Hana pov
Aku menjalani hari-hari ku di rumah tuan Kim. Untunglah kandunganku sehat. Setiap bulan tuan Kim selalu menemaniku kontrol ke dokter. Ia selalu ingin mengetahui perkembangan bayi kami.
Aku merasa seperti istri tuan Kim. Dilayani oleh para pelayan tuan Kim. Kemana aku mau pergi, aku tinggal memanggil supir.
Aku juga bisa belanja sesuka hatiku (Tuan Kim memberikanku kartu kreditnya). Tapi semua kebutuhanku tercukupi jadi aku tidak pernah menggesek kartu kreditnya.
Tapi aku harus tau batasanku. Aku hanya ibu sewaan untuk anaknya. Setelah aku melahirkan, kami takkan pernah bertemu lagi. Kami akan menjadi orang asing satu sama lain.
Saat kandunganku berusia lima bulan ...
Tuan Kim menemaniku kontrol bulanan ke dokter. Kami akan bisa melihat jenis kelamin bayi kami. Bukan berita yang mengejutkan. Aku dan tuan Kim tau kalau bayi kami laki-laki.
Tapi ada yang aneh dengan raut wajah dokter saat ia menggerakkan alat USG di atas perutku.
Ia mulai berkeringat dingin. Tangannya bergetar. Tak ada senyum di wajahnya. Ia terlihat ketakutan. Membuatku ikut cemas.
Apa ada yang aneh dengan bayi kami?
Ia baik-baik saja kan?"Maaf ... Maafkan saya tuan" dokter membungkuk sambil berlutut di hadapan tuan Kim. Seolah-olah nyawanya berada di tangan tuan Kim.
Aku mulai menitikkan air mata. Aku takut.
Apa aku akan kehilangan bayiku?
Aku sudah begitu menanti-nantikan hari kelahirannya.
"Bayi anda perempuan ..." kata dokter tanpa berani menatap wajah tuan Kim.
Tentu saja aku terkejut. Terlebih lagi tuan Kim. Aku melihat raut wajahnya. Belum lagi tangannya yang mengepal erat. Tanda ia marah besar.
Tuan Kim memegang tanganku dan membawaku menuju ke dalam mobil. Supir tuan Kim mengemudikan mobil ke arah rumah. Padahal tadi tuan Kim akan mengajakku makan di restoran sebagai perayaan karena mengetahui jenis kelamin bayi kami.
Kepala rumah sakit dan dokter yang bertanggung jawab atas proses bayi tabung kami bergegas ke rumah tuan Kim.
Wajah-wajah mereka sangat cemas. Tuan Kim adalah donatur terbesar rumah sakit itu. Bila ia tidak menyumbang lagi entah apa yang akan terjadi dengan rumah sakit itu. Mungkin akan tutup untuk selamanya.
"Maafkan kami tuan. Sepertinya embrio yang masuk ke dalam rahim nyonya tertukar. Tapi bisa kami pastikan ia anak tuan, bukan anak orang lain"
"Maafkan kami tuan. Maafkan kami" aku bisa mendengar nada putus asa. Mereka meminta maaf berulang kali.
Aku menyentuh perutku yang mulai membuncit. Apa yang akan terjadi dengan bayi kami?
Aku takut. Aku takut kalau tuan Kim akan menyuruhku untuk menggugurkannya.
Tidak. Aku akan menolaknya mentah-mentah.
Aku akan berbicara dengan tuan Kim. Aku sudah melakukan kesalahan dengan "menjual" anakku. Aku tidak ingin melakukan kesalahan terbesar dengan "membunuhnya"
Aku dan tuan Kim makan malam di rumah. Tak ada percakapan diantara kami. Kami sama-sama diam. Aku akan menunggu sampai kami selesai makan. Barulah aku akan berbicara dengan tuan Kim.
Saat tuan Kim beranjak dari meja makan ...
"Tuan ... Saya ingin berbicara dengan tuan" pintaku.
"Berbicaralah di sini" kata tuan Kim. Ia masih marah.
"Tuan ... Ijinkan saya tetap melahirkan bayi tuan. Saya yang akan merawatnya. Bila saya sudah cukup kuat, ijinkan saya menjalani proses bayi tabung lagi untuk mendapatkan bayi laki-laki seperti harapan tuan"
Tuan Kim hanya diam.
Bukankah ini win-win solution. Di mana kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan. Tuan Kim masih bisa mendapatkan bayi laki-laki seperti keinginannya. Dan Hana tidak "membunuh" bayi mereka.
"Baiklah bila itu maumu" jawab tuan Kim singkat. Ia kemudian menuju ke ruang kerjanya.
Kenapa tuan Kim tidak menyukai bayi perempuan? Bukankah ia juga dilahirkan dari rahim seorang perempuan.
Hana hanya bertanya-tanya dalam hati.
