kejutan

116 16 2
                                    

"Appa ..." Kiki mencium ponsel Hana terus menerus. Ia mencium ayahnya via telepon.

"Ki ... nanti hp eomma kotor." Sasa mengingatkan Kiki.

"Appa ..." Sasa menyapa ayahnya.

"Kapan appa datang? Daniel oppa sudah datang tadi."

"Sam ... Appa ..." Daniel ingat ajaran Ye Ji untuk memanggil ayah dan ibu Sasa dengan sebutan appa dan eomma.

"Appa kayaknya nggak bisa datang. Appa masih sibuk."

Sasa menundukkan kepalanya. Ia ingin ayahnya juga bisa bersenang-senang seperti dirinya.

"Sasa ngambek?" Nam Joon bertanya.

Sasa hanya diam. Ia lalu menghilang dari layar ponsel. Sekarang Kiki yang ngobrol dengan Nam Joon.

Sasa masuk ke dalam kamar. Daniel mengikuti Sasa  Ia melihat Sasa menangis.

"Sasa pengen appa Sasa datang?"

Sasa menganggukkan kepalanya.

"Sasa pengen appa sakit lagi. Kalau appa sakit, appa bisa sama-sama Sasa."

"Hush ... Sasa nggak boleh begitu. Kasihan appa Sasa kalau sakit lagi. Sakit itu, kan nggak enak."

"Oppa ..." Sasa melihat Daniel.

"Appa Sasa sibuk itu cari uang buat Sasa. Buat beli baju Sasa, makanan Sasa, mainan Sasa. Kalau Sasa ngambek, appa Sasa nanti kepikiran. Nanti sakit lagi. Kalau appa Sasa ada waktu pasti bisa main sama Sasa lagi. Sasa nggak mau ngobrol sama appa Sasa?" Daniel menggandeng tangan Sasa. Ia mengajak Sasa untuk mau video call lagi dengan Nam Joon.

"Appa ..." Sasa melihat ayahnya.

"Maafin appa, Sa. Appa benar-benar sibuk."

"Nggak pa pa. Sasa nanti bawain banyak strawberry buat appa. Tadi Sasa sama Daniel oppa banyak petik strawberry nya." Sasa memberikan senyum termanisnya.

"Kiki banyak petik juga?"

"Kiki cuma dapat sedikit. Strawberry nya banyak Kiki makan."

Nam Joon dan Sasa berbincang-bincang lagi.

"Sa ... Appa mau bicara sama eomma."

Sasa lalu mengantar ponsel ke Hana. Sekarang giliran Hana dan Nam Joon yang berbincang-bincang.

"Anak-anak gimana?"

"Mereka pengen kamu ada di sini. Petik strawberry sama-sama. Aku rasa kau harus menyisihkan waktu untuk mereka. Aku memang senang punya banyak uang. Tapi masa kanak-kanak itu singkat. Ia bisa berlalu begitu saja."

"Iya. Aku berencana untuk mereschedule jadwal kerjaku. Di sana banyak nyamuk?" Nam Joon mendengar suara nyamuk terpanggang di raket listrik yang dipegang Hana.

"Sangat banyak. Untung aja Tae Tae punya kelambu. Oh, iya. Daniel sepertinya mau pindah sekolah ke Seoul. Ia itu benar-benar takut Sasa diambil orang."

"Sepertinya aku memang harus nerima Daniel. Ia masih kecil tapi kepribadiannya bagus, cara bicaranya juga bagus."

"Iya. Tapi kita lihat aja nanti. Kalau mereka besar, mereka pasti ketemu banyak lawan jenis. Kita belum tahu Daniel itu jodohnya Sasa atau bukan. Kalaupun bukan, semoga Sasa dan Daniel dapat jodoh yang bagus. Ada yang bilang kalau kita dapat jodoh yang salah itu seperti ngemut silet. Sakit banget dan pasti berdarah-darah."

"Hana ... aku sudah di depan rumah Tae Tae."

Hana segera berlari menuju pintu masuk lalu membuka pintu. Ia melihat ada Nam Joon di sana. Ia langsung memeluk Nam Joon. Berpisah beberapa hari itu bikin Hana sangat merindukan Nam Joon.

"Appa ..." Sasa dan Kiki ikut mendekati Nam Joon.

"Appa boongin Sasa, ya."

Nam Joon tersenyum. "Tapi Sasa senang, kan appa datang?"

"Senang. Sasa senang sekali." Sasa memeluk ayahnya.

"Kiki juga senang."

"Daniel juga."

"Tae Tae juga." Tae Tae ikutan memeluk Nam Joon.

Hana senang Nam Joon mau meluangkan waktunya untuk Sasa dan Kiki. Hana merasa Nam Joon sudah terlalu banyak bekerja. Ia perlu waktu rileks seperti saat ini.







Mr. Kim Nam JoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang