak bakal banyak tanya, cuma dengerin Bapak aja."
Nesta bilang begitu, bukan karena sekadar kepo ataupun mau ikut campur urusan Viano. Dia cuma tidak tega, si Bos yang biasanya bawel, marah-marah, bikin Nesta merasa sebal, tegang, dan hobi jitak kepalanya tiba-tiba jadi pendiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoésieCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...