Hana pov
Aku tidak salah dengar?
Tuan Kim melamarku?
Ia memintaku menjadi istrinya?
Ia mencintaiku?
Itu artinya cintaku padanya sudah tidak bertepuk sebelah tangan lagi.Tapi aku tidak bisa segera menjawabnya. Aku hanya orang biasa. Mempunyai kebiasaan dan selera orang biasa. Berbanding terbalik dengan tuan Kim yang terbiasa hidup mewah. Yang semua keinginannya bisa dengan cepat ia kabulkan.
Pesawat jet pribadi model terbaru, kapal mewah, perhiasan mahal dan semua yang high class.
Tentu saja aku merasa senang ketika aku tinggal di rumah tuan Kim. Menikmati semua fasilitas yang ada. Tanpa perlu kuatir, apakah besok aku bisa makan. Tanpa perlu kuatir, uangku akan habis.
Entahlah.
Aku masih ragu untuk menjadi istri tuan Kim. Tapi ia tidak memaksaku. Ia tau aku masih butuh waktu.Aku tak pernah berharap menikah dengan orang kaya. Aku hanya ingin hidup sederhana. Asal kebutuhan keluarga kami tercukupi itu sudah cukup.
Tuan Kim sudah berani membawa Sasa dan Kiki bermain di taman bermain sejak konferensi pers.
Sasa tampak sangat senang. Ia digendong tuan Kim.
Antrean komidi putar cukup panjang. Tuan Kim bisa saja langsung menaiki komidi putar. Tapi aku menolaknya. Sasa, walaupun masih sangat kecil, ia harus diajari apa itu antre.
Ia harus mau menunggu gilirannya.
"Eomma ... " Sasa memanggilku dan melambaikan tangannya saat ia sedang menaiki komidi putar. Sedangkan tuan Kim membawa Kiki di pangkuannya, berada di kuda mainan di belakang Sasa.
Sasa terlihat sangat bahagia.
Aku dan tuan Kim duduk di bangku taman. Kiki berada di strollernya. Melihat Sasa sedang berlarian dengan anak-anak sebayanya. Untunglah ia bukan tipe yang pemalu seperti diriku. Ia langsung akrab dengan teman-teman barunya.
Aku sedikit kuatir karena ia terbiasa main sendirian di rumah tuan Kim. Atau lebih sering bermain dengan orang yang lebih dewasa.
Tuan Kim pergi menuju ke kios snack. Ia membelikanku churros rasa keju dan churros rasa coklat untuk Sasa.
Enakkk ...
Churros yang ku makan juga masih hangat.
Aku membaginya dengan tuan Kim. Aku menyuapi tuan Kim. Kami terasa seperti keluarga sungguhan.Kami beranjak pulang setelah selesai mengelilingi taman bermain. Tuan Kim menggendong Sasa yang lelah.
"Appa ... Besok kita ke sini lagi" pinta Sasa.
"Appa besok harus kerja lagi, Sa"
"Mungkin kalau hari libur, kita bisa ke sini lagi" kataku ke Sasa."Appa mau bawa Sasa ke tempat yang lebih seru lagi" kata tuan Kim.
"Beneran appa? Sasa senang" kata Sasa.
Apakah tuan Kim akan bisa meluangkan waktunya untuk Sasa?
Lebih baik dia tidak menjanjikan apa-apa daripada ia berjanji tapi tak pernah ia tepati.
Hari sudah sore. Kami pulang ke rumah.
Tuan Kim terbiasa menaiki mobil sedan, ia baru saja membeli mobil keluarga. Agar ia bisa membawaku, Sasa dan Kiki jalan-jalan.
Saat kami selesai makan malam ...
"Appa ... Sasa sayang appa" kata Sasa sambil mencium tuan Kim.
Tuan Kim tersenyum. Memperlihatkan lesung pipi favoritku.
Tapi ada yang sedikit aneh dengan tuan Kim. Ia terlihat pucat. Apa ia kecapean menggendong Sasa?
Tuan Kim memegang dadanya. Ia tampak kesakitan. Ia jatuh.
Aku segera membawanya ke rumah sakit.
Dokter memberitahuku sesuatu yang tidak pernah aku duga akan terjadi dengan tuan Kim.
Jantung tuan Kim bermasalah. Ia sudah mengetahuinya sejak lama. Dokter menyarankan untuk operasi transplantasi jantung tapi karena persentase ia bertahan hidup hanya 30%, tuan Kim selalu menundanya.
Ia belum mempunyai keturunan saat itu. Bila ia meninggal, siapa yang akan mewarisi kekayaannya. Akan ada chaos perebutan harta tuan Kim.
Karena itu tuan Kim terpikirkan untuk menyewa rahim seorang wanita, hanya agar dirinya bisa memiliki anak. Anak yang akan mewarisi seluruh hartanya.
Aku melihat tuan Kim yang masih berbaring lemah di ranjangnya. Dengan infus di tangan dan masker oksigen di hidungnya.
Aku harus bisa membujuk tuan Kim untuk mau melakukan operasi. Aku ingin melihat dirinya lebih lama lagi. Aku tak ingin Sasa dan Kiki menjadi anak yatim.
